Pengguna anonim
Aminah binti Wahab: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Maitsam Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Maitsam Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
==Nasab dan Kelahiran== | ==Nasab dan Kelahiran== | ||
Aminah lahir di kota [[Mekah]] <ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e | Aminah lahir di kota [[Mekah]] <ref>Aisyah Abdurahman, ‘‘''Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 74. </ref>. Ayahnya bernama Wahab, seorang pembesar dari Bani Zahrah, kakeknya bernama [[Abdu Manaf bin Zuhrah]]. Nenek ayahnya adalah Atikah binti Auqash bin Murrah bin Hilal al-Sulaimah, salah seorang dari tiga ‘Awatik yang dibanggakan [[Rasulullah saw]] dengan mengatakan, انا ابن العَواتک من سُلَیم yang artinya, ''“Aku adalah putra dari al-‘Awatik dari Bani Sulaim."''<ref>Aisyah Abdurahman, ''‘‘Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 80-81. </ref> | ||
Ibu Aminah bernah Barah, kakek ibunya bernama Abdul ‘Aza dan nenek ibunya bernama Ummu Habaib bin Asad bin Abdul ‘Aza bin Qusha, sementara ibu Ummu Habaib bernama Barrah binti ‘Auf.<ref>Aisyah Abdurahman, | Ibu Aminah bernah Barah, kakek ibunya bernama Abdul ‘Aza dan nenek ibunya bernama Ummu Habaib bin Asad bin Abdul ‘Aza bin Qusha, sementara ibu Ummu Habaib bernama Barrah binti ‘Auf.<ref>Aisyah Abdurahman, '' ‘‘Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 81. </ref> | ||
Dengan nasab tersebut, [[Rasulullah saw]] pernah berkata, ''“Allah swt telah memindahkan saya dari rahim-rahim yang suci dan bersih dan menjadikanku dari sebaik-baiknya silsilah/nasab.”'' | Dengan nasab tersebut, [[Rasulullah saw]] pernah berkata, ''“Allah swt telah memindahkan saya dari rahim-rahim yang suci dan bersih dan menjadikanku dari sebaik-baiknya silsilah/nasab.”'' | ||
==Pernikahan dengan Abdullah== | ==Pernikahan dengan Abdullah== | ||
Aminah menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia saat itu dikenal sebagai perempuan terbaik dari kalangan Quraysh.<ref>Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 156. </ref>Sebelum Abdullah melamar Aminah, sejumlah perempuan telah ditawarkan kepada Abdullah seperti putri Naufal bin Aasa, Fatimah binti Marra, Laila Adwiyah dan lainnya,<ref>Rujuk: Ibnu Katsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 2, hlm. 8. </ref> namun Abdullah menjatuhkan pilihan untuk meminang Aminah. Diceritakan, ketika Abdullah melamar Aminah, banyak perempuan yang patah hati dengan keputusan tersebut.<ref>Aisyah Abdurahman, Aminah Madare_e Payambar, hlm. 103. </ref> Acara dan pesta pernikahan dua pembesar Quraysh tersebut berlangsung selama tiga malam tiga hari. Sepanjang pesta pernikahan tersebut, Abdullah tetap mengenakan pakaian pengantin tradisional dan menetap di dalam rumah.<ref>Nawiri, Nihāyatu al-Arab, jld. 16, hlm. 57. </ref> | Aminah menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia saat itu dikenal sebagai perempuan terbaik dari kalangan Quraysh.<ref>Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld. 1, hlm. 156. </ref>Sebelum Abdullah melamar Aminah, sejumlah perempuan telah ditawarkan kepada Abdullah seperti putri Naufal bin Aasa, Fatimah binti Marra, Laila Adwiyah dan lainnya,<ref>Rujuk: Ibnu Katsir, ''al-Kāmil fi al-Tārikh'', jld. 2, hlm. 8. </ref> namun Abdullah menjatuhkan pilihan untuk meminang Aminah. Diceritakan, ketika Abdullah melamar Aminah, banyak perempuan yang patah hati dengan keputusan tersebut.<ref>Aisyah Abdurahman, ‘‘''Aminah Madare_e Payambar''’’, hlm. 103. </ref> Acara dan pesta pernikahan dua pembesar Quraysh tersebut berlangsung selama tiga malam tiga hari. Sepanjang pesta pernikahan tersebut, Abdullah tetap mengenakan pakaian pengantin tradisional dan menetap di dalam rumah.<ref>Nawiri, ''Nihāyatu al-Arab'', jld. 16, hlm. 57. </ref> | ||
