Lompat ke isi

Aminah binti Wahab: Perbedaan antara revisi

Tidak ada perubahan ukuran ,  10 Oktober 2017
tidak ada ringkasan suntingan
imported>S.j.mousavi
kTidak ada ringkasan suntingan
imported>Maitsam
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Aminah binti Wahb]] (Bahasa Arab:{{ia|آمِنة بنت وَهْب}}) wafat 46 tahun sebelum Hijrah atau bertepatan dengan tahun 576 M adalah ibu [[Nabi Muhammad Saw]] dan salah seorang pembesar kaum Qurays yang sangat dihormati. Ia menikah 53 atau 54 tahun sebelum tahun Hijriyah dengan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]]. Dari hasil pernikahannya dengan Abdullah ia melahirkan Muhammad 52 tahun sebelum tahun Hijriah. Disaat putranya masih berusia 4 atau 6 tahun, Aminah meninggal dunia ketika melakukan perjalanan ke [[Madinah]]. Iapun dimakamkan di sebuah termpat yang bernama Abwa.
[[Aminah binti Wahb]] (Bahasa Arab:{{ia|آمِنة بنت وَهْب}}) wafat 46 tahun sebelum Hijrah atau bertepatan dengan tahun 576 M adalah ibu [[Nabi Muhammad saw]] dan salah seorang pembesar kaum Qurays yang sangat dihormati. Ia menikah 53 atau 54 tahun sebelum tahun Hijriyah dengan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]]. Dari hasil pernikahannya dengan Abdullah ia melahirkan Muhammad 52 tahun sebelum tahun Hijriah. Disaat putranya masih berusia 4 atau 6 tahun, Aminah meninggal dunia ketika melakukan perjalanan ke [[Madinah]]. Iapun dimakamkan di sebuah termpat yang bernama Abwa.


==Nasab dan Kelahiran==
==Nasab dan Kelahiran==
Aminah lahir di kota [[Mekah]] <ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 74. </ref>. Ayahnya bernama Wahab, seorang pembesar dari Bani Zahrah, kakeknya bernama [[Abdu Manaf bin Zuhrah]]. Nenek ayahnya adalah Atikah binti Auqash bin Murrah bin Hilal al-Sulaimah, salah seorang dari tiga ‘Awatik yang dibanggakan [[Rasulullah Saw]] dengan mengatakan, انا ابن العَواتک من سُلَیم yang artinya, ''“Aku adalah putra dari al-‘Awatik dari Bani Sulaim."''<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 80-81. </ref>
Aminah lahir di kota [[Mekah]] <ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 74. </ref>. Ayahnya bernama Wahab, seorang pembesar dari Bani Zahrah, kakeknya bernama [[Abdu Manaf bin Zuhrah]]. Nenek ayahnya adalah Atikah binti Auqash bin Murrah bin Hilal al-Sulaimah, salah seorang dari tiga ‘Awatik yang dibanggakan [[Rasulullah saw]] dengan mengatakan, انا ابن العَواتک من سُلَیم yang artinya, ''“Aku adalah putra dari al-‘Awatik dari Bani Sulaim."''<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 80-81. </ref>
Ibu Aminah bernah Barah, kakek ibunya bernama Abdul ‘Aza dan nenek ibunya bernama Ummu Habaib bin Asad bin Abdul ‘Aza bin Qusha, sementara ibu Ummu Habaib bernama Barrah binti ‘Auf.<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 81. </ref>
Ibu Aminah bernah Barah, kakek ibunya bernama Abdul ‘Aza dan nenek ibunya bernama Ummu Habaib bin Asad bin Abdul ‘Aza bin Qusha, sementara ibu Ummu Habaib bernama Barrah binti ‘Auf.<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 81. </ref>
Dengan nasab tersebut, [[Rasulullah Saw]] pernah berkata, ''“Allah Swt telah memindahkan saya dari rahim-rahim yang suci dan bersih dan menjadikanku dari sebaik-baiknya silsilah/nasab.”''
Dengan nasab tersebut, [[Rasulullah saw]] pernah berkata, ''“Allah swt telah memindahkan saya dari rahim-rahim yang suci dan bersih dan menjadikanku dari sebaik-baiknya silsilah/nasab.”''


