Lompat ke isi

Imam Muhammad al-Jawad as: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
imported>Yuwono
imported>Makhtum
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 43: Baris 43:
[[Berkas:حرم کاظمین (تصویر قدیمی).jpg|right|200 px|thumbnail|Gambar lama dari Haram Imam Jawad dan [[Imam Kazhim as]]]]
[[Berkas:حرم کاظمین (تصویر قدیمی).jpg|right|200 px|thumbnail|Gambar lama dari Haram Imam Jawad dan [[Imam Kazhim as]]]]


'''Muhammad bin Ali bin Musa (as)''', (bahasa Arab: {{ia| محمّد بن علی بن موسی علیه السلام}}) yang masyhur dengan '''Imam Jawad''' ({{ia|الامام الجواد}}) dan '''Imam Muhammad Taqi''' (195-220 H) adalah Imam Kesembilan [[Syiah Itsna Asyariyah]]. [[Kunyah]]nya Abu Ja'far al-Tsani. Ia memegang tampuk [[keimamahan]] selama 17 tahun dan pada usia 25 tahun meneguk cawan syahadah. Diantara [[para Imam]], ia adalah imam termuda saat gugur sebagai syahid.
'''Muhammad bin Ali bin Musa (as)''', (bahasa Arab: {{ia| محمّد بن علی بن موسی علیه السلام}}) yang masyhur dengan '''Imam Jawad''' ({{ia|الامام الجواد}}) dan '''Imam Muhammad Taqi''' (195-220 H) adalah Imam Kesembilan [[Syiah Itsna Asyariyah]]. [[Kunyah]]nya Abu Ja'far al-Tsani. Ia memegang tampuk [[keimamahan]] selama 17 tahun dan pada usia 25 tahun meneguk cawan syahadah. Diantara [[para Imam]], ia adalah imam termuda saat syahid.


Usia muda yang dimiliki Imam Jawad as saat ayahandanya mati syahid, membuat sekelompok sahabat [[Imam Ridha as]] meragukan keimamahannya. Sebagian mereka menyebut saudaranya, Abdullah bin Musa sebagai imam, dan sebagian lainnya bergabung dengan kelompok Waqifiyah. Namun mayoritas mereka menerima keimamahan Muhammad bin Ali as.  
Usia muda yang dimiliki Imam Jawad as saat ayahandanya syahid, membuat sekelompok sahabat [[Imam Ridha as]] meragukan keimamahannya. Sebagian mereka menyebut saudaranya, Abdullah bin Musa sebagai imam, dan sebagian lainnya bergabung dengan kelompok Waqifiyah. Namun mayoritas mereka menerima keimamahan Muhammad bin Ali as.  


Hubungan Imam Jawad as dengan syiahnya lebih banyak melalui para wakilnya dan korespondensi. Pada periode keimamahan Imam kesembilan Syiah, kelompok-kelompok ahli hadis, [[Zaidiyah]], Waqifiyah dan Ghulat memiliki aktifitas. Imam memberitahukan akidah mereka kepada syiahnya dan melarang mereka salat berjamaah dibelakang kelompok-kelompok tersebut serta mengutuk orang-orang Ghulat.  
Hubungan Imam Jawad as dengan syiahnya lebih banyak melalui para wakilnya dan korespondensi. Pada periode keimamahan imam kesembilan Syiah, kelompok-kelompok ahli hadis, [[Zaidiyah]], Waqifiyah dan Ghulat memiliki aktifitas. Imam memberitahukan akidah mereka kepada syiahnya dan melarang mereka salat berjamaah dibelakang kelompok-kelompok tersebut serta mengutuk orang-orang Ghulat.  


Perdebatan ilmiah Imam Jawad as dengan para ulama kelompok-kelompok [[Islam]] dalam masalah teologi seperti kedudukan [[Syaikhain]] dan masalah-masalah [[fikih]] misalnya pemotongan tangan pencuri dan hukum-hukum [[haji]] adalah termasuk dari forum ilmiah tersohor para Imam Maksum.
Perdebatan ilmiah Imam Jawad as dengan para ulama kelompok-kelompok [[Islam]] dalam masalah teologi seperti kedudukan [[Syaikhain]] dan masalah-masalah [[fikih]] misalnya pemotongan tangan pencuri dan hukum-hukum [[haji]] adalah termasuk dari forum ilmiah tersohor para Imam Maksum.


==Nasab, Julukan dan Gelar==
==Nasab, Julukan dan Gelar==
Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad, adalah Imam Kesembilan [[Syiah Itsna Asyariyah]], yang masyhur dengan Jawad al-Aimmah. Dengan enam keturunan, nasabnya bersambung kepada [[Imam Ali as]], imam pertama para Muslim Syiah. Ayah beliau adalah [[Imam Ridha as]], Imam kedelapan Muslim Syiah.<ref>Thabari, ''Dalail al-Imamah'', hlm. 396</ref> Ibunda beliau seorang budak bernama [[Sabikah al-Nubiyah]].<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492; Masudi, ''Itsbat al-Washiyah'', hlm. 216</ref>{{enote|Dalam sebagian sumber, ibu Imam Jawad berasal dari keluarga [[Mariah al-Qibthiyah]], istri [[Rasulullah saw]].(Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492) dan nama-nama: Khaizuran (Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492), Raihanah, Sakinah (Thabari, ''Dalail al-Imamah'', hlm. 396), Nubiyah (Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 273), Darrah dan Murisiyah disematkan untuknya.(Qurasyi, ''Hayat al-Imam Muhammad al-Jawad'', hlm. 21)}}
Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad, adalah Imam Kesembilan [[Syiah Itsna Asyariyah]], yang masyhur dengan Jawad al-Aimmah. Keturunan ke-enam yang nasabnya bersambung kepada [[Imam Ali as]], imam pertama mazhab Syiah. Ayah beliau adalah [[Imam Ridha as]], Imam kedelapan mazhab Syiah.<ref>Thabari, ''Dalail al-Imamah'', hlm. 396</ref> Ibunda beliau seorang budak bernama [[Sabikah al-Nubiyah]].<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492; Masudi, ''Itsbat al-Washiyah'', hlm. 216</ref>{{enote|Dalam sebagian sumber, ibu imam Jawad berasal dari keluarga [[Maria al-Qibthiyah]], istri [[Rasulullah saw]].(Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492) dan nama-nama: Khaizuran (Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 492), Raihanah, Sakinah (Thabari, ''Dalail al-Imamah'', hlm. 396), Nubiyah (Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 273), Darrah dan Murisiyah disematkan untuknya.(Qurasyi, ''Hayat al-Imam Muhammad al-Jawad'', hlm. 21)}}


