Pengguna anonim
Muslim bin Aqil: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>E.amini Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Muslim bin Aqil bin Abi Thalib''' (Bahasa Arab: {{ia|مسلم بن عقیل بن ابی طالب}} ) adalah keponakan dari [[Imam Husain As]] dan termasuk salah satu tokoh [[Islam]] yang berperan penting dalam kebangkitan melawan [[Yazid bin Muawiyah]]. Ia syahid di [[Kufah]] beberapa hari sebelum terjadinya [[Peristiwa Asyura|peristiwa Asyura]] di Karbala.<ref>Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālinbin, hlm. 52. </ref> | '''Muslim bin Aqil bin Abi Thalib''' (Bahasa Arab: {{ia|مسلم بن عقیل بن ابی طالب}} ) adalah keponakan dari [[Imam Husain As]] dan termasuk salah satu tokoh [[Islam]] yang berperan penting dalam kebangkitan melawan [[Yazid bin Muawiyah]]. Ia syahid di [[Kufah]] beberapa hari sebelum terjadinya [[Peristiwa Asyura|peristiwa Asyura]] di [[Karbala]].<ref>Abu al-Faraj Isfahani, ''Maqātil al-Thālinbin'', hlm. 52. </ref> | ||
Muslim adalah utusan | Muslim adalah utusan Imam Husain As yang lebih dulu menuju ke [[Kufah]] untuk memastikan bahwa undangan dan ajakan penduduk Kufah yang ditujukan kepada Imam Husain As adalah benar adanya dan setelah itu, ia akan melaporkan kepada Imam Husain As kondisi dan situasi terakhir dari kota tersebut. Ia menulis surat yang melaporkan kondisi Kufah kepada Imam Husain As, 27 hari sebelum ia syahid <ref>Al-Thabari, Muhammad bin Jarir, ''Tārikh al-Thabari'', jld. 4, hlm. 297. </ref> dan menceritakan tentang persiapan penduduk Kufah untuk menyambut kedatangan Imam Husain As bersama kafilahnya. Namun melalui intervensi dan teror dari penguasa Kufah saat itu, [[Ubaidillah bin Ziyad]], membuat penduduk Kufah berada dalam ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan akhirnya dibunuh pada [[hari Arafah]]<ref>1. hlm. 593. </ref> tahun 60 H oleh kaki tangan [[Ibnu Ziyad]]. | ||
==Nasab, Hari Kelahiran dan Kesyahidannya== | ==Nasab, Hari Kelahiran dan Kesyahidannya== | ||
Hari kelahiran Muslim bin Aqil tidak dapat dipastikan, namun sebagian | Hari kelahiran Muslim bin Aqil tidak dapat dipastikan, namun sebagian sejarawan menyebutkan ketika ia mencapai kesyahidannya pada hari ke-9 [[Dzulhijjah]] tahun 60 H di Kufah, usianya sekitar 28 tahun. <ref>Syahidi, Sayid Ja'far, ''Qiyām Husain As'', Teheran, Daftar Nasyr Farhanggi Islami, 1380, hlm. 122. </ref> Ayahnya adalah [[Aqil]], putera dari [[Abu Thalib]] <ref>Ibn Abdul Bar, ''al-Isti'āb'', jld. 3, hlm. 1079. </ref> yang dikenal sebagai paling fasihnya orang Arab <ref>Ibn Abdul Bar, ''al-Istidzkār'', jld. 8, hlm. 249. </ref> dari suku [[Qurasy]]. | ||
Ibunya adalah seorang budak yang dibeli oleh Aqil di kota [[Syam]]. <ref>Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 52. </ref> Baladzuri menyebutkan namanya adalah Haliyah. <ref>Al-Balādzuri, | Ibunya adalah seorang budak yang dibeli oleh Aqil di kota [[Syam]]. <ref>Abu al-Faraj Isfahani, ''Maqātil al-Thālibin'', hlm. 52. </ref> Baladzuri menyebutkan namanya adalah Haliyah. <ref>Al-Balādzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 3, hlm. 224. </ref> | ||
[[Ibnu Habban]] ( | |||