==Pernikahan dengan Abdullah==
==Pernikahan dengan Abdullah==
Baris 14: Baris 14:


Ketika Aminah mendengarkan kabar mengenai kematian suaminya, iapun bersenandung pilu:
Ketika Aminah mendengarkan kabar mengenai kematian suaminya, iapun bersenandung pilu:
Menurut sebagian catatan sejarah, wafatnya Abdullah hanya berselang sedikit dengan kelahiran putranya, Muhammad.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 41. </ref> Sebagian pula menyebutkan, kematian cepat Abdullah pasca pernikahannya menunjukkan kehendak Allah Swt, Muhammad lahir dari hubungan pernikahan Abdullah dan Aminah.<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 128. </ref>
Menurut sebagian catatan sejarah, wafatnya Abdullah hanya berselang sedikit dengan kelahiran putranya, Muhammad.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 41. </ref> Sebagian pula menyebutkan, kematian cepat Abdullah pasca pernikahannya menunjukkan kehendak Allah swt, Muhammad lahir dari hubungan pernikahan Abdullah dan Aminah.<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 128. </ref>


==Kelahiran Muhammad Saw==
==Kelahiran Muhammad Saw==
Baris 32: Baris 32:
Aminah pada tahun ketujuh tahun Gajah mengajak Muhammad melakukan perjalanan ke Yastrib untuk menziarahi makam ayahnya di kota tersebut. Sayangnya, dalam perjalanan kembali dari Yastrib, Aminah meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Abwah. Ummu Aimanlah yang kemudian mengantar Muhammad untuk kembali ke Mekah dan tiba 5 hari setelahnya di kota tersebut.<ref>Ibnu Abdul Barra, al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb, jld. 1, hlm. 30. </ref>
Aminah pada tahun ketujuh tahun Gajah mengajak Muhammad melakukan perjalanan ke Yastrib untuk menziarahi makam ayahnya di kota tersebut. Sayangnya, dalam perjalanan kembali dari Yastrib, Aminah meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Abwah. Ummu Aimanlah yang kemudian mengantar Muhammad untuk kembali ke Mekah dan tiba 5 hari setelahnya di kota tersebut.<ref>Ibnu Abdul Barra, al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb, jld. 1, hlm. 30. </ref>


==Peristiwa Beristighfarnya Nabi Muhammad Saw==
==Peristiwa Beristighfarnya Nabi Muhammad saw==
Disebutkan oleh sejumlah perawi bahwa sepulangnya [[Nabi Muhammad Saw]] dari [[perang Tabuk]], ia memutuskan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu, ia melakukan perjalanan dari kota Madinah ke Mekah. Ditengah perjalanan setibanya di makam ibunya, dalam doanya ia meminta agar ibunya diampunkan dosa-dosanya, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah Swt. Peristiwa tersebut menandai turunnya ayat <ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 283. </ref>:
Disebutkan oleh sejumlah perawi bahwa sepulangnya [[Nabi Muhammad saw]] dari [[perang Tabuk]], ia memutuskan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu, ia melakukan perjalanan dari kota Madinah ke Mekah. Ditengah perjalanan setibanya di makam ibunya, dalam doanya ia meminta agar ibunya diampunkan dosa-dosanya, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah swt. Peristiwa tersebut menandai turunnya ayat <ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 283. </ref>:


آیه وَمَا کانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِياهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ
آیه وَمَا کانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِياهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ
Baris 41: Baris 41:


Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
Suatu hari Rasulullah Saw berziarah kemakam kaum Muslimin dan kamipun mengikutinya. Setibanya, ia duduk dihadapan makam, lalu menangis serta berdoa. Kamipun turut menangis dan berdoa. Ia bertanya, “Mengapa kalian menangis?”. Kami menjawab, tangismu menjadi penyebab kami menangis. Nabi Muhammad Saw berkata, “Kubur dihadapanku ini mengingatkanku pada ibuku. Allah mengizinkanku menziarahinya, namun tidak mengizinkanku untuk memohonkan ampun untuknya.” Kemudian turunlah ayat:
Suatu hari Rasulullah saw berziarah kemakam kaum Muslimin dan kamipun mengikutinya. Setibanya, ia duduk dihadapan makam, lalu menangis serta berdoa. Kamipun turut menangis dan berdoa. Ia bertanya, “Mengapa kalian menangis?”. Kami menjawab, tangismu menjadi penyebab kami menangis. Nabi Muhammad saw berkata, “Kubur dihadapanku ini mengingatkanku pada ibuku. Allah mengizinkanku menziarahinya, namun tidak mengizinkanku untuk memohonkan ampun untuknya.” Kemudian turunlah ayat:


مَا کانَ لِلنَّبِی وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِکينَ وَلَوْ کانُواْ أُوْلِی قُرْبَی مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
مَا کانَ لِلنَّبِی وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِکينَ وَلَوْ کانُواْ أُوْلِی قُرْبَی مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Baris 48: Baris 48:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (mereka), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam. (Qs. At-Taubah: 113)
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (mereka), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam. (Qs. At-Taubah: 113)


Penyebab menangisnya Rasulullah Saw adalah hal tersebut.”<ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 284. </ref>
Penyebab menangisnya Rasulullah saw adalah hal tersebut.”<ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 284. </ref>