Julukan beliau adalah Abu Ja'far dan Abu Ali.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref> Dalam sumber-sumbser hadis, ia disebut sebagai Abu Ja'far Tsani (kedua)<ref> Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 82</ref> supaya tidak keliru dengan Abu Ja'far pertama ([[Imam Baqir as]]).<ref>Arbili, ''Kasyf al-Ghummah'', jld. 2, hlm. 857</ref>
Julukan beliau adalah Abu Ja'far dan Abu Ali.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref> Dalam sumber-sumbser hadis, ia disebut sebagai Abu Ja'far Tsani (kedua)<ref> Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 82</ref> supaya tidak keliru dengan Abu Ja'far Awal (pertama) ([[Imam Baqir as]]).<ref>Arbili, ''Kasyf al-Ghummah'', jld. 2, hlm. 857</ref>


Di antara [[Gelar|gelar]] terpopuler Imam kesembilan adalah Jawad dan Ibnu al-Ridha. <ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Taqi, Murtadha, Zaki, Qani', Radhi, Mukhtar, Mutawakkil<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 12-13.</ref> Murtadha dan Muntajab<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 295</ref>, termasuk diantara lakab-lakab yang juga disematkan kepadanya.
Di antara [[Gelar|gelar]] terpopuler Imam kesembilan adalah Jawad dan Ibnu al-Ridha. <ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Taqi, Murtadha, Zaki, Qani', Radhi, Mukhtar, Mutawakkil<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 12-13.</ref> Murtadha dan Muntajab<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 295</ref>, termasuk diantara lakab-lakab yang juga disematkan kepadanya.


==Biografi==
==Biografi==
Baris 63: Baris 63:
Dari beberapa riwayat dapat dipahami bahwa sebelum kelahiran Jawad al-Aimmah sebagian kelompok Waqifi mengatakan, bagaimana [[Ali bin Musa as]] bisa menjadi seorang imam padahal ia tidak memiliki keturunan.<ref>Kulaini, ''al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 320</ref> Dari sini tatkala Jawad al-Aimmah terlahir ke dunia, Imam Ridha as menyifati kelahirannya dengan kelahiran yang penuh berakah.<ref>Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 50, hlm. 20, 23, 35</ref>. Dengan semua itu bahkan setelah kelahirannya, sebagian kelompok Waqifi tetap mengingkari penisbatan dia kepada Imam Ridha as. Mereka mengatakan, 'Jawad al-Aimmah tidak memiliki kemiripan wajah dengan ayahnya', hingga didatangkan para ahli dan mereka menyatakan bahwa Imam Jawad as putra Imam Ridha as.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.323 </ref>{{enote|Meskipun perkataan ahli tersebut dalam syariat tidak dianggap dalil yang muktabar, namun karena orang-orang tersebut mempercayainya, maka itu membuat mereka yakin}}
Dari beberapa riwayat dapat dipahami bahwa sebelum kelahiran Jawad al-Aimmah sebagian kelompok Waqifi mengatakan, bagaimana [[Ali bin Musa as]] bisa menjadi seorang imam padahal ia tidak memiliki keturunan.<ref>Kulaini, ''al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 320</ref> Dari sini tatkala Jawad al-Aimmah terlahir ke dunia, Imam Ridha as menyifati kelahirannya dengan kelahiran yang penuh berakah.<ref>Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 50, hlm. 20, 23, 35</ref>. Dengan semua itu bahkan setelah kelahirannya, sebagian kelompok Waqifi tetap mengingkari penisbatan dia kepada Imam Ridha as. Mereka mengatakan, 'Jawad al-Aimmah tidak memiliki kemiripan wajah dengan ayahnya', hingga didatangkan para ahli dan mereka menyatakan bahwa Imam Jawad as putra Imam Ridha as.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.323 </ref>{{enote|Meskipun perkataan ahli tersebut dalam syariat tidak dianggap dalil yang muktabar, namun karena orang-orang tersebut mempercayainya, maka itu membuat mereka yakin}}


Mengenai kehidupan Imam Jawad as tidak banyak informasi yang dimuat dalam sumber-sumber historis. Hal itu dikarenakan keterbatasan-keterbatasan politik dari pihak pemerintahan Abbasiyah, [[taqiyah]] dan usianya yang pendek.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm.476-477</ref>Ia hidup di Madinah. Menurut laporan Ibnu Baihaqi, ia melakukan safar sekali ke Khurasan untuk bertemu dengan sang ayah.<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Dan setelah menjadi imam pun, ia beberapa kali didatangkan ke Bagdad oleh para penguasa Abbasiyah.
Mengenai kehidupan Imam Jawad as tidak banyak informasi yang dimuat dalam sumber-sumber historis. Hal itu dikarenakan keterbatasan-keterbatasan politik dari pihak pemerintahan Abbasiyah, [[taqiyah]] dan usianya yang pendek.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm.476-477</ref>Ia hidup di Madinah. Menurut laporan Ibnu Baihaqi, ia melakukan safar sekali ke Khurasan untuk bertemu dengan sang ayah.<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Dan setelah menjadi imam pun, ia beberapa kali didatangkan ke Baghdad oleh para penguasa Abbasiyah.