Rumah yang menjadi kediaman pengantin baru tersebut memiliki tangga dari batu yang berhubungan langsung dengan pintu yang menghadap ke arah utara. Rumah tersebut memiliki halaman berukuran panjang 12 meter dengan lebar 6 meter. Pada bagian dinding sebelah kanan terdapat pintu yang mengarah kepada kubah. Ditengah rumah terdapat sebuah kamar yang dindingnya terbuat dari kayu dan merupakan kamar tidur utama dari rumah tersebut dan itu pula yang menjadi kamar pengantin mereka.<ref>Aisyah Abdurahman, | Rumah yang menjadi kediaman pengantin baru tersebut memiliki tangga dari batu yang berhubungan langsung dengan pintu yang menghadap ke arah utara. Rumah tersebut memiliki halaman berukuran panjang 12 meter dengan lebar 6 meter. Pada bagian dinding sebelah kanan terdapat pintu yang mengarah kepada kubah. Ditengah rumah terdapat sebuah kamar yang dindingnya terbuat dari kayu dan merupakan kamar tidur utama dari rumah tersebut dan itu pula yang menjadi kamar pengantin mereka.<ref>Aisyah Abdurahman, '' ‘‘Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 103. </ref> | ||
==Wafatnya Abdullah== | ==Wafatnya Abdullah== | ||
Baris 14: | Baris 14: | ||
Ketika Aminah mendengarkan kabar mengenai kematian suaminya, iapun bersenandung pilu: | Ketika Aminah mendengarkan kabar mengenai kematian suaminya, iapun bersenandung pilu: | ||
Menurut sebagian catatan sejarah, wafatnya Abdullah hanya berselang sedikit dengan kelahiran putranya, Muhammad.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 41. </ref> Sebagian pula menyebutkan, kematian cepat Abdullah pasca pernikahannya menunjukkan kehendak Allah swt, Muhammad lahir dari hubungan pernikahan Abdullah dan Aminah.<ref>Aisyah Abdurahman, | Menurut sebagian catatan sejarah, wafatnya Abdullah hanya berselang sedikit dengan kelahiran putranya, Muhammad.<ref>Aiti, ''Tārikh Payāmbar Islam'', hlm. 41. </ref> Sebagian pula menyebutkan, kematian cepat Abdullah pasca pernikahannya menunjukkan kehendak Allah swt, Muhammad lahir dari hubungan pernikahan Abdullah dan Aminah.<ref>Aisyah Abdurahman, '' ‘‘Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 128. </ref> | ||
==Kelahiran Muhammad Saw== | ==Kelahiran Muhammad Saw== | ||
Sauda binti Zuharah al-Kalabiyah adalah seorang pendeta Quraysh suatu hari berkata kepada Bani Zuharah, “Diantara kalian ada aka nada seorang perempuan yang akan memberikan peringatan atau akan ada seorang Nabi yang akan lahir. Pertemukanlah saya dengan setiap perempuan kalian untuk saya ketahui orangnya.” | Sauda binti Zuharah al-Kalabiyah adalah seorang pendeta Quraysh suatu hari berkata kepada Bani Zuharah, “Diantara kalian ada aka nada seorang perempuan yang akan memberikan peringatan atau akan ada seorang Nabi yang akan lahir. Pertemukanlah saya dengan setiap perempuan kalian untuk saya ketahui orangnya.” | ||
Setelah dipertemukan dengan kaum perempuan Quraysh, perempuan pendeta ini berkata mengenai Aminah, “Perempuan ini akan menjadi Nabi atau darinya akan lahir seorang nabi.”<ref>Aisyah Abdurahman, | Setelah dipertemukan dengan kaum perempuan Quraysh, perempuan pendeta ini berkata mengenai Aminah, “Perempuan ini akan menjadi Nabi atau darinya akan lahir seorang nabi.”<ref>Aisyah Abdurahman, '' ‘‘Aminah Madare_e Payambar’’'', hlm. 114, yang dinukil dari kitab Raudha al-Anfi, jld. 1, hlm. 4. </ref> | ||