[[Baladzuri]] memperkenalkan Muslim sebagai | [[Ibnu Habban]] (wafat 345 H) salah seorang ulama [[Ahlusunnah]] menulis, “Muslim bin Aqil bin Abi Thalib Hasyimi, panggilan akrabnya Abu Daud di kalangan keturunan [[Abdul Muthalib]] ia sangat mirip dengan [[Nabi Muhammad Saw]]. Ia termasuk dalam golongan sahabat [[Nabi Muhammad Saw]]. <ref>Ibn Haban, ''al-Tsiqāt'', jld. 5, Muassasah al-Kutub al-Tsaqifah, hlm. 391, 1393 H. </ref> | ||
[[Baladzuri]] memperkenalkan Muslim sebagai putra Aqil yang paling pemberani. <ref>Al-Baladzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 2, hlm. 77. </ref> Ia dimakamkan di sisi [[Masjid Kufah]] di [[Irak]]. <ref>Al-Sayid al-Baraqi, ''Tārikh al-Kufah'', hlm. 98. </ref> | |||
==Istri dan Keturunannya== | ==Istri dan Keturunannya== | ||
[[Abu al-Farj al-Isfahani]] menulis, “Muslim tidak memiliki keturunan. <ref>Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 52. </ref>Namun oleh | [[Abu al-Farj al-Isfahani]] menulis, “Muslim tidak memiliki keturunan. <ref>Abu al-Faraj Isfahani, ''Maqātil al-Thālibin'', hlm. 52. </ref>Namun oleh sejarawan lain, ia diyakini memiliki anak laki-laki dan perempuan. Thabari misalnya, berpendapat salah satu putranya bernama Abdullah bin Muslim bin Aqil, yang terbunuh di [[Karbala]] oleh Amru bin Shabih Shadai yang memanahnya dan tepat kena didahinya, yang menyebabkan kesyahidannya.<ref>''Tārikh Thabari'', jld. 4, hlm. 341. </ref> | ||
Thabari menulis, ibu dari Abdullah bin Muslim bernama Ruqayyah, putri [[Imam Ali As]], dan ibu dari Ruqayyah adalah seorang mantan budak. Sebagian sejarawan lainnya berpendapat, yang membunuh Abdullah adalah Asid bin Malik al-Khadrami. <ref>Thabari, jld. 4, hlm. 359. </ref> | |||
Thabari di lain tempat menyebutkan, pembunuh Abdullah adalah Zaid bin Raqad, yang kemudian hari dibunuh atas perintah [[Mukhtar]]. <ref>Thabari, jld. 4, hlm. 534. </ref> | |||
Qadhi Nu'man al-Maghribi juga meyakini keberadaan Abdullah bin Muslim, dan menyebut ibunya bernama Ruqayyah binti Ali. Ia juga menegaskan bahwa Abdullah syahid di [[Karbala]] dan pembunuhnya bernama Amru bin Shabih <ref>Al-Qadhi al-Nu'man al-Maghribi, ''Syarh al-Akbhār'', jld. 3, hlm. 195. </ref> Syaikh Thusi juga membenarkan pendapat tersebut.<ref>''Rijāl al-Thusi'', hlm. 103. </ref> | |||
Sementara Baladzuri meyakini bahwa pembunuh Abdullah bin Muslim bernama Zaid bin Raqad al-Junubi yang memanah tepat didahinya yang menyebabkan kesyahidannya di Karbala. <ref>Al-Baladzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 6, hlm. 407-408. </ref> Meski demikian di tempat yang lain, Baladzuri menyebutkan kemungkinan pembunuhnya bernama Amru bin Shabih al-Shaidawi, dengan proses kesyahidan yang sama. <ref>Al-Baladzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 3, hlm. 200. </ref> | |||
Dzahabi menuliskan, Muslim bin Aqil memiliki dua putra, Abdullah dan Abdurrahman. Keduanya turut gugur bersama para syuhada lainnya di padang Karbala. <ref>Al-Dzahabi, ''Siar A'lām al-Nubalā'', jld. 3, hlm. 320. </ref> | |||
Ibn Makula memberikan catatan bahwa Muslim bin Aqil juga memiliki putri bernama Ummu Hamidah, yang kemudian menikah dengan Abdullah bin Muhammad bin Aqil bin Abi Thalib, dan melahirkan seorang putra bernama Muhammad. <ref>Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, jld. 6, hlm. 235. </ref> Pada sebagian literatur lainnya menyebutkan putri Muslim bin Aqil tersebut bernama Hamidah. <ref>Ibnu ‘Anabah, ''‘Umdah al-Thālib'', hlm. 32. </ref> | |||