===Pernikahan===
===Pernikahan===
Makmun Abbasi pada tahun 202 H<ref>Thabari, ''Tarikh al-Umam wa al-Muluk'', jld. 8, hlm. 566</ref> atau 215 H<ref>Mas'udi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm.223</ref>  mengawinkan putrinya, Ummul Fadhl dengan Imam Jawad as. Sebagian mengatakan bahwa ada kemungkinan pada pertemuan Imam Jawad dengan sang ayah di [[Thus]],<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Makmun mengakadkan Ummul Fadhl dengannya.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref>. Menurut pernyataan Ibnu Katsir (701-774 H), khutbah akad Imam Jawad as dengan putri Makmun dibacakan di masa hidupnya Imam Ridha as, namun resepsi pernikahannya dilangsungkan pada tahun 215 H/830 di Tikrit.<ref> Ibn Katsir, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 10, hlm. 295</ref>  
Makmun Abbasi pada tahun 202 H/817 M<ref>Thabari, ''Tarikh al-Umam wa al-Muluk'', jld. 8, hlm. 566</ref> atau 215 H/830 M<ref>Mas'udi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm.223</ref>  mengawinkan putrinya, Ummul Fadhl dengan Imam Jawad as. Sebagian mengatakan bahwa ada kemungkinan pada pertemuan Imam Jawad dengan sang ayah di [[Thus]],<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Makmun mengakadkan Ummul Fadhl dengannya.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref>. Menurut pernyataan Ibnu Katsir (701-774 H), khutbah akad Imam Jawad as dengan putri Makmun dibacakan di masa hidupnya Imam Ridha as, namun resepsi pernikahannya dilangsungkan pada tahun 215 H/830 M di Tikrit.<ref> Ibn Katsir, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 10, hlm. 295</ref>  


Menurut catatan sumber-sumber sejarah, pernikahan Imam Jawad as dengan Ummul Fadhl dilangsungkan atas permintaan Makmun.<ref>Sebagi contoh lihatlah: Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Tujuan Makmun adalah hendak menjadi kakek dari seorang anak dari keturunan [[Nabi saw]] dan [[Imam Ali as]].<ref>Ya'qubi, ''Tarikh Ya'qubi'', jld. 2, hlm. 455</ref> Menurut Syekh Mufid dalam kitab ''[[al-Irsyad]]'', Makmun mengawinkan Ummul Fadhl dengan Muhammad bin Ali dikarenakan kepribadian ilmiahnya dan kecintaan kepadanya,<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281-282</ref> namun beberapa peneliti meyakini bahwa [[perkawinan]] ini berlangsung dengan motivasi dan kepentingan-keperntingan politis, diantaranya Makmun dari jalan ini hendak mengontrol Imam Jawad as dan relasinya dengan para Syiahnya<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref> atau hendak menampakkan kecenderungannya kepada kelompok Alawi (Syiah) dan mencegah mereka dari berontak atasnya.<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 558</ref> Pernikahan ini menuai protes dari sebagian pendukung Makmun, sebab mereka khawatir tampuk kekhalifahan akan berpindah dari kelompok Abbasi ke kelompok Alawi.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281; Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380-381</ref> Imam Jawad as menentukan mahar Ummul Fadhl setara dengan maharnya [[Sayidah Fatimah sa]], yakni 500 Dirham.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 285</ref> Imam tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl<ref> Ibnu Syahr Asyub, jld. 4, hlm. 380.</ref>
Menurut catatan sumber-sumber sejarah, pernikahan Imam Jawad as dengan Ummul Fadhl dilangsungkan atas permintaan Makmun.<ref>Sebagi contoh lihatlah: Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Tujuan Makmun adalah hendak menjadi kakek dari seorang anak dari keturunan [[Nabi saw]] dan [[Imam Ali as]].<ref>Ya'qubi, ''Tarikh Ya'qubi'', jld. 2, hlm. 455</ref> Menurut Syekh Mufid dalam kitab ''[[al-Irsyad]]'', Makmun mengawinkan Ummul Fadhl dengan Muhammad bin Ali dikarenakan kepribadian ilmiahnya dan kecintaan kepadanya,<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281-282</ref> namun beberapa peneliti meyakini bahwa [[perkawinan]] ini berlangsung dengan motivasi dan kepentingan-kepentingan politik, diantaranya Makmun dengan cara ini ingin mengontrol Imam Jawad as dan juga mengontrol hubungannya dengan para Syiahnya<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref> atau hendak menampakkan kecenderungannya kepada kelompok Alawi (Syiah) dan mencegah mereka melakukan pemberontak kepada Makmun.<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 558</ref> Pernikahan ini menuai protes dari sebagian pendukung Makmun, sebab mereka khawatir tampuk kekhalifahan akan berpindah dari kelompok Abbasi ke kelompok Alawi.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281; Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380-381</ref> Imam Jawad as menentukan mahar Ummul Fadhl setara dengan maharnya [[Sayidah Fatimah sa]], yakni 500 Dirham.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 285</ref> Imam tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl<ref> Ibnu Syahr Asyub, jld. 4, hlm. 380.</ref>


Istri lain Imam Jawad as bernama [[Samanah al-Maghribiyah]]<ref>Qummi, ''Muntaha al-Amal'', jld. 2, hlm. 497</ref>, seorang budak wanita yang dibeli atas perintahnya sendiri. <ref>Hassun, ''A'lam al-Nisa al-Mu'minat'', hlm. 517</ref>Seluruh keturunan Imam Jawad as berasal dari Samanah al-Maghribiyah.<ref>Qummi, ''Muntahal Amāl'', jld. 2, hlm. 497.</ref>
Istri lain Imam Jawad as bernama [[Samanah al-Maghribiyah]]<ref>Qummi, ''Muntaha al-Amal'', jld. 2, hlm. 497</ref>, seorang budak wanita yang dibeli atas keinginananya sendiri. <ref>Hassun, ''A'lam al-Nisa al-Mu'minat'', hlm. 517</ref>Seluruh keturunan Imam Jawad as berasal dari Samanah al-Maghribiyah.<ref>Qummi, ''Muntahal Amāl'', jld. 2, hlm. 497.</ref>


===Keturunan===
===Keturunan===
Baris 76: Baris 76:


===Syahadah===
===Syahadah===
Pemerintahan Abbasiah mengundang dua kali Imam Jawad as dari [[Madinah]] menuju Baghdad. Perjalanan pertama pada masa Makmun tidak menghabiskan waktu begitu lama. <ref>Lihat: Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380</ref> Perjalanan kedua, atas perintah Mu'tashim, Imam masuk kota Baghdad pada hari [[28 Muharram]] tahun 220 H/835, dan beliau meninggal pada bulan [[Dzulkaidah]],<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld.2, hlm. 295</ref> atau [[Dzulhijjah]]<ref>Ibnu Abi al-Tsalj, ''Tarikh al-Aimmah'', hlm. 12</ref> di Baghdad pada tahun yang sama. Dalam kebanyakan referensi, hari syahadahnya adalah akhir Dzulhijjah, <ref>Asy'ari, ''al-Maqalat wa al-Firaq'', hlm. 99; Thabrisi, ''I'lam al-Wara'', jld.2, hlm. 106</ref> namun dalam sebagian referensi, tanggal 5<ref>Ibnu Abi al-Tsalj, ''Tarikh al-Aimmah'', hlm. 13</ref> atau 6<ref>Ibnu Fattal, ''Raudhah al-Wa'izhin'', jld. 1, hlm. 242</ref> Dzulkaidah juga disebutkan. Tubuh suci beliau dimakamkan di sisi kakeknya, Musa bin Jakfar as di pekuburan Quraisy di Kazhimain.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 295</ref> Beliau berusia 25 tahun saat meneguk cawan syahdah.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm.273, 295</ref> Atas dasar ini, beliau adalah imam Syiah berusia paling muda saat mati syahid.   
Pemerintahan Abbasiah mengundang dua kali Imam Jawad as dari [[Madinah]] menuju Baghdad. Perjalanan pertama pada masa Makmun tidak menghabiskan waktu begitu lama. <ref>Lihat: Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380</ref> Perjalanan kedua, atas perintah Mu'tashim, Imam masuk kota Baghdad pada hari [[28 Muharram]] tahun 220 H/835 M, dan beliau meninggal pada bulan [[Dzulkaidah]],<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld.2, hlm. 295</ref> atau [[Dzulhijjah]]<ref>Ibnu Abi al-Tsalj, ''Tarikh al-Aimmah'', hlm. 12</ref> di Baghdad pada tahun yang sama. Dalam kebanyakan referensi, hari syahadahnya adalah akhir Dzulhijjah, <ref>Asy'ari, ''al-Maqalat wa al-Firaq'', hlm. 99; Thabrisi, ''I'lam al-Wara'', jld.2, hlm. 106</ref> namun dalam sebagian referensi, tanggal 5<ref>Ibnu Abi al-Tsalj, ''Tarikh al-Aimmah'', hlm. 13</ref> atau 6<ref>Ibnu Fattal, ''Raudhah al-Wa'izhin'', jld. 1, hlm. 242</ref> Dzulkaidah juga disebutkan. Tubuh suci beliau dimakamkan di sisi kakeknya, [[imam Musa bin Ja'far as]] di pekuburan Quraisy di Kazhimain.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 295</ref> Beliau berusia 25 tahun saat meneguk cawan syahdah.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm.273, 295</ref> Atas dasar ini, beliau adalah imam Syiah yang berusia paling muda saat syahid.   


Sebagian ahli sejarah meyakini bahwa penyebab kesyahidan Imam Jawad as adalah gunjingan Ibnu Abi Dawud (hakim Bagdad) di sisi Mu'tashim khalifah Abbasiah. Dan, dalilnya adalah karena diterimanya pendapat Imam tentang dipotongnya tangan pencuri, yang mana hal ini membuat Ibnu Abi Dawud dan sebagian besar para [[fakih]] dan para anggota istana menjadi malu.<ref>Ayyasi, ''Tafsir'', jld. 1, hlm. 320</ref>
Sebagian ahli sejarah meyakini bahwa penyebab kesyahidan Imam Jawad as adalah gunjingan Ibnu Abi Dawud (hakim Baghdad) di sisi Mu'tashim khalifah Abbasiah. Dan dalilnya adalah karena diterimanya pendapat imam tentang dipotongnya tangan pencuri, yang mana hal ini membuat Ibnu Abi Dawud dan sebagian besar para [[fakih]] dan para anggota istana menjadi malu.<ref>Ayyasi, ''Tafsir'', jld. 1, hlm. 320</ref>


Terkait bagaimana terjadinya kesyahidan imam ke-9 Syiah, terdapat perbedaan pendapat. Dalam sebagian sumber dimuat bahwa Mu'tashim lewat salah seorang petugas menterinya meracuni Imam dan ia pun syahid.<ref> Ayasyi, ''Tafsir'', jld. 1, hlm. 320.</ref> Namun, sebagian orang meyakini bahwa Mu'tashim melalui Ummul Fadhl meracuni Imam.<ref> Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, 13, 17</ref> Mas'udi, sejarawan abad ke-[[3 H]] (wafat 346 H/958) mengatakan, Mu'tashim dan Ja'far bin Ma'mun (saudara Ummul Fadhl, istri Imam Jawad) senantiasa berfikir untuk membunuh Imam Jawad as. Karena Imam Jawad tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl, maka Jakfar pun memprovokasi saudarinya, Ummul Fadhl supaya meracunnya. Dengan cara inilah mereka bedua menuang racun ke dalam anggur dan Imam pun meminumnya. Ummul Fadhl setelah itu menyesal dan menangis, namun Imam memberitahukan kepadanya bahwa ia akan tertimpa bencana yang tak akan ada penyembuhnya.<ref> Mas'udi, ''Itsbat al-Washiyyah lil Imam Ali bin Abi Thalib as'', hlm. 227.</ref>
Terkait bagaimana terjadinya kesyahidan imam ke-9 Syiah, terdapat perbedaan pendapat. Dalam sebagian sumber dimuat bahwa Mu'tashim melalui salah seorang menterinya meracuni imam dan ia pun syahid.<ref> Ayasyi, ''Tafsir'', jld. 1, hlm. 320.</ref> Namun, sebagian orang meyakini bahwa Mu'tashim melalui Ummul Fadhl meracuni imam.<ref> Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, 13, 17</ref> Mas'udi, sejarawan abad ke-[[3 H]] (wafat 346 H/958 M) mengatakan, Mu'tashim dan Ja'far bin Ma'mun (saudara Ummul Fadhl, istri Imam Jawad) senantiasa berfikir untuk membunuh Imam Jawad as. Karena Imam Jawad tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl, maka Ja'far pun memprovokasi saudarinya, Ummul Fadhl supaya meracunnya. Dengan cara inilah mereka bedua menuang racun ke dalam anggur dan imam pun meminumnya. Ummul Fadhl setelah itu menyesal dan menangis, namun imam memberitahukan kepadanya bahwa ia akan tertimpa bencana yang tak akan ada penyembuhnya.<ref> Mas'udi, ''Itsbat al-Washiyyah lil Imam Ali bin Abi Thalib as'', hlm. 227.</ref>


