Lompat ke isi

Ma'ad: Perbedaan antara revisi

31 bita ditambahkan ,  3 Agustus 2018
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ismail Dg naba
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ismail Dg naba
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13: Baris 13:
}}}}</onlyinclude>
}}}}</onlyinclude>
{{Kematian hingga kiamat}}
{{Kematian hingga kiamat}}
'''Ma'ad''' atau '''hari kebangkitan''' (bahasa Arab:{{ia|'''المعاد'''}}) termasuk bagian dari [[Ushuluddin]] dalam ajaran agama [[Islam]]. Ma'ad berarti kembalinya kehidupan manusia setelah kematian pada [[hari kiamat]]. Berdasarkan prinsip ini, pada hari kiamat semua manusia akan dihidupkan kembali. Amal-amal perbuatan mereka akan ditimbang dan akan menerima balasan kebaikan atau keburukan atas perbuatan yang dilakukannya. Pembahasan mengenai ma'ad dalam agama Islam adalah pembahasan yang sangat penting, sehingga pembahasan mengenai hal ini mencapai hingga sepertiga dari [[ayat|ayat-ayat]] [[َAlquran]]. Kepercayaan terhadap prinsip ma'ad memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkah laku manusia dan akan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan menjauhi tindakan-tindakan buruk.
'''Ma'ad''' atau '''hari kebangkitan''' (bahasa Arab:{{ia|'''المعاد'''}}) termasuk bagian dari [[Ushuluddin]] dalam ajaran agama [[Islam]]. Ma'ad berarti kembalinya kehidupan manusia setelah kematian pada [[hari kiamat]]. Berdasarkan prinsip ini, pada hari kiamat semua manusia akan dihidupkan kembali. Amal-amal perbuatan mereka akan ditimbang dan akan menerima balasan kebaikan atau keburukan atas perbuatan yang dilakukannya. Pembahasan mengenai ma'ad dalam agama Islam adalah pembahasan yang sangat penting, sehingga pembahasan mengenai hal ini mencapai hingga sepertiga dari [[ayat|ayat-ayat]] [[Alquran]]. Kepercayaan terhadap prinsip ma'ad memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkah laku manusia dan akan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan menjauhi tindakan-tindakan buruk.
Ma'ad dapat digambarkan dalam beberapa bentuk: Ma'ad ruhani, [[Maad Jasmani]] dan gabungan ma'ad ruhani dan jasmani. Objeksi dan kritikan tentang ma'ad yang paling penting terkait dengan prinsip ini berkaitan dengan kemungkinan  terjadinya ma'ad secara rasional dan kemungkinan terjadinya ma'ad secara faktual seperti Keraguan antara Akil dan Ma'kul (keraguan antara yang makan dan dimakan), Keraguan Kembalinya Sesuatu yang telah Tiada dan keraguan tentang ilmu dan kekuasaan [[Allah]] Alquran, untuk membuktikan kemungkinan adanya ma'ad menggunakan beberapa kemiripan seperti hidupnya kembali beberapa manusia di dunia, hidupnya kembali sebagian hewan-hewan di dunia, hidupnya kembali bumi, hidupnya kembali tubuh-tumbuhan setelah mati (kering) atau hilangnya hal-hal yang telah disebutkan. Untuk menetapkan kemungkinan ma'ad digunakan argumentasi akli ma'ad seperti argumentasi hikmah, argumentasi keadilan dan argumentasi rahmat.
Ma'ad dapat digambarkan dalam beberapa bentuk: Ma'ad ruhani, [[Maad Jasmani]] dan gabungan ma'ad ruhani dan jasmani. Objeksi dan kritikan tentang ma'ad yang paling penting terkait dengan prinsip ini berkaitan dengan kemungkinan  terjadinya ma'ad secara rasional dan kemungkinan terjadinya ma'ad secara faktual seperti Keraguan antara Akil dan Ma'kul (keraguan antara yang makan dan dimakan), Keraguan Kembalinya Sesuatu yang telah Tiada dan keraguan tentang ilmu dan kekuasaan [[Allah]] Alquran, untuk membuktikan kemungkinan adanya ma'ad menggunakan beberapa kemiripan seperti hidupnya kembali beberapa manusia di dunia, hidupnya kembali sebagian hewan-hewan di dunia, hidupnya kembali bumi, hidupnya kembali tubuh-tumbuhan setelah mati (kering) atau hilangnya hal-hal yang telah disebutkan. Untuk menetapkan kemungkinan ma'ad digunakan argumentasi akli ma'ad seperti argumentasi hikmah, argumentasi keadilan dan argumentasi rahmat.
