Pengguna anonim
Tauhid: Perbedaan antara revisi
→Tauhid dalam Hadis
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Hindr |
||
Baris 60: | Baris 60: | ||
==Tauhid dalam Hadis== | ==Tauhid dalam Hadis== | ||
Makna yang berkaitan dengan tauhid dalam hadis, khususnya hadis-hadis [[Ahlulbait As]], memiliki sastra yang luas. Di tengah-tengah ini semua, pidato tauhid [[Amirul Mukminin As|Amirul Mukminin Ali As]] sangatlah populer. Sejumlah hadis ini dalam tafsir dan penjelasan ayat-ayat tauhid [[Al-Quran]] mengetengahkan poin-poin ajaran tauhid, dan dalam sebagian tempat menjelaskan tentang argumentasi keesaan Allah dan maksud dari keesaan itu sendiri. | |||
Penafian ajaran-ajaran non tauhid dan sikap-sikap non monoteis serta kesyirikan juga termasuk topik hadis-hadis ini. Kedudukan keyakinan terhadap tauhid dalam agama juga diketengahkan dalam sejumlah hadis. Menurut dasar hadis ini, beberapa pakar hadis menyiapkan karya dalam topik tauhid dengan nama atau nama serupa. Dengan memperhatikan keluasan hadis-hadis tauhid, dalam tulisan ini hanya cukup menuturkan beberapa contoh saja. | |||
Menurut hadis, keyakinan akan tauhid merupakan amal hati terbaik dan ''muwahhid'' (orang yang mengesakan Tuhan) terjauhkan dari azab dan ibarat paling dikasihi disisi Allah adalah ''La Ilaha Illa Allah''. [[Imam Ridha As]] dalam sebuah hadis masyhur, ''Silsilah al-Dzahab'', berkata, jika kalimat ini dipraktekkan dengan syaratnya (seperti wilayah kewenangan), maka akan menjadi tempat pelindung dan benteng keamanan Allah. Pada dasarnya pondasi agama adalah ma’rifah kepada Allah, yakni mengesakan-Nya dan ini juga merupakan ibadah kepada Allah. <ref>Ibn Babawaih, hlm. 34, 35, 57. </ref> | |||
===Makna Keesaan=== | ===Makna Keesaan=== | ||
Hadis-hadis [[Amirul Mukminin As|Amirul Mukminin]] dan [[Imam-imam Syiah|para imam]] lainnya, sebelumnya menjelaskan dan menerangkan maksud dari keesaan. Penafian kesatuan bilangan dan I’tibari (relatif) serta penafsiran Esa dengan keabsolutan dzat dan tidak ada keserupaan dari satu sisi dan dari sisi lain juga menegaskan akan keluasan keesaan hak Allah dari pemahaman akal, telah dijelaskan dengan pelbagai ungkapan. Penjelasan tauhid dan penafian kesatuan bilangan dalam penjelasan [[Imam Ali|Imam Ali As]] dituturkan sebagai berikut: Satu dapat dijelaskan menjadi empat bagian, dua bilangannya tidak dapat digunakan untuk Allah dan dua lainnya dapat dibenarkan. | |||
Dua ibarat pertama adalah satu bilangan, dengan arti satu di hadapan dua sampai seterusnya, satu sebuah jenis dengan arti spesies dari sebuah jenis (atau bagian dari sebuah spesies). | |||
Dua lainnya adalah satu dengan arti tidak ada sepadan dan sekutu, satu dengan arti hakikat simpel (basit), yang tidak terealisasikan di luar, dalam akal, khayalan dan juga tidak dapat dibagi. Imam menjelaskan bagian akhir dengan topik ''ihda al-Ma’na'' dan menambahkan, ''kazalika Allah Rabbuna''. Sebagaimana dalam [[Surah Al-Maidah|surah Al-Maidah]] ayat 73, dimana topik tersebut menolak Trinitas Nasrani, merupakan bukti akan penafian satu bilangan Allah. <ref>Ibid., hlm. 83, 84; Qadhi Said Qummi, jild. 2, hlm. 15-16. </ref> | |||
Ungkapan ''Wâhid la min ‘Adad'', dalam hadis [[Imam Ali|Imam Ali As]] <ref>Rujuk Ibn Babawaih, hlm. 70. </ref> dan ''Ahadun la bi Ta’wîlin ‘Adadin'' dalam penjelasan [[Imam Ridha As]] <ref>Ibid., hlm. 37. </ref> merupakan legimitasi lain akan penafian segala bentuk bilangan dari keesaan Allah. | |||
===Argumentasi Tauhid=== | ===Argumentasi Tauhid=== | ||
Argumentasi keesaan Tuhan, khususnya dalam rangka membahas dengan para penentang juga terlihat dalam hadis. Dalam hadis, lebih dari apapun memperhatikan tauhid ''rububi'' dan mengambil kesimpulan keesaan sang pengatur dari keteraturan penciptaan, koneksi keteraturan dan keserasian perkara. <ref>Ibid., hlm. 244, 250. </ref> Dalam petuah panjang [[Amirul Mukminin As|Amirul Mukminin]] kepada putranya juga dari satu sisi, dan mendekati argumentasi ini, menunjukkan akan keesaan Allah,<center>{{hadis|﴾لو کان لربّک شریک لاتَتک رُسُله و لرایتَ آثارَ مُلکِه و سُلطانِه﴿}}</center> <center> Jika seandainya ada sekutu bagi Tuhanmu, maka utusan-utusannya akan mendatangimu dan engkau akan melihat bekas-bekas peninggalan kekuasaannya). <ref>[[''Nahjul Balaghoh'']], surat 31. </ref> </center> | |||
Kelaziman adanya kesepadanan untuk Tuhan adalah munculnya tanda-tanda kekuatan dan kekuasaan kesepadanan tersebut dan terlihatnya kinerja-kinerjanya, dan yang lebih penting dari itu adalah adanya para nabi dari sisinya, sementara tidak ada satupun di alam semesta ini, yang keluar dari penisbatan Tuhan yang Esa, sehingga dapat diklaimkan akan bukti adanya Tuhan lain. | |||
==Tauhid Dzati== | ==Tauhid Dzati== | ||
==Tauhid Sifat== | ==Tauhid Sifat== |