Mengenai bagaimana kesyahidan Imam Jawad di tangan Ummul Fadhl terdapat laporan-laporan lain.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 391</ref>
Mengenai bagaimana kesyahidan Imam Jawad di tangan Ummul Fadhl terdapat laporan-laporan lain.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 391</ref>


==Periode Keimamahan==
==Periode Keimamahan==
Muhammad bin Ali as sampai kepada kedudukan imamah setelah kesyahidan [[Imam Ridha as]] tahun 203 H. Periode [[keimamahan]] beliau semasa dengan kekhalifahan dua orang khalifah Abbasiah. Sekitar 15 tahun dari keimamahannya berlangsung pada masa kekhalifahan Ma'mun (193-218 H) dan 2 tahun pada masa kekhalifahan Mu'tashim (218-227 H).<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 520</ref>{{enote|Ibnu Syahrasyub mengatakan bahwa beliau semasa dengan tiga orang dari khalifah Abbasiah dan mati syahid pada periode pemerintahan Wastsiq. (Lihat: Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380)}} Masa keimamahan Imam Jawad as selama 17 tahun<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', hlm.273</ref>, dan dengan kesyahidannya pada tahun 220 H, maka keimamahan itu berpindah kepada putranya, [[Imam Hadi as]].<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', hlm.295</ref>
Muhammad bin Ali as sampai kepada kedudukan imamah setelah kesyahidan [[Imam Ridha as]] tahun 203 H/818 M. Periode [[keimamahan]] beliau sezaman dengan kekhalifahan dua orang khalifah Abbasiah. Sekitar 15 tahun dari keimamahannya berlangsung pada masa kekhalifahan Ma'mun (193-218 H) dan 2 tahun pada masa kekhalifahan Mu'tashim (218-227 H).<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 520</ref>{{enote|Ibnu Syahrasyub mengatakan bahwa beliau semasa dengan tiga orang dari khalifah Abbasiah dan mati syahid pada periode pemerintahan Wastsiq. (Lihat: Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380)}} Masa keimamahan Imam Jawad as selama 17 tahun<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', hlm.273</ref>, dan dengan kesyahidannya pada tahun 220 H/835 M, maka keimamahan itu berpindah kepada putranya, [[Imam Hadi as]].<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', hlm.295</ref>


===Nas Keimamahan===
===Nas Keimamahan===
Menurut pandangan [[Syiah]], Imam hanya ditentukan dengan nas (penegasan) imam sebelumnya;<ref>Lihat: Jakfariyan, ''Hayate Fikri va Siyasisi-e Imamane Syieh'', hlm. 476</ref>artinya setiap Imam harus dengan ungkapan tegas menentukan imam berikutnya. Imam Ridha as dalam banyak kesempatan telah mengumumkan keimamahan Muhammad bin Ali as kepada para sahabatnya. Dalam masing-masing kitab ''[[al-Kafi]]'',<ref>Kulaini, ''al-Kafi, jld. 1, hlm. 320-323</ref> ''[[al-Irsyad]]'',<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 274-280</ref> ''[[I'lam al-Wara]]''<ref>Thabrisi, ''I'lam al-Wara'', jld. 2, hlm. 92-96</ref> dan ''[[Bihar al-Anwar]]''<ref>Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 18-37</ref> terdapat satu bab tentang nas-nas keimamahan Muhammad bin Ali as, yang dengan tertib telah dinukil 14, 11, 9 dan 26 riwayat berkenaan dengan masalah ini. Diantranya: salah seorang sahabat Imam Ridha as bertanya tentang penggantinya, Imam Ridha as dengan tangannya mengisyaratkan kepada putranya, Muhammad Taqi as.<ref> Syekh Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 265.</ref> Atau dalam riwayat lain Imam Ridha as berkata, "Ini adalah Abu Ja'far yang aku dudukkan di tempat dudukku dan aku serahkan kedudukanku kepadanya.<ref> Syekh Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 266.</ref>
Menurut pandangan [[Syiah]], imam hanya ditentukan dengan nas (penegasan) imam sebelumnya;<ref>Lihat: Jakfariyan, ''Hayate Fikri va Siyasisi-e Imamane Syieh'', hlm. 476</ref>artinya setiap imam harus dengan ungkapan tegas menentukan imam berikutnya. Imam Ridha as dalam banyak kesempatan telah mengumumkan keimamahan Muhammad bin Ali as kepada para sahabatnya. Dalam masing-masing kitab ''[[al-Kafi]]'',<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 320-323</ref> ''[[al-Irsyad]]'',<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 274-280</ref> ''[[I'lam al-Wara]]''<ref>Thabrisi, ''I'lam al-Wara'', jld. 2, hlm. 92-96</ref> dan ''[[Bihar al-Anwar]]''<ref>Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 18-37</ref> terdapat satu bab tentang nas-nas keimamahan Muhammad bin Ali as, yang dengan tertib telah dinukil 14, 11, 9 dan 26 riwayat berkenaan dengan masalah ini. Diantranya: salah seorang sahabat Imam Ridha as bertanya tentang penggantinya, Imam Ridha as dengan tangannya mengisyaratkan kepada putranya, Muhammad Taqi as.<ref> Syekh Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 265.</ref> Atau dalam riwayat lain Imam Ridha as berkata, "Ini adalah Abu Ja'far yang aku dudukkan di tempat dudukku dan aku serahkan kedudukanku kepadanya.<ref> Syekh Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 266.</ref>


