Pengguna anonim
Istimta': Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>M.hazer Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>M.hazer Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7: | Baris 7: | ||
| infobox =- | | infobox =- | ||
| navbox =sudah | | navbox =sudah | ||
| alih= | | alih=- | ||
| referensi =sudah | | referensi =sudah | ||
| Artikel bagus = | | Artikel bagus = | ||
Baris 27: | Baris 27: | ||
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi wajib, seperti ketika bernazar untuk melakukan istimta' secara halal atau satu hal yang jika tidak ada istimta' yang halal maka dia akan terjerumus pada istimta' haram. <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 5, hlm. 14. </ref> | #Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi wajib, seperti ketika bernazar untuk melakukan istimta' secara halal atau satu hal yang jika tidak ada istimta' yang halal maka dia akan terjerumus pada istimta' haram. <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 5, hlm. 14. </ref> | ||
#[[Islam]] mendorong para istri untuk lebih memperhatikan istimta' halal. Dan hal tersebut sangat dianjurkan, terutama ketika salah satu dari pasangan suami dan istri memiliki kecondongan untuk bersetubuh. <ref>''Wasāil al-Syiah'', jld. 20, hlm. 22-23. </ref> | #[[Islam]] mendorong para istri untuk lebih memperhatikan istimta' halal. Dan hal tersebut sangat dianjurkan, terutama ketika salah satu dari pasangan suami dan istri memiliki kecondongan untuk bersetubuh. <ref>''Wasāil al-Syiah'', jld. 20, hlm. 22-23. </ref> | ||
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi makruh, seperti melakukan istimta' dengan istri yang sedang dalam keadaan haid, di sekitar pusar sampai lutut | #Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi makruh, seperti melakukan istimta' dengan istri yang sedang dalam keadaan haid, di sekitar pusar sampai lutut selain qubul (alat kemaluan depan). <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 3, hlm. 318-320; ''al-Tanqih'', (''al-Taharah''), jld. 6, hlm.444. </ref> | ||
===Istimta' Haram=== | ===Istimta' Haram=== | ||
Istimta' selain dengan istri dan budak perempuan, baik manusia ataupun hewan<ref>'' | Istimta' selain dengan istri dan budak perempuan, baik manusia ataupun hewan<ref>''Jawāhir al-Kalam'', jld. 41, hlm. 637. </ref> secara homo seksual<ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 41, hlm. 374. </ref> , atau lesbian<ref>''Jawāhir al-Kalam'', jld. 41, hlm. 387. </ref> , melihat dan sebagainya dan juga melakukan onani<ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 41, hlm. 647. </ref> hukumnya adalah haram dan bagian ini termasuk keharaman yang sifatnya inheren. | ||
Segala macam bentuk istimta' halal dalam keadaan [[ihram |ihram haji]] dan umrah, <ref>'' | Segala macam bentuk istimta' halal dalam keadaan [[ihram |ihram haji]] dan umrah, <ref>''Jawāhir al-Kalam'', jld. 18, hlm. 308-317. </ref> begitu juga istimta' bagi orang yang ber[[puasa]] dengan istrinya sendiri dalam keadaan bahwa dia tahu hal yang ia lakukan itu akan menyebabkan keluarnya air sperma (inzal), ini adalah hal yang haram<ref>''al-Hadāiq al-Nādhirah'', jld. 13, hlm. 129. </ref> dan sifat keharamannya tidak esensial. | ||
== | Istimta' dengan cara bersetubuh dengan istri yang belum balig, <ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 29, hlm. 414-416. </ref> istri yang sedang dalam keadaan iddah disetubuhi secara keliru<ref>''Mabāni Al-Urwah'' (al-Nikah), jld. 1, hlm. 339. </ref> dan bersetubuh lewat jalan depan di mana si istri dalam keadaan haid adalah haram; akan tetapi istimta' tanpa bersetubuh dalam hal-hal yang telah disebutkan di atas tidak masalah. <ref>''Al-Urwah al-Wutsqā'', jld. 1, hlm. 339. </ref> | ||
Diantara | |||
==Hak Melakukan Istimta'== | |||