Menurut versi [[Syiah]], riwayat-riwayat diatas tidak mutawatir, karena Syiah secara ijma meyakini bahwa Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]] serta kakek Rasulullah Saw sampai ke [[Nabi Adam As]] kesemuanya adalah orang-orang beriman.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 42. </ref>Aqidah Syiah tersebut terdapat dalam literatur-literatur Syiah. Sebagaimana yang disampaikan Imam Shadiq As, “Jibril As menemui Rasulullah Saw dan berkata, Wahai Muhammad! [[Allah Swt]] menitip salam untukmu dan berfirman, “Aku telah mengharamkan neraka Jahannam buat sulbi yang engkau lalui, buat rahim yang mengandungmu dan pangkuan yang mengasuhmu. Sulbi itu adalah sulbi Abdullah bin Abdul Muththalib, rahim itu rahim Aminah binti Wahab dan pangkuan itu pangkuan Abu Thalib –menurut versi yang diriwayatkan Ibn Fadhal- dan Fatimah binti Asad.”<ref>Kulaini, al-Kāfi, jld. 1, hlm. 446. </ref>
Menurut versi [[Syiah]], riwayat-riwayat diatas tidak mutawatir, karena Syiah secara ijma meyakini bahwa Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]] serta kakek Rasulullah saw sampai ke [[Nabi Adam As]] kesemuanya adalah orang-orang beriman.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 42. </ref>Aqidah Syiah tersebut terdapat dalam literatur-literatur Syiah. Sebagaimana yang disampaikan Imam Shadiq As, “Jibril As menemui Rasulullah saw dan berkata, Wahai Muhammad! [[Allah swt]] menitip salam untukmu dan berfirman, “Aku telah mengharamkan neraka Jahannam buat sulbi yang engkau lalui, buat rahim yang mengandungmu dan pangkuan yang mengasuhmu. Sulbi itu adalah sulbi Abdullah bin Abdul Muththalib, rahim itu rahim Aminah binti Wahab dan pangkuan itu pangkuan Abu Thalib –menurut versi yang diriwayatkan Ibn Fadhal- dan Fatimah binti Asad.”<ref>Kulaini, al-Kāfi, jld. 1, hlm. 446. </ref>


Selain itu, riwayat-riwayat yang menjadi dasar keyakinan bahwa Aminah binti Wahab meninggal dalam keadaan kufur memiliki sejumlah kejanggalan, sebagaimana misalnya yang disampaikan Allamah Amini yang menulis, “Apakah Nabi Muhammad Saw di hari Tabuk, itupun setelah ayatnya turun sampai saat itu tidak mengetahui bahwa Ia dan sahabat-sahabatnya tidak diperkenankan untuk mengharapkan ampunan untuk penyembah berhala?. Dan bagaimana mungkin Nabi Muhammad menginginkan dari Allah Swt agar ibunya diampuni? apakah Nabi menganggap ibunya berbeda dengan manusia yang lain?. Apakah riwayat ini hanya rekayasa yang sengaja dibuat-dibuat untuk menjatuhkan kehormatan Rasulullah Saw dan kesucian silsilahnya dengan menyebut ibunya adalah penyembah berhala?.”<ref>Al-Ghadir, matan Arab, cet. 5, jld. 8, hlm. 10-12. </ref>
Selain itu, riwayat-riwayat yang menjadi dasar keyakinan bahwa Aminah binti Wahab meninggal dalam keadaan kufur memiliki sejumlah kejanggalan, sebagaimana misalnya yang disampaikan Allamah Amini yang menulis, “Apakah Nabi Muhammad saw di hari Tabuk, itupun setelah ayatnya turun sampai saat itu tidak mengetahui bahwa Ia dan sahabat-sahabatnya tidak diperkenankan untuk mengharapkan ampunan untuk penyembah berhala?. Dan bagaimana mungkin Nabi Muhammad menginginkan dari Allah swt agar ibunya diampuni? apakah Nabi menganggap ibunya berbeda dengan manusia yang lain?. Apakah riwayat ini hanya rekayasa yang sengaja dibuat-dibuat untuk menjatuhkan kehormatan Rasulullah saw dan kesucian silsilahnya dengan menyebut ibunya adalah penyembah berhala?.”<ref>Al-Ghadir, matan Arab, cet. 5, jld. 8, hlm. 10-12. </ref>


Allamah Amini menambahkan, “Sebagian menafsirkan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan memohon ampunan untuk mayat<ref>Amini, al-Ghadir, jld. 8, hlm. 18. </ref> sehingga tidak sesuai dengan riwayat-riwayat tersebut.”<ref>Thabari, Jāmi’ al-Bayān, jld. 11, hlm. 33. </ref>
Allamah Amini menambahkan, “Sebagian menafsirkan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan memohon ampunan untuk mayat<ref>Amini, al-Ghadir, jld. 8, hlm. 18. </ref> sehingga tidak sesuai dengan riwayat-riwayat tersebut.”<ref>Thabari, Jāmi’ al-Bayān, jld. 11, hlm. 33. </ref>
Pengguna anonim