===Keimamahan di Masa Kecil dan Kebingungan Syiah===
===Keimamahan di Masa Kecil dan Kebingungan Syiah===
Imam Jawad mencapai keimamahannya di usia belia, yakni pada umur delapan tahun,<ref>Nubakhti, ''Firaq al-Syiah'', hlm. 88</ref> dan masalah ini menyebabkan munculnya perbedaan pendapat Syiah mengenai imam setelah Imam Ridha as. Sebagian mereka mengikuti Abdullah bin Musa, saudara Imam Ridha as, namun tidak lama kemudian mereka memandangnya tidak layak menjadi imam dan meninggalkannya.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 383</ref> Sebagian lagi mengikuti Ahmad bin Musa, saudara lain dari Imam Ridha as, dan sejumlah dari mereka juga bergabung dengan Waqifiyah.<ref>Nubakhti, ''Firaq al-Syiah'', hlm. 77-78</ref> Dengan semua ini, mayoritas sahabat Ali bin Musa al-Ridha as meyakini keimamahan putranya, Imam Jawad as.<ref>Jasim, ''Tarikh Siyasi-e Ghaibate Imam Dawozdahum, hlm. 78</ref> Sumber-sumber menyebutkan usia kecil Imam Jawad as sebagai penyebab dari perbedaan pendapat. Menurut pernyataan Nubakhti, penyebab munculnya perbedaan ini adalah mereka menjadikan usia balig sebagai syarat keimamahan.<ref>Nubakhti, ''Fira al-Syiah'', hlm. 88</ref> Tentu, masalah ini juga pernah dilontarkan pada masa [[Imam Ridha as]]. Imam Ridha as dalam merespon mereka yang melontarkan kekanakan Imam Jawad as, berdalil dengan [[kenabian]]nya Nabi Isa as di masa usia kecil seraya berkata: "Usia Isa tatkala kenabian diberikan kepadanya kurang dari usia putraku".<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.322</ref>
Imam Jawad mencapai keimamahannya di usia belia, yakni pada umur delapan tahun,<ref>Nubakhti, ''Firaq al-Syiah'', hlm. 88</ref> dan masalah ini menyebabkan munculnya perbedaan pendapat dikalangan Syiah mengenai imam setelah Imam Ridha as. Sebagian mereka mengikuti Abdullah bin Musa, saudara Imam Ridha as, namun tidak lama kemudian mereka memandangnya tidak layak menjadi imam dan meninggalkannya.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 383</ref> Sebagian lagi mengikuti Ahmad bin Musa, saudara lain dari Imam Ridha as, dan sejumlah dari mereka juga bergabung dengan Waqifiyah.<ref>Nubakhti, ''Firaq al-Syiah'', hlm. 77-78</ref> Dengan semua ini, mayoritas sahabat Ali bin Musa al-Ridha as meyakini keimamahan putranya, Imam Jawad as.<ref>Jasim, ''Tarikh Siyasi-e Ghaibate Imam Dawozdahum, hlm. 78</ref> Sumber-sumber menyebutkan usia kecil Imam Jawad as sebagai penyebab dari perbedaan pendapat. Menurut pernyataan Nubakhti, penyebab munculnya perbedaan ini adalah mereka menjadikan usia balig sebagai syarat keimamahan.<ref>Nubakhti, ''Fira al-Syiah'', hlm. 88</ref> Tentu, masalah ini juga pernah dilontarkan pada masa [[Imam Ridha as]]. Imam Ridha as dalam merespon mereka yang melontarkan kekanakan Imam Jawad as, berdalil dengan [[kenabian]]nya nabi Isa as di masa usia kecil seraya berkata: "Usia Isa tatkala kenabian diberikan kepadanya kurang dari usia putraku".<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.322</ref>
   
   
Salah satu jawaban ini adalah pengisyaratan tentang [[kenabian]] [[Nabi Yahya as|Yahya]], dimana [[Allah swt]] berfirman dalam Alquran,"Dan kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) selagi ia masih kanak-kanak". <ref> Q.S. Maryam: 12.</ref>
Salah satu jawaban ini adalah pengisyaratan tentang [[kenabian]] [[Nabi Yahya as|Yahya]], dimana [[Allah swt]] berfirman dalam Alquran,"Dan kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) selagi ia masih kanak-kanak". <ref> Q.S. Maryam: 12.</ref>
Jawaban lain adalah ucapan Nabi Isa as pada hari pertama kelahirannnya <ref> Kulaini, ''Ushul al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 382.</ref>, [[surah Maryam]] ayat 30-32 dari lisan Al-Masih mengisyaratkan akan masalah ini, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) [[salat]] dan (menunaikan) [[zakat]] selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”
Jawaban lain adalah ucapan Nabi Isa as pada hari pertama kelahirannnya <ref> Kulaini, ''Ushul al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 382.</ref>, [[surah Maryam]] ayat 30-32 dari lisan Al-Masih mengisyaratkan akan masalah ini, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) [[salat]] dan (menunaikan) [[zakat]] selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”


Beliau sendiri dalam menjawab orang-orang yang melontarkan masalah umurnya, mengisyaratkan pengangkatan Sulaiman as menjadi pengganti Duad di usia belia, dan mengatakan: "Nabi Sulaiman saat masih anak-anak dan masih mengembala kambing, [[Nabi Daud as]] mengangkatnya sebagai penggantinya, namun para ulama bani Israel mengingkarinya.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 383</ref>
Beliau sendiri dalam menjawab orang-orang yang melontarkan masalah umurnya, mengisyaratkan pengangkatan nabi Sulaiman as yang menjadi pengganti nabi Daud as di usia belia, dan mengatakan: "Nabi Sulaiman saat masih anak-anak dan masih mengembala kambing, [[Nabi Daud as]] mengangkatnya sebagai penggantinya, namun para ulama bani Israel mengingkarinya.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm. 383</ref>


Dalam riwayat lain, Abul Hasan bin Muhammad (sahabat Imam Ridha as) mengatakan, aku mendengar bahwa beliau berkata, "Abu Ja'far adalah penggantiku di antara keluargaku."<ref> Syekh Shaduq, '''Uyun Akhbār al-Ridhā'', jld. 2, hlm. 586.</ref>
Dalam riwayat lain, Abul Hasan bin Muhammad (sahabat Imam Ridha as) mengatakan, aku mendengar bahwa beliau berkata, "Abu Ja'far adalah penggantiku di antara keluargaku."<ref> Syekh Shaduq, '''Uyun Akhbār al-Ridhā'', jld. 2, hlm. 586.</ref>