Menurut [[Ibnu Sina]] dan filosof Peripatetik, [[Ma'ad Jasmani|ma'ad jasmani]] tidak dapat dibuktikan namun menurut riwayat para Imam, meyakini terhadapnya merupakan prinsip agama. [[Mulla Sadra]] dengan memaparkan ma'ad jasmani dengan badan imaginal (mitsali) berusaha untuk mendamaikan antara pendapat filosof dan teks dalil-dalil tekstual.
Menurut Ibnu Sina dan filosof Peripatetik, [[Ma'ad Jasmani|ma'ad jasmani]] tidak dapat dibuktikan namun menurut riwayat para Imam, meyakini terhadapnya merupakan prinsip agama. [[Mulla Sadra]] dengan memaparkan ma'ad jasmani dengan badan imaginal (mitsali) berusaha untuk mendamaikan antara pendapat filosof dan teks dalil-dalil tekstual.


==Pengertian Maad==
==Pengertian Maad==
Ma'ad secara leksikal adalah kembali dan menurut istilah para [[Teolog]] adalah kembalinya ruh ke dalam badan pada hari Kiamat sehingga ia hidup yang kedua kalinya dan akan diberikan balasan amal perbuatannya, orang-orang yang melakukan kebaikan akan masuk ke dalam surga dan memperoleh nikmat yang kekal dan orang-orang yang berbuat jahat akan mendapat siksaan dan menerima [[azab]]. <ref>Khatami, jld. 1, hlm. 204. </ref>
Ma'ad secara leksikal adalah kembali dan menurut istilah para Teolog adalah kembalinya ruh ke dalam badan pada hari Kiamat sehingga ia hidup yang kedua kalinya dan akan diberikan balasan amal perbuatannya, orang-orang yang melakukan kebaikan akan masuk ke dalam surga dan memperoleh nikmat yang kekal dan orang-orang yang berbuat jahat akan mendapat siksaan dan menerima azab. <ref>Khatami, jld. 1, hlm. 204. </ref>


==Pentingnya Iman kepada Ma'ad==
==Pentingnya Iman kepada Ma'ad==
Baris 26: Baris 26:


*Dalam Kehidupan Kemasyarakatan (Sosial):  
*Dalam Kehidupan Kemasyarakatan (Sosial):  
Pengaruh pandangan manusia dan kepercayaannya terhadap adanya kehidupan di alam yang lain, juga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bagaimana cara ia menjalin kehidupan kemasyarakatan. Kepercayaan terhadap kehidupan akherat dan kepercayaan adanya pahala dan ganjaran memberikan pengaruh penting bagi manusia untuk menunaikan hak-hak orang lain dan akan membangkitkan rasa pengorbanan kepada orang lain. Pada suatu masyarakat yang memiliki kepercayaan seperti ini, tidak lagi dibutuhkan pemaksaan dan penekanan untuk menegakkan peraturan yang adil dan mencegah kezaliman dan pelanggaran-pelanggaran hak-hak orang lain karena anggota masyarakatnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, jika keyakinan ini mendunia dan telah diyakini oleh siapapun, maka permasalahan umum akan berkurang secara nyata. Pentingnya prinsip kepercayaan terhadap ma'ad bahkan lebih penting dari pada kepercayaan terhadap tauhid. Kepercayaan terhadap tauhid jika tidak dibarengi dengan kepecayaan terhadap ma'ad tidak akan memiliki pengaruh sempurna dan luas dalam memberikan arah yang baik terhadap kehidupan. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa perhatian penuh dan penegasan agama-agama samawi, khususnya agama Islam terhadap ma'ad sangat nyata, kerja keras para Nabi Ilahi sangat nyata untuk memperkuat keyakinan ini dalam hati manusia. <ref>Misbah Yazdi, hlm. 339-341. </ref>