[[Thabarsi]] menulis, “Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib As adalah istri Muslim bin Aqil yang melahirkan putra-putra bernama Abdullah, yang syahid di Karbala, Ali dan Muhammad.<ref>Al-Thabarsi, ''I'lām al-Wara bi ‘Alām al-Huda'', jld. 1, hlm. 397. </ref> | |||
[[Ibnu Qutaibah]] berkenaan dengan keturunan Muslim bin Aqil menulis, “Abdulllah dan Ali –yang ibunya bernama Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib-, Muslim bin Muslim dan Abdul Aziz.<ref>Ibnu Qutaibah, ''al-Ma'ārif'', hlm. 204. </ref> Untuk kedua putranya yang terakhir ini, Ibnu Qutaibah tidak menuliskan mengenai ibunya. | |||
Baladzuri menulis bahwa keturunan Muslim bin Aqil adalah, “Abdullah dan Ali yang ibunya adalah Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib As. Muslim bin Muslim yang ibunya berasal dari Thaifah bani ‘Amir bin Sha'sha'a, Abdullah yang ibunya seorang mantan budak dan Muhammad.” Yang terakhir ini, Baladzuri tidak menuliskan apa-apa mengenai ibunya. <ref>Al-Baladzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 2, hlm. 70-71. </ref> | |||
Baladzuri berpendapat nama ibu dari Ruqayyah adalah Shahba. Ia menulis, “Dia adalah Ummu Habiba binti Habib bin Bajuiz Taghlabi yang berasal dari daerah ‘Ain al Tamr.” Baladzuri menambahkan, “Ruqayya menikah dengan Muslim bin Aqil bin Abi Thalib.” <ref>Al-Baladzuri, ''Ansāb al-Asyrāf'', jld. 2, hlm. 192. </ref> | |||
Sebagian dari literatur sejarah, dari dua putra Muslim yang disebutkan, setelah kesyahidan Imam Husain As, keduanya menjadi tawanan dan setelah dipenjara di Kufah, atas perintah [[Ibnu Ziyad |Ubaidullah bin Ziyad]] keduanya dibunuh di penjara. <ref>Al-Shaduq, ''al-Amāli'', hlm. 143-148. </ref> | |||
Sebagian dari literatur sejarah, dari dua | |||
==Wakil Imam Husain As di Kufah== | ==Wakil Imam Husain As di Kufah== | ||
Sewaktu | Sewaktu Imam Husain keluar dari [[Madinah]] menuju [[Mekah]], Muslim bin Aqil adalah salah seorang yang menemaninya. Dengan banyaknya surat dari warga Kufah yang sampai kepada Imam Husain As sebagai bentuk dukungannya kepada Imam, ia mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah untuk melihat situasinya dan memastikan dukungan tersebut adalah sesuatu yang benar adanya. Muslim bin Aqilpun bergerak menuju Kufah atas perintah sang Imam. <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, ''al-Akhbār al-Thiwāl'', hlm. 230. </ref> Dalam literatur sejarah disebutkan, bersama Muslim ikut Qais bin Mashar, Shaidawi, Ammarah bin Abdul Saluli dan Abdurrahman bin Abdullah Arhabi. Mereka diminta jika melihat bahwa warga Kufah konsisten terhadap pilihan mereka mendukung Imam Husain As dan akan memberikan pembelaan, sebagaimana yang mereka tulis dalam surat-surat mereka, agar segera menyampaikan kabarnya kepada Imam Husain As. <ref>Al-Mufid, ''al-Irsyād'', hlm. 295-297; ''Terjemahan Irsyād'', hlm. 339-342. </ref> | ||
Setibanya Muslim bin Aqil di Kufah, ia menetap di kediaman [[Mukhtar bin Abi Ubaidah]]. Warga Kufah yang mengetahui keberadaannya di rumah tersebut, berdatangan untuk mendengarkan surat Imam Husain As dibacakan oleh Muslim bin Aqil. <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, ''al-Akhbār al-Thiwāl'', hlm. 231. </ref> Catatan lain menyebutkan, bahwa rumah yang ditempati Muslim bin Aqil di Kufah adalah kediaman ‘Ausajah, sebagaimana yang ditulis oleh Mas'udi <ref>Al-Mas'udi, ''Muruj al-Dzahab wa Ma'ādin al-Jauhar'', jld. 3, hlm. 54. </ref> dan Ibnu Jauzi juga meyakini hal yang sama dengan menulis, Muslim bin Aqil tinggal dirumah seseorang yang bernama Ibn ‘Ausajah selama menetap sementara di Kufah. <ref>Ibnu al-Jauzi, ''al-Muntadzam fi Tarikh al-Umum wa al-Muluk'', jld. 5, hlm. 325. </ref> | |||