===Komunikasi dengan Kaum Syiah===
===Komunikasi dengan Kaum Syiah===
Imam Jawad melakukan komunikasi dengan para Syiahnya, dengan mengangkat para wakil di pelbagai kawasan dunia [[Islam]]. Di sini ada beberapa dalil kenapa beliau tidak berkomunikasi secara langsung dengan para Syiahnya dan malah menggunakan wakil, pertama adalah karena beliau berada di bawah pengawasan dan penjagaan penguasa, dan dalil yang lainnya adalah Imam hendak mempersiapkan situasi dan kondisi masalah [[kegaiban]].
Imam Jawad melakukan komunikasi dengan para Syiahnya, dengan mengangkat para wakil di berbagai kawasan dunia [[Islam]]. Di sini ada beberapa dalil kenapa beliau tidak berkomunikasi secara langsung dengan para Syiahnya dan malah menggunakan wakil, pertama adalah karena beliau berada di bawah pengawasan dan penjagaan penguasa, dan dalil yang lainnya adalah imam hendak mempersiapkan situasi dan kondisi masalah [[kegaiban]].


Imam memiliki wakil atau para wakil secara terpisah di kawasan-kawasan Islam, seperti di Baghdad, [[Kufah]], Ahwaz, Bashrah, Hamedan, [[Qom]], Rey, Sistan dan Lashkar Gah.<ref> Jasim, Husein, ''Tarikh Siyasi Ghaibat Imame Dawozdahum'', hlm. 79.</ref>
Imam memiliki wakil atau para wakil secara terpisah di kawasan-kawasan Islam, seperti di Baghdad, [[Kufah]], Ahwaz, Bashrah, Hamedan, [[Qom]], Rey, Sistan dan Lashkar Gah.<ref> Jasim, Husein, ''Tarikh Siyasi Ghaibat Imame Dawozdahum'', hlm. 79.</ref>
Demikian pula, komunikasi Syiah dengan Imam juga melalui surat menyurat. Banyak sekali pengetahuan dan permasalahan-permasalahan yang tersimpan dari beliau, dalam sebuah surat yang ditulis kepada para Syiahnya.<ref> Rujuklah, Ja'fariyan, hlm. 489.</ref> Orang-orang [[Syiah]] mengutarakan banyak pertanyaan-pertanyaan seputar [[fikih]] dan Imam menjawabnya. Dalam banyak tempat, nama dan tanda-tanda orang yang menulis surat kepada Imam diketahui <ref>Lihat: Kulaini, jld. 3, hlm. 399, jld. 4, hlm. 275, 534, jld. 5, hlm. 347; Kasysyi, hlm. 610-611.</ref> dan dalam beberapa hal juga nama penulis surat tidaklah diketahui. <ref> ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', jld. 2, hlm. 515-521.</ref>
Demikian pula, komunikasi Syiah dengan imam juga melalui surat menyurat. Banyak sekali pengetahuan dan permasalahan-permasalahan yang tersimpan dari beliau, dalam sebuah surat yang ditulis kepada para Syiahnya.<ref> Rujuklah, Ja'fariyan, hlm. 489.</ref> Orang-orang [[Syiah]] mengutarakan banyak pertanyaan-pertanyaan seputar [[fikih]] dan imam menjawabnya. Dalam banyak tempat, nama dan tanda-tanda orang yang menulis surat kepada imam diketahui <ref>Lihat: Kulaini, jld. 3, hlm. 399, jld. 4, hlm. 275, 534, jld. 5, hlm. 347; Kasysyi, hlm. 610-611.</ref> dan dalam beberapa hal juga nama penulis surat tidaklah diketahui. <ref> ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', jld. 2, hlm. 515-521.</ref>
Dalam buku ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', selain ayah dan anak Imam, dikumpulkan nama 63 orang yang mana Imam melakukan korespondensi dengan mereka. <ref>Khaz Ali, ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', Jld. 2, hlm. 416-508.</ref> Tentu saja, sebagian dari surat-surat itu ditulis dalam menjawab sekelompok orang-orang Syiah.<ref> Sebagai contoh, rujuklah: Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 3, hlm. 331, 398, jld. 5, hlm. 394, jld. 7, hlm. 163; Kasysyi, ''Ikhtiyar Ma'rifat al-Rijal'', hlm. 783, 869; Miyanji, ''Makatib al-Aimmah'',jld. 5</ref>
Dalam buku ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', selain ayah dan anak imam, dikumpulkan nama 63 orang yang mana imam melakukan korespondensi dengan mereka. <ref>Khaz Ali, ''Mausu'ah al-Imam al-Jawad'', Jld. 2, hlm. 416-508.</ref> Tentu saja, sebagian dari surat-surat itu ditulis dalam menjawab sekelompok orang-orang Syiah.<ref> Sebagai contoh, rujuklah: Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 3, hlm. 331, 398, jld. 5, hlm. 394, jld. 7, hlm. 163; Kasysyi, ''Ikhtiyar Ma'rifat al-Rijal'', hlm. 783, 869; Miyanji, ''Makatib al-Aimmah'',jld. 5</ref>


Imam Jawad beberapa kali menulis surat kepada para perantaranya di pelbagai kota, seperti Hamedan dan Lashkar Gah serta sebagian orang-orang Syiah Iran juga mengunjungi Imam, dengan pergi ke [[Madinah]], ini semua adalah pertemuan-pertemuan antara Imam dan para Syiahnya, selain pertemuan-pertemuan yang berlangsung pada hari-hari [[haji]].<ref> Ja'fariyan, Rasul, ''Hayate Fikri wa Siyasi Imamane Syiah'', hlm. 492 dan 493.</ref>
Imam Jawad beberapa kali menulis surat kepada para perantaranya di berbagai kota, seperti Hamedan dan Lashkar Gah serta sebagian orang-orang Syiah Iran juga mengunjungi imam, dengan pergi ke [[Madinah]], ini semua adalah pertemuan-pertemuan antara imam dan para Syiahnya, selain pertemuan-pertemuan yang berlangsung pada hari-hari [[haji]].<ref> Ja'fariyan, Rasul, ''Hayate Fikri wa Siyasi Imamane Syiah'', hlm. 492 dan 493.</ref>