Pengaruh pandangan manusia dan kepercayaannya terhadap adanya kehidupan di alam yang lain, juga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bagaimana cara ia menjalin kehidupan kemasyarakatan. Kepercayaan terhadap kehidupan akhirat dan kepercayaan adanya pahala dan ganjaran memberikan pengaruh penting bagi manusia untuk menunaikan hak-hak orang lain dan akan membangkitkan rasa pengorbanan kepada orang lain. Pada suatu masyarakat yang memiliki kepercayaan seperti ini, tidak lagi dibutuhkan pemaksaan dan penekanan untuk menegakkan peraturan yang adil dan mencegah kezaliman dan pelanggaran-pelanggaran hak-hak orang lain karena anggota masyarakatnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, jika keyakinan ini mendunia dan telah diyakini oleh siapapun, maka permasalahan umum akan berkurang secara nyata. Pentingnya prinsip kepercayaan terhadap ma'ad bahkan lebih penting dari pada kepercayaan terhadap [[tauhid]]. Kepercayaan terhadap tauhid jika tidak dibarengi dengan kepecayaan terhadap ma'ad tidak akan memiliki pengaruh sempurna dan luas dalam memberikan arah yang baik terhadap kehidupan. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa perhatian penuh dan penegasan agama-agama samawi, khususnya [[agama Islam]] terhadap ma'ad sangat nyata, kerja keras para Nabi [[Ilahi]] sangat nyata untuk memperkuat keyakinan ini dalam hati manusia. <ref>Misbah Yazdi, hlm. 339-341. </ref>


==Keterkaitan Ma'ad terhadap Masalah Ruh==
==Keterkaitan Ma'ad terhadap Masalah Ruh==
Baris 35: Baris 35:
*Menerima bahwa ruh terpisah dari badan dan setelah badan hancur, maka ruh akan tetap ada
*Menerima bahwa ruh terpisah dari badan dan setelah badan hancur, maka ruh akan tetap ada
*Menerima bahwa manusia terdiri dari dua unsur: ruh dan badan yang bukan merupakan himpunan dari sesuatu yang jika salah satu anggota badannya hilang, maka anggota badan yang lainnya akan hilang, melainkan ruh adalah bagian terpenting manusia, kemanusian manusia dan kepribadian seseorang akan tetap ada dan terjaga. Oleh itu, dengan adanya kerusakan-kerusakan pada sel tubuh, tidak akan merusak kesatuan kepribadian, karena takaran kesatuan hakiki manusia adalah wahdah ruh. Hal inilah yang akan dicabut oleh [[malaikat]] [[Izrail]] ketika maut menjemput sedangkan badan manusia seiring dengan perjalanan waktu maka akan musnah dan hilang. <ref> Misbah Yazdi, hlm. 350-357. </ref>
*Menerima bahwa manusia terdiri dari dua unsur: ruh dan badan yang bukan merupakan himpunan dari sesuatu yang jika salah satu anggota badannya hilang, maka anggota badan yang lainnya akan hilang, melainkan ruh adalah bagian terpenting manusia, kemanusian manusia dan kepribadian seseorang akan tetap ada dan terjaga. Oleh itu, dengan adanya kerusakan-kerusakan pada sel tubuh, tidak akan merusak kesatuan kepribadian, karena takaran kesatuan hakiki manusia adalah wahdah ruh. Hal inilah yang akan dicabut oleh [[malaikat]] [[Izrail]] ketika maut menjemput sedangkan badan manusia seiring dengan perjalanan waktu maka akan musnah dan hilang. <ref> Misbah Yazdi, hlm. 350-357. </ref>
Alquran dengan mengisyaratkan terhadap hakikat ini, dalam menjawab orang-orang yang mengingkari adanya ma'ad dan membantah dengan mengatakan: "Bagaimana mungkin anggota-anggota badan manusia akan memiliki anggota-anggota badan yang baru setelah hancur?" Alquran menjelaskan:
[[Alquran]] dengan mengisyaratkan terhadap hakikat ini, dalam menjawab orang-orang yang mengingkari adanya ma'ad dan membantah dengan mengatakan: "Bagaimana mungkin anggota-anggota badan manusia akan memiliki anggota-anggota badan yang baru setelah hancur?" Alquran menjelaskan:
قُلْ یتَوَفّاکمْ مَلَک الْمَوْتِ الَّذِی وُکلَ بِکمْ
{{ia|قُلْ یتَوَفّاکمْ مَلَک الْمَوْتِ الَّذِی وُکلَ بِکمْ}}
''"Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan."'' ([[Surah Al-Sajdah]] [32]: 11)
''"Katakanlah, "[[Malaikat maut]] yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada [[Tuhan]]-mulah kamu akan dikembalikan."'' ([[Surah Al-Sajdah]] [32]: 11)


==Berbagai Teori mengenai Ma'ad==
==Berbagai Teori mengenai Ma'ad==
Baris 45: Baris 45:
*Orang-orang yang Meyakini Ma'ad
*Orang-orang yang Meyakini Ma'ad
Orang-orang yang menerima adanya ma'ad juga memiliki pandangan-pandangan yang berbeda-beda terkait dengan bagaimana bentuk-bentuk ma'ad:
Orang-orang yang menerima adanya ma'ad juga memiliki pandangan-pandangan yang berbeda-beda terkait dengan bagaimana bentuk-bentuk ma'ad:
#Murni Ma'ad Ruhani: Filofos Peripatetik Islam yang tidak hanya meyakini bahwa [[Ma'ad Jasmani|ma'ad jasmani]] tidak dapat dibuktikan karena adanya isykalan akli, meyakini bahwa ma'ad adalah kembalinya ruh manusia, tanpa kembalinya jasad manusia. Jasad manusia tidak ada lagi setelah manusia meninggal dan akan berubah menjadi tanah dan hanya ruh saja yang tinggal. Namun menurut Ibnu Sina, sebagai pembesar dan tokoh filosof Peripatetik Islam berkata: "Meskipun secara rasional, jasad manusia pada hari kiamat tidak dapat dibuktikan, namun karena Nabi Muhammad saw memberitakan tentang hal itu, maka cukuplah jelas bagi kami bahwa penjelasan Nabi adalah hujah dan harus percaya kepadanya." <ref>Ibnu Sina, hlm. 423, Fahr Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
#Murni Ma'ad Ruhani: Filofos Peripatetik [[Islam]] yang tidak hanya meyakini bahwa [[Ma'ad Jasmani|ma'ad jasmani]] tidak dapat dibuktikan karena adanya isykalan akli, meyakini bahwa ma'ad adalah kembalinya ruh manusia, tanpa kembalinya jasad manusia. Jasad manusia tidak ada lagi setelah manusia meninggal dan akan berubah menjadi tanah dan hanya ruh saja yang tinggal. Namun menurut Ibnu Sina, sebagai pembesar dan tokoh filosof Peripatetik Islam berkata: "Meskipun secara rasional, jasad manusia pada hari kiamat tidak dapat dibuktikan, namun karena [[Nabi Muhammad saw]] memberitakan tentang hal itu, maka cukuplah jelas bagi kami bahwa penjelasan Nabi adalah hujah dan harus percaya kepadanya." <ref>Ibnu Sina, hlm. 423, Fahr Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
#Murni Ma'ad Jasmani: Berdasarkan pendekatan ini, badan manusia terdiri dari semua hakekat manusai dan setelah mati badan akan hancur. Ketika hari kiamat tiba, badan yang sudah hancur karena ilmu dan kekuatan mutlak Ilahi akan kembali lagi seperti bentuk semula. Menurut pandangan ini, ruh tidak akan kembali ke jasad manusia. <ref>Silahkan lihat: Khusy Suhbat, 1393, hlm. 38. </ref>
#Murni Ma'ad Jasmani: Berdasarkan pendekatan ini, badan manusia terdiri dari semua hakekat manusia dan setelah mati badan akan hancur. Ketika [[hari kiamat]] tiba, badan yang sudah hancur karena ilmu dan kekuatan mutlak Ilahi akan kembali lagi seperti bentuk semula. Menurut pandangan ini, ruh tidak akan kembali ke jasad manusia. <ref>Silahkan lihat: Khusy Suhbat, 1393, hlm. 38. </ref>
#Maad Jasmani dan Ruhani: Pandangan ini adalah gabungan antara dua pandangan ekstrim sebelumnya.  
#Maad Jasmani dan Ruhani: Pandangan ini adalah gabungan antara dua pandangan ekstrim sebelumnya.  