Ibnu ‘Asakir menulis, “Di Kufah 12 ribu orang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain As melalui kesaksian Muslim bin Aqil.” <ref>Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Damsyik, jld. 14, hlm. 213. </ref> Sebagian sejarahwan lainnya menyebutkan jumlah total warga Kufah yang berbaiat sebanyak 18 ribu orang <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Akhbār al-Thawāl, hlm. 235. </ref> dan sebagian lagi menyebutkan lebih dari 30 ribu orang. <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Imamāh wa Siyāsah, jld. 2, hlm. 8. </ref> | Ibnu ‘Asakir menulis, “Di Kufah 12 ribu orang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain As melalui kesaksian Muslim bin Aqil.” <ref>Ibnu Asakir, Tarikh Madinah Damsyik, jld. 14, hlm. 213. </ref> Sebagian sejarahwan lainnya menyebutkan jumlah total warga Kufah yang berbaiat sebanyak 18 ribu orang <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Akhbār al-Thawāl, hlm. 235. </ref> dan sebagian lagi menyebutkan lebih dari 30 ribu orang. <ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, al-Imamāh wa Siyāsah, jld. 2, hlm. 8. </ref> | ||
Baris 44: | Baris 49: | ||
Dengan banyaknya dari warga Kufah yang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain As dan menyambut kedatangan Muslim bin Aqil dengan antusias, membuat mata-mata kerajaan menyampaikan hal tersebut kepada Yazid bin Muawiyah sambil menyebutkan bahwa Nu'man bin Basyir lemah sebagai penguasa Kufah, sehingga harus diganti dengan yang lain yang lebih mampu meredam suasana yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Yazid. Atas laporan tersebut, Yazid menurunkan Nu'man bin Basyir sebagai gubernur Kufah dan mengangkat [[Ubaidillah bin Ziyad]], gubernur [[Basrah]] saat itu, sekaligus sebagai penguasa di Kufah.<ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, ''al-Akhbār al-Thiwāl'', hlm. 231. </ref> | Dengan banyaknya dari warga Kufah yang menyatakan baiatnya kepada Imam Husain As dan menyambut kedatangan Muslim bin Aqil dengan antusias, membuat mata-mata kerajaan menyampaikan hal tersebut kepada Yazid bin Muawiyah sambil menyebutkan bahwa Nu'man bin Basyir lemah sebagai penguasa Kufah, sehingga harus diganti dengan yang lain yang lebih mampu meredam suasana yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Yazid. Atas laporan tersebut, Yazid menurunkan Nu'man bin Basyir sebagai gubernur Kufah dan mengangkat [[Ubaidillah bin Ziyad]], gubernur [[Basrah]] saat itu, sekaligus sebagai penguasa di Kufah.<ref>Ibnu Qutaibah al-Dainuri, ''al-Akhbār al-Thiwāl'', hlm. 231. </ref> | ||
Dengan datangnya Ubaidillah bin Ziyad di Kufah, Muslim bin Aqil meninggalkan rumah Mukhtar dan menetap di rumah [[Hani bin ‘Urwah]], salah seorang pembesar Kufah. Seberapapun usaha Muslim bin Aqil tetap melakukan kontak dengan Syiah meski dalam keadaan sembunyi-sembunyi, namun mata-mata [[Ubaidillah bin Ziyad]] | Dengan datangnya Ubaidillah bin Ziyad di Kufah, Muslim bin Aqil meninggalkan rumah Mukhtar dan menetap di rumah [[Hani bin ‘Urwah]], salah seorang pembesar Kufah. Seberapapun usaha Muslim bin Aqil untuk tetap melakukan kontak dengan Syiah meski dalam keadaan sembunyi-sembunyi, namun mata-mata [[Ubaidillah bin Ziyad]] berhasil mengetahuinya, termasuk tempat persembunyian Muslim bin Aqil. Tidak lama, Hani bin ‘Urwah ditangkap dan dipaksa untuk menyerahkan Muslim bin Aqil. | ||