===Menghadapi Sekte===
===Menghadapi Sekte===
'''Ahli Hadis'''
'''Ahli Hadis'''


Di masa Imam jawad as juga ada banyak sekte seperti pada masa-masa para imam lainnya, dan aktif dalam pelbagai ranah dan mereka berupaya untuk menyebarkan pemikiran dan ideology mereka ke dalam tubuh masyarakat dan menjauhkan Syiah dari ideologi aslinya. Di antara sekte ini adalah Ahli Hadis, yaitu mazhab mujassimah dan mengasumsikan [[Allah swt]] dengan benda (jism). Guna menjaga ideologi-ideologi otientik [[Syiah]], Imam Jawad melarang kaum Syiah berkomunikasi dengan mereka dan berkata, orang-orang Syiah tidak boleh melakukan [[salat]] di belakang mereka dan memberikan zakat kepada mereka.<ref> Syekh Shaduq, ''Al-Tauhid'', hlm. 101.</ref>
Di masa Imam jawad as juga ada banyak sekte seperti pada masa-masa para imam lainnya, dan aktif dalam berbagai ranah dan mereka berupaya untuk menyebarkan pemikiran dan ideology mereka ke dalam tubuh masyarakat dan menjauhkan Syiah dari ideologi aslinya. Di antara sekte ini adalah Ahli Hadis, yaitu mazhab mujassimah dan mengasumsikan [[Allah swt]] dengan benda (jism). Guna menjaga ideologi-ideologi otientik [[Syiah]], Imam Jawad melarang kaum Syiah berkomunikasi dengan mereka dan berkata, orang-orang Syiah tidak boleh melakukan [[salat]] di belakang mereka dan memberikan zakat kepada mereka.<ref> Syekh Shaduq, ''Al-Tauhid'', hlm. 101.</ref>


'''Waqifiyyah'''
'''Waqifiyyah'''


Waqifiyyah termasuk sekte yang aktif pada masa Imam Jawad, mereka adalah kelompok yang berhenti dengan keimamahan [[Imam Musa bin Ja'far as]] dan tidak menerima keimamahan [[Imam Ridha as]]. Sewaktu Imam Jawad ditanya tentang salat di belakang sekte Waqifiyyah, beliau menjawab, laranglah orang-orang [[Syiah]] jangan sampai mereka melakukannya.<ref> Syekh Shaduq, ''Man La Yahdhur al-Faqih'', jld. 1, hlm. 379 dinukil dari ''Hayate Fikri wa Siyasi Imamane Syiah'', hlm. 490.</ref>
Waqifiyyah termasuk sekte yang aktif pada masa Imam Jawad, mereka adalah kelompok yang berhenti dengan [[keimamahan]] [[Imam Musa bin Ja'far as]] dan tidak menerima keimamahan [[Imam Ridha as]]. Sewaktu Imam Jawad ditanya tentang salat di belakang sekte Waqifiyyah, beliau menjawab, laranglah orang-orang Syiah jangan sampai mereka melakukannya.<ref> Syekh Shaduq, ''Man La Yahdhur al-Faqih'', jld. 1, hlm. 379 dinukil dari ''Hayate Fikri wa Siyasi Imamane Syiah'', hlm. 490.</ref>


'''Zaidiyah'''
'''Zaidiyah'''


[[Zaidiyah]] adalah sekte lain yang ada pada era Imam, yang tersempal dari [[Syiah 12 Imam]]. Permusuhan Zaidiyah{{enote|Yang dimaksud dengan Zaidiyah disini adalah sebagian kelompok Zaidiyah di zaman Imam Jawad as yang mana mereka memusuhi Ahlulbait as}} dengan Imamiyah dan cercaan mereka terhadap para imam menyebabkan sikap keras Imam, khususnya Imam Jawad as terhadap mereka. Semisalnya Imam menyebut manifestasi [[ayat]] ''Wujuhun yaumaidzin khasyi'ah Amilahtun Nashibah'' adalah Zaidiyah dan mensejajarkan mereka dengan kaum Nashibi.<ref> Ibid., ''Ikhtiyar Ma'rifah al-Rijal'', hlm. 229.</ref>
[[Zaidiyah]] adalah sekte lain yang ada pada era imam, yang tersempal dari [[Syiah 12 Imam]]. Permusuhan Zaidiyah{{enote|Yang dimaksud dengan Zaidiyah disini adalah sebagian kelompok Zaidiyah di zaman Imam Jawad as yang mana mereka memusuhi Ahlulbait as}} dengan [[Imamiyah]] dan cercaan mereka terhadap para imam menyebabkan sikap keras imam, khususnya Imam Jawad as terhadap mereka. Semisalnya imam menyebut manifestasi [[ayat]] ''Wujuhun yaumaidzin khasyi'ah Amilahtun Nashibah'' adalah Zaidiyah dan mensejajarkan mereka dengan kaum [[Nashibi]].<ref> Ibid., ''Ikhtiyar Ma'rifah al-Rijal'', hlm. 229.</ref>


==Riwayat dan Dialog==
==Riwayat dan Dialog==


===Dialog di Majlis Ma'mun===
===Dialog di Majlis Ma'mun===
Salah satu dialog penting Imam yang terjadi pada masa Ma'mun Abbasiah di Baghdad adalah dialog dengan [[fakih]] kerajaan, yakni Yahya bin Aktsam. Sebab terjadinya dialog ini adalah saran pernikahan Imam dengan Ummul Fadhl dari pihak Ma'mun. Setelah para pembesar Abbasiyah mengetahui masalah, maka mereka menentang keras saran Ma'mun tersebut; dengan demikian Ma'mun untuk membuktikan ucapannya kepada para penentangnya mengatakan, kalian dapat mengujinya (