Diantara hak-hak seorang suami terhadap istri adalah hak untuk mendapatkan istimta' dan jika terjadi pertentangan dengan hak-hak yang lainnya dari taklif atau tugas yang ada, maka hak istimta' lebih didahulukan. Oleh karena itu, seorang wanita tidak berhak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak-hak suaminya tanpa seizinnya, seperti penyewaan untuk menyusui, <ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 27, hlm. 297 dan 311. </ref> keluar dari rumah, <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 30, hlm. 58. </ref> menunaikan ibadah [[haji]], <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 332. </ref> berpuasa [[mustahab]]. <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 130. </ref> Dan juga tidak boleh mencegah suami untuk tidak melakukan hal itu, kecuali dia berhalangan secara syariat dari melakukan istimta', seperti meninggalkan kewajiban atau bisa melakukan keharaman, atau berhalangan secara akal dan perasaan seperti adanya penyakit yang menghalanginya. | |||
==Pengaruh Secara Hukum (fiqih)== | ==Pengaruh Secara Hukum (fiqih)== | ||
Istimta' memiliki pengaruh secara hukum fiqih yang mana kebanyakan dari hal tersebut adalah pengaruh istimta' dengan jalan bersetubuh. Di sini akan diisyaratkan pada hal-hal yang sangat penting. | Istimta' memiliki pengaruh secara hukum [[fiqih]] yang mana kebanyakan dari hal tersebut adalah pengaruh istimta' dengan jalan bersetubuh. Di sini akan diisyaratkan pada hal-hal yang sangat penting. | ||
===Hukuman atau Denda=== | ===Hukuman atau Denda=== | ||
Hukuman bagi yang melanggar | Hukuman bagi yang melanggar istimta' haram adalah yang pertama di akhirat, yang mana jika tidak ber[[tobat]] dan tidak adanya penyebab yang dapat menjadikannya diampuni atas apa yang dia lakukan dari perbuatan haram maka itu bisa dibebankan kepadanya atau yang kedua adalah di dunia. | ||
Hukuman di dunia adalah bisa jadi berupa materi yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan kenikmatan-kenikmatan yang keharamannya non inheren, seperti bersenang-senang dalam keadaan ihram yang ada kafarahnya, dan bisa jadi berupa non materi yaitu hukuman badan. | |||
Hukuman dari segi badan, bisa ''had'' (hukuman agama secara syariat) yang dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan istimta' yang haram secara inheren, seperti zina, homoseks atau lesbian dan semacamnya, atau bisa juga [[takzir]] yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan istimta' seperti mencium, menyentuh, tidur dalam satu selimut dengan non [[mahram]] dan bersetubuh dengan istri dalam keadaan [[haid]] atau dalam keadaan [[puasa]]. | |||
===Nafkah=== | ===Nafkah=== | ||
Baris 52: | Baris 55: | ||
==Daftar Pustaka== | ==Daftar Pustaka== | ||
{{referensi}} | {{referensi}} | ||
*Bahrani, Yusuf bin Ahmad | *Bahrani, Yusuf bin Ahmad. ''Al-Hadāiq al-Nādhirah fi Ahkāmi al-Itrah al-Thahirah''. Qom: Muasasah al-Nasyr Islami al-tabi li Jamiah al-Mudarisin, 1405-1409 H. | ||
*''Farhang Fiqh Muthābiq Mazhab Ahlulbait alihimus salam'' | *''Farhang Fiqh Muthābiq Mazhab Ahlulbait alihimus salam''. Jld.1, hlm.485-487. | ||
*Gharawi Tabrizi, Ali | *Gharawi Tabrizi, Ali. ''At-Tanqih fi Syarhi al-Urwah al-Wustqa''. Tulisan: Khui, Abul Qasim. Qom: Dar al-Hadi lilmathbuat, 1410 H. | ||
*Hakim, Muhsin | *Hakim, Muhsin. ''Mustamsak al-Urwah al-Wustqa''. Maktabah Ayatollah Mar'asyi Najafi. | ||
*Hur Amili, Muhammad bin Hasan | *Hur Amili, Muhammad bin Hasan. ''Tafshil wasāil asy-Syiah ila Tahshil al-Syariah''. Muassasah Al Bait alihimus salam li ihya al-Thuras, 1414 H. | ||
*Khui, Muhammad Taqi | *Khui, Muhammad Taqi. ''Mabāni al-Urwah al-Wustqa (al-Nikah)''. Tulisan: Khui, Abul Qasim. Qom: Nasyr Lutfi dan Dar al-Hadi lilmathbuat, 1407 H. | ||
*Najafi, Muhammad Hasan | *Najafi, Muhammad Hasan. ''Jawāhir al-Kalam fi Syarhi Syarāi' al-Islam''. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah wa al-maktabah al-Islamiyah, 1362-1369 HS. | ||
{{akhir}} | {{akhir}} | ||
Baris 65: | Baris 68: | ||
[[tr:İstimta]] | [[tr:İstimta]] | ||
[[Kategori:Istilah fikih]] | [[Kategori:Istilah fikih]] | ||
[[Kategori:Hukum keluarga]] |