Dengan adanya peristiwa tersebut, Kabilah | Dengan adanya peristiwa tersebut, Kabilah Mudzhaj berkumpul di sekitar istana Ubaidillah bin Ziyad, mereka melakukan protes jika penangkapan tersebut betul-betul terjadi. Dengan adanya protes itu, Ibnu Ziyad memerintahkan kepada Syarih Qadhi untuk melakukan kebohongan kepada kabilah tersebut, sambil berusaha memecah belah diantara mereka. Dengan dukungan 4 ribu orang, Muslim bin Aqil melakukan blokade terhadap istana Ibnu Ziyad dan berunjuk rasa. Mereka meneriakkan slogan, ''“Wahai penolong ummat”''. <ref>''Farzandan_e Ali Abi Thalib'', terjemahan, jld. 1, hlm. 147. </ref> | ||
Melihat keadaan tersbeut, Ubadillah mengumpulkan para pembesar Kufah dan | Melihat keadaan tersbeut, Ubadillah mengumpulkan para pembesar Kufah dan meminta kepada masing-masing kabilah untuk mengingatkan kabilahnya, bahwa jika kondisi tersebut dibiarkan, pasukan Yazid bin Muawiyah akan menyerang Kufah dan akan membawa bencana bagi seluruh warga kota tersebut. | ||
Para pembesar tersebut pun mengingatkan kabilahnya masing-masing. Taktik tersebut berhasil | Para pembesar tersebut pun mengingatkan kabilahnya masing-masing. Taktik tersebut berhasil menyebabkan pendukung Muslim bin Aqil mulai berpecah-belah, sampai jumlahnya berkurang drastis. Pada akhirnya, Muslim bin Aqil benar-benar sendiri bahkan rumah untuk dia menginappun tidak ada. Suatu malam, seorang perempuan bernama Thau'ah, melihat seorang pria beristrahat di depan rumahnya. Iapun membawakan air minum untuk pria malang itu. Thau'ah kemudian mengenalinya sebagai Muslim bin Aqil, dan memintanya beristrahat di dalam rumah. Anak laki-laki perempuan tersebut melihat kejadian itu, dan keesokan harinya, ia melaporkan kepada Abdurrahman bin Muhammad bin Asy'ab akan keberadaan Muslim bin Aqil di rumahnya. Atas perintah Ibnu Ziyad, Muhammad bin Asy'ab bersama 70 orang lainnya berhasil menangkap Muslim bin Aqil dan bermaksud membawanya ke istana. | ||
Pasca penangkapan, Muhammad bin Asy'ab berkata kepada Muslim, jika Muslim menyerah dan bersedia bekerjasama untuk dihadapkan dengan Ibnu Ziyad maka keselamatan nyawanya akan | Pasca penangkapan, Muhammad bin Asy'ab berkata kepada Muslim, jika Muslim menyerah dan bersedia bekerjasama untuk dihadapkan dengan Ibnu Ziyad maka keselamatan nyawanya akan ia jamin. Muslim bin Aqil pun bersedia dipertemukan dengan Ibnu Ziyad. Namun atas perintah Ibnu Ziyad, Muslim bin Aqil diminta dibawa ke atas istana, dan dihukum mati di tempat tersebut. <ref>Al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 53-63. </ref> | ||
Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh [[Hani bin ‘Urwah]]. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada [[Yazid bin Muawiyah]].<ref>Ibnu A'tzam al-Kufi, ''al-Futuh'', jld. 5, hlm. 62. </ref> | Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh [[Hani bin ‘Urwah]]. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada [[Yazid bin Muawiyah]].<ref>Ibnu A'tzam al-Kufi, ''al-Futuh'', jld. 5, hlm. 62. </ref> |