Mengenai kehamilannya, Aminah pernah berkata, “Saya sama sekali tidak menyadari akan kehamilan saya dan tidak sebagaimana umumnya perempuan yang sedang mengidam, saya sama sekali tidak merasakan adanya hal-hal yang berat. Siapapun yang dekat dengan saya, baik saya dalam keadaan tidur atau terjaga dia akan berkata, “Saya rasa kamu ini sedang hamil?”. Maka saya berkata, “Saya tidak tahu.” Dikatakan kepada saya, “Kamu sedang mengandung seseorang yang akan menjadi pemimpin umat ini.” <ref>Nawiri, Nihayatu al-Arab, jld. 16, hlm. 64. </ref> | Mengenai kehamilannya, Aminah pernah berkata, “Saya sama sekali tidak menyadari akan kehamilan saya dan tidak sebagaimana umumnya perempuan yang sedang mengidam, saya sama sekali tidak merasakan adanya hal-hal yang berat. Siapapun yang dekat dengan saya, baik saya dalam keadaan tidur atau terjaga dia akan berkata, “Saya rasa kamu ini sedang hamil?”. Maka saya berkata, “Saya tidak tahu.” Dikatakan kepada saya, “Kamu sedang mengandung seseorang yang akan menjadi pemimpin umat ini.” <ref>Nawiri, ''Nihayatu al-Arab'', jld. 16, hlm. 64. </ref> | ||
Dalam periwayatan lain disebutkan, Aminah berkata, “Sewaktu yang mengandung, seseorang berkata kepada saya, anda telah mengandung janin yang kelak akan menjadi pemimpin ummat, ketika ia lahir, ucapkanlah: اعیذه بالواحد من شر کل حاسد dan berilah ia nama Muhammad."<ref>Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 158. </ref> | Dalam periwayatan lain disebutkan, Aminah berkata, “Sewaktu yang mengandung, seseorang berkata kepada saya, anda telah mengandung janin yang kelak akan menjadi pemimpin ummat, ketika ia lahir, ucapkanlah: اعیذه بالواحد من شر کل حاسد dan berilah ia nama Muhammad."<ref>Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld. 1, hlm. 158. </ref> | ||
Aminah melahirkan Muhammad pada hari 17 Rabi’ul Awal tahun Gajah, berbeda dengan versi Ahlusunnah yang meyakini peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. <ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 43. </ref> Berita kelahiran Muhammad menjadi kabar yang sangat menggembirakan bagi Bani Hasyim. Sewaktu berita tersebut sampai ke telinga Abu Lahab dan itu menggembirakan hatinya, ia membebaskan budaknya, Tsauibah Aslamiyah yang membawa kabar tersebut kepadanya.<ref>Aisyah Abdurrahman, Aminah Madar_e Payambar, hlm. 150. </ref> Abdul Muththalib memberikan nama Muhammad pada bayi yang dilahirkan Aminah, yang membuat kaum Quraisy bertanya-tanya mengapa dinamakan dengan nama itu. Abdul Muththalib menjawab, “Aku inginkan dia menjadi yang terpuji di langit dan di bumi.”<ref>Aisyah Abdurrahman, Aminah Madar_e Payambar, hlm. 153. </ref> | Aminah melahirkan Muhammad pada hari 17 Rabi’ul Awal tahun Gajah, berbeda dengan versi Ahlusunnah yang meyakini peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. <ref>Aiti, ''Tārikh Payāmbar Islam'', hlm. 43. </ref> Berita kelahiran Muhammad menjadi kabar yang sangat menggembirakan bagi Bani Hasyim. Sewaktu berita tersebut sampai ke telinga Abu Lahab dan itu menggembirakan hatinya, ia membebaskan budaknya, Tsauibah Aslamiyah yang membawa kabar tersebut kepadanya.<ref>Aisyah Abdurrahman, ''Aminah Madar_e Payambar'', hlm. 150. </ref> Abdul Muththalib memberikan nama Muhammad pada bayi yang dilahirkan Aminah, yang membuat kaum Quraisy bertanya-tanya mengapa dinamakan dengan nama itu. Abdul Muththalib menjawab, “Aku inginkan dia menjadi yang terpuji di langit dan di bumi.”<ref>Aisyah Abdurrahman, ''Aminah Madar_e Payambar'', hlm. 153. </ref> | ||
==Masa Mengasuh Muhammad== | ==Masa Mengasuh Muhammad== | ||
Aminah pasca melahirkan, ia mengasuh sendiri bayinya. Awalnya, karena disebabkan keterbatan materi dan ketidaksanggupan untuk menyewa pengasuh, Aminah menolak setiap tawaran orang yang hendak mengasuh bayinya. Namun pada akhirnya ia menyerahkan Muhammad dibawah pengasuhan Halimah Sa’diyah, karena Muhammad juga butuh pengasupan ASI. Setelah 2 tahun berada dalam pengasuhannya, Halimahpun membawa kembali Muhammad kepada ibu kandungnya, namun karena kecintaannya, ia meminta izin agar Muhammad tetap bersamanya beberapa tahun lagi dan tinggal bersamanya di perkampungan di gurun pasir. Aminah menyepakati permohonan tersebut.<ref>Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, hlm. 162-164. </ref>Ketika Muhammad berusia 5 tahun 2 hari, ia mengembalikan Muhammad kepada ibunya.<ref>Ibnu Abdul Barra, al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb, jld. 1, hlm. 29. </ref> | Aminah pasca melahirkan, ia mengasuh sendiri bayinya. Awalnya, karena disebabkan keterbatan materi dan ketidaksanggupan untuk menyewa pengasuh, Aminah menolak setiap tawaran orang yang hendak mengasuh bayinya. Namun pada akhirnya ia menyerahkan Muhammad dibawah pengasuhan Halimah Sa’diyah, karena Muhammad juga butuh pengasupan ASI. Setelah 2 tahun berada dalam pengasuhannya, Halimahpun membawa kembali Muhammad kepada ibu kandungnya, namun karena kecintaannya, ia meminta izin agar Muhammad tetap bersamanya beberapa tahun lagi dan tinggal bersamanya di perkampungan di gurun pasir. Aminah menyepakati permohonan tersebut.<ref>Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', hlm. 162-164. </ref>Ketika Muhammad berusia 5 tahun 2 hari, ia mengembalikan Muhammad kepada ibunya.<ref>Ibnu Abdul Barra, ''al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb'', jld. 1, hlm. 29. </ref> | ||
==Perjalanan ke Madinah dan Wafatnya== | ==Perjalanan ke Madinah dan Wafatnya== | ||
Aminah pada tahun ketujuh tahun Gajah mengajak Muhammad melakukan perjalanan ke Yastrib untuk menziarahi makam ayahnya di kota tersebut. Sayangnya, dalam perjalanan kembali dari Yastrib, Aminah meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Abwah. Ummu Aimanlah yang kemudian mengantar Muhammad untuk kembali ke Mekah dan tiba 5 hari setelahnya di kota tersebut.<ref>Ibnu Abdul Barra, al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb, jld. 1, hlm. 30. </ref> | Aminah pada tahun ketujuh tahun Gajah mengajak Muhammad melakukan perjalanan ke Yastrib untuk menziarahi makam ayahnya di kota tersebut. Sayangnya, dalam perjalanan kembali dari Yastrib, Aminah meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Abwah. Ummu Aimanlah yang kemudian mengantar Muhammad untuk kembali ke Mekah dan tiba 5 hari setelahnya di kota tersebut.<ref>Ibnu Abdul Barra, ''al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb'', jld. 1, hlm. 30. </ref> | ||
==Peristiwa Beristighfarnya Nabi Muhammad saw== | ==Peristiwa Beristighfarnya Nabi Muhammad saw== | ||
Disebutkan oleh sejumlah perawi bahwa sepulangnya [[Nabi Muhammad saw]] dari [[perang Tabuk]], ia memutuskan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu, ia melakukan perjalanan dari kota Madinah ke Mekah. Ditengah perjalanan setibanya di makam ibunya, dalam doanya ia meminta agar ibunya diampunkan dosa-dosanya, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah swt. Peristiwa tersebut menandai turunnya ayat <ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 283. </ref>: | Disebutkan oleh sejumlah perawi bahwa sepulangnya [[Nabi Muhammad saw]] dari [[perang Tabuk]], ia memutuskan untuk melakukan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu, ia melakukan perjalanan dari kota Madinah ke Mekah. Ditengah perjalanan setibanya di makam ibunya, dalam doanya ia meminta agar ibunya diampunkan dosa-dosanya, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah swt. Peristiwa tersebut menandai turunnya ayat <ref>Suyuti, ''al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur'', jld. 3, hlm. 283. </ref>: | ||
آیه وَمَا کانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِياهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ | آیه وَمَا کانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِياهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ | ||
Baris 50: | Baris 50: | ||
Penyebab menangisnya Rasulullah saw adalah hal tersebut.”<ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 284. </ref> | Penyebab menangisnya Rasulullah saw adalah hal tersebut.”<ref>Suyuti, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bil Mātsur, jld. 3, hlm. 284. </ref> | ||
Menurut versi [[Syiah]], riwayat-riwayat diatas tidak mutawatir, karena Syiah secara ijma meyakini bahwa Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]] serta kakek Rasulullah saw sampai ke [[Nabi Adam As]] kesemuanya adalah orang-orang beriman.<ref>Aiti, Tārikh Payāmbar Islam, hlm. 42. </ref>Aqidah Syiah tersebut terdapat dalam literatur-literatur Syiah. Sebagaimana yang disampaikan Imam Shadiq As, “Jibril As menemui Rasulullah saw dan berkata, Wahai Muhammad! [[Allah swt]] menitip salam untukmu dan berfirman, “Aku telah mengharamkan neraka Jahannam buat sulbi yang engkau lalui, buat rahim yang mengandungmu dan pangkuan yang mengasuhmu. Sulbi itu adalah sulbi Abdullah bin Abdul Muththalib, rahim itu rahim Aminah binti Wahab dan pangkuan itu pangkuan Abu Thalib –menurut versi yang diriwayatkan Ibn Fadhal- dan Fatimah binti Asad.”<ref>Kulaini, al-Kāfi, jld. 1, hlm. 446. </ref> | Menurut versi [[Syiah]], riwayat-riwayat diatas tidak mutawatir, karena Syiah secara ijma meyakini bahwa Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan [[Abdullah bin Abdul Muththalib]] serta kakek Rasulullah saw sampai ke [[Nabi Adam As]] kesemuanya adalah orang-orang beriman.<ref>Aiti, ''Tārikh Payāmbar Islam'', hlm. 42. </ref>Aqidah Syiah tersebut terdapat dalam literatur-literatur Syiah. Sebagaimana yang disampaikan Imam Shadiq As, “Jibril As menemui Rasulullah saw dan berkata, Wahai Muhammad! [[Allah swt]] menitip salam untukmu dan berfirman, “Aku telah mengharamkan neraka Jahannam buat sulbi yang engkau lalui, buat rahim yang mengandungmu dan pangkuan yang mengasuhmu. Sulbi itu adalah sulbi Abdullah bin Abdul Muththalib, rahim itu rahim Aminah binti Wahab dan pangkuan itu pangkuan Abu Thalib –menurut versi yang diriwayatkan Ibn Fadhal- dan Fatimah binti Asad.”<ref>Kulaini, ''al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 446. </ref> | ||
Selain itu, riwayat-riwayat yang menjadi dasar keyakinan bahwa Aminah binti Wahab meninggal dalam keadaan kufur memiliki sejumlah kejanggalan, sebagaimana misalnya yang disampaikan Allamah Amini yang menulis, “Apakah Nabi Muhammad saw di hari Tabuk, itupun setelah ayatnya turun sampai saat itu tidak mengetahui bahwa Ia dan sahabat-sahabatnya tidak diperkenankan untuk mengharapkan ampunan untuk penyembah berhala?. Dan bagaimana mungkin Nabi Muhammad menginginkan dari Allah swt agar ibunya diampuni? apakah Nabi menganggap ibunya berbeda dengan manusia yang lain?. Apakah riwayat ini hanya rekayasa yang sengaja dibuat-dibuat untuk menjatuhkan kehormatan Rasulullah saw dan kesucian silsilahnya dengan menyebut ibunya adalah penyembah berhala?.”<ref>Al-Ghadir, matan Arab, cet. 5, jld. 8, hlm. 10-12. </ref> | Selain itu, riwayat-riwayat yang menjadi dasar keyakinan bahwa Aminah binti Wahab meninggal dalam keadaan kufur memiliki sejumlah kejanggalan, sebagaimana misalnya yang disampaikan Allamah Amini yang menulis, “Apakah Nabi Muhammad saw di hari Tabuk, itupun setelah ayatnya turun sampai saat itu tidak mengetahui bahwa Ia dan sahabat-sahabatnya tidak diperkenankan untuk mengharapkan ampunan untuk penyembah berhala?. Dan bagaimana mungkin Nabi Muhammad menginginkan dari Allah swt agar ibunya diampuni? apakah Nabi menganggap ibunya berbeda dengan manusia yang lain?. Apakah riwayat ini hanya rekayasa yang sengaja dibuat-dibuat untuk menjatuhkan kehormatan Rasulullah saw dan kesucian silsilahnya dengan menyebut ibunya adalah penyembah berhala?.”<ref>''Al-Ghadir'', matan Arab, cet. 5, jld. 8, hlm. 10-12. </ref> | ||
Allamah Amini menambahkan, “Sebagian menafsirkan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan memohon ampunan untuk mayat<ref>Amini, al-Ghadir, jld. 8, hlm. 18. </ref> sehingga tidak sesuai dengan riwayat-riwayat tersebut.”<ref>Thabari, Jāmi’ al-Bayān, jld. 11, hlm. 33. </ref> | Allamah Amini menambahkan, “Sebagian menafsirkan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan memohon ampunan untuk mayat<ref>Amini, ''al-Ghadir'', jld. 8, hlm. 18. </ref> sehingga tidak sesuai dengan riwayat-riwayat tersebut.”<ref>Thabari, ''Jāmi’ al-Bayān'', jld. 11, hlm. 33. </ref> | ||
==Catatan Kaki== | ==Catatan Kaki== | ||
Baris 62: | Baris 62: | ||
==Daftar Pustaka== | ==Daftar Pustaka== | ||
*Aiti, Muhammad Ibrahim, Tārikh Payāmbar Islam, riset: Abu al-Qasim Garachi, penerbit Universitas Tehran, Tehran. 1378 S. | *Aiti, Muhammad Ibrahim, '' Tārikh Payāmbar Islam'', riset: Abu al-Qasim Garachi, penerbit Universitas Tehran, Tehran. 1378 S. | ||
*Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad, al-Kāmil fi al-Tārikh, Dar Shar, Beirut. | *Ibnu Atsir, Ali bin Muhammad, ''al-Kāmil fi al-Tārikh'', Dar Shar, Beirut. | ||
*Ibnu Abdu al-Barra, Yusuf bin Abdullah, al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb, riset: Ali Muhammad Bajawi, Dar al-Jail, Beirut. | *Ibnu Abdu al-Barra, Yusuf bin Abdullah, ''al-Isti’āb fi Ma’rifah al-Ashhāb'', riset: Ali Muhammad Bajawi, Dar al-Jail, Beirut. | ||
*Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, riset: Ibrahim Abyari, Musthafa Saqa, Abdul Hafidz Syabali, Dar al-Ma’rifah, Beirut. | *Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', riset: Ibrahim Abyari, Musthafa Saqa, Abdul Hafidz Syabali, Dar al-Ma’rifah, Beirut. | ||
*Amini, Abdul al-Husain, al-Ghadir, terj. Akbar Tsabut, cet. 5, Bunyad Bi’tsat, Tehran, 1391 S. | *Amini, Abdul al-Husain, ''al-Ghadir'', terj. Akbar Tsabut, cet. 5, Bunyad Bi’tsat, Tehran, 1391 S. | ||
*Zarqani, Muhammad bin Abdl Baqi, Syarh al-‘Allamah al-Zarqani ‘ala al-Mawāhib al-Daniyah bin Manh al-Muhammadiyah, riset: Muhammad Abdul Aziz al-Khalidi, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut. | *Zarqani, Muhammad bin Abdl Baqi, ''Syarh al-‘Allamah al-Zarqani ‘ala al-Mawāhib al-Daniyah bin Manh al-Muhammadiyah'', riset: Muhammad Abdul Aziz al-Khalidi, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut. | ||
*Suyuti, Abdurahman bin Abi Bakar, al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Mātsur, Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi Najafi, Qom. | *Suyuti, Abdurahman bin Abi Bakar, ''al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Mātsur'', Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi Najafi, Qom. | ||
*Thabari, Muhammad bin Jarir, Jāmi’ al-Bayān fi Tafsir al-Qur’an (Tafsir Thabari), Dar al-Ma’rifah, Beirut. | *Thabari, Muhammad bin Jarir, ''Jāmi’ al-Bayān fi Tafsir al-Qur’an'' '' (Tafsir Thabari) '', Dar al-Ma’rifah, Beirut. | ||
*Aisyah Abdurahman binti al-Syathi, Aminah Madar_e Payāmbar | *Aisyah Abdurahman binti al-Syathi, ''Aminah Madar_e Payāmbar '', terj. Sayid Muhammad Taqi Sajjadi, cet. 3, Muassasah Intisyarat Nabawi, Tehran, 1379 S. | ||
*Nawiri, Ahmad bin Abdul Wahab, Nihāyah al-Arab fi Funun al-Adab, Dar al-Kutub wa al-Watsaiq al-Qaumiyah, Kairo. | *Nawiri, Ahmad bin Abdul Wahab, ''Nihāyah al-Arab fi Funun al-Adab'', Dar al-Kutub wa al-Watsaiq al-Qaumiyah, Kairo. | ||
{{Nabi Muhammad}} | {{Nabi Muhammad}} |