Menurut pandangan kelompok ini, pandangan mereka dapat dijelaskan melalui beberapa bentuk:
Menurut pandangan kelompok ini, pandangan mereka dapat dijelaskan melalui beberapa bentuk:
*Kembalinya ruh ke badan materi duniawi: Para teolog berdasarkan teks-teks al-Quran dan riwayat yang membahas mengenai hari kiamat, badan jasad duniawi atau badan lain yang sepertinya akan dibangkitkan bersama ruhnya. <ref>Hilli, Bab 11, hlm. 207; Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
*Kembalinya ruh ke badan materi duniawi: Para teolog berdasarkan teks-teks Alquran dan riwayat yang membahas mengenai hari kiamat, badan jasad duniawi atau badan lain yang sepertinya akan dibangkitkan bersama ruhnya. <ref>Hilli, Bab 11, hlm. 207; Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
*Kebersamaan ruh dan badan mitsali. [[Mulla Shadra]] menjelaskannya dengan dua hal: Dari satu sisi, bentuk lahir ayat-ayat al-Quran dengan gamblang menjelaskan tentang kembalinya badan manusia namun dari sisi lain karena adanya permasalahan-permasalahan dan keraguan-keraguan seperti syubhah akil dan ma'kul, maka menerima adanya ma'ad jasmani dengan tubuh fisikal dan material adalah tidak benar dan tidak masuk akal. Oleh itu, ia memaparkan pandangan ma'ad dengan badan imaginal (mitsali) dan menyatukan antara dua pandangan itu. Berdasarkan pandangan ini, setelah jiwa berpisah dari badan fisik, jiwa manusia akan memiliki kesesuaian dengan alam barzah dan kiamat serta dari semua sisi akan memiliki kemiripan dengan badan dunianya. Badan ini, seperti badan duniwi, namun bukan badan duniawi itu sendiri meskipun memiliki sifat-sifat materi yang sama, tapi bukan materi. <ref>Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9 hlm. 189-200. </ref>
*Kebersamaan ruh dan badan mitsali. [[Mulla Shadra]] menjelaskannya dengan dua hal: Dari satu sisi, bentuk lahir ayat-ayat Alquran dengan gamblang menjelaskan tentang kembalinya badan manusia namun dari sisi lain karena adanya permasalahan-permasalahan dan keraguan-keraguan seperti syubhah akil dan ma'kul, maka menerima adanya ma'ad jasmani dengan tubuh fisikal dan material adalah tidak benar dan tidak masuk akal. Oleh itu, ia memaparkan pandangan ma'ad dengan badan imaginal (mitsali) dan menyatukan antara dua pandangan itu. Berdasarkan pandangan ini, setelah jiwa berpisah dari badan fisik, jiwa manusia akan memiliki kesesuaian dengan [[alam barzah]] dan kiamat serta dari semua sisi akan memiliki kemiripan dengan badan dunianya. Badan ini, seperti badan duniwi, namun bukan badan duniawi itu sendiri meskipun memiliki sifat-sifat materi yang sama, tapi bukan materi. <ref>Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9 hlm. 189-200. </ref>
*Pendapat kembalinya badan ke ruh mujarad: Sebagian pengikut Hikmah Muta'aliyah (Filsafat Hikmah) berkeyakinan, badan manusia pada hari kiamat tidak akan dikenali oleh jiwa, kebalikan pendapat Mulla Shadra, namun badan dunia setelah berpisah dengan jiwanya, masih bergerak menuju kesempurnaannya.  Geraan substansial (harakah jauhari) ini akan melanjutkan gerakan sedemikian sehingga memiliki kelayakan lagi untuk disatukan dengan jiwanya kelak di akherat. Oleh itu, pada ma'ad, bukan jiwa yang bergerak menuju badan dunianya, namun badan yang bergerak menuju jiwa dan gerakan ini adalah gerakan naik dan badan akan kembali kepada jiwa. <ref>Kadyur, jld. 2, hlm. 93. </ref>
*Pendapat kembalinya badan ke ruh mujarad: Sebagian pengikut Hikmah Muta'aliyah (Filsafat Hikmah) berkeyakinan, badan manusia pada hari kiamat tidak akan dikenali oleh jiwa, kebalikan pendapat Mulla Shadra, namun badan dunia setelah berpisah dengan jiwanya, masih bergerak menuju kesempurnaannya.  Geraan substansial (harakah jauhari) ini akan melanjutkan gerakan sedemikian sehingga memiliki kelayakan lagi untuk disatukan dengan jiwanya kelak di akherat. Oleh itu, pada ma'ad, bukan jiwa yang bergerak menuju badan dunianya, namun badan yang bergerak menuju jiwa dan gerakan ini adalah gerakan naik dan badan akan kembali kepada jiwa. <ref>Kadyur, jld. 2, hlm. 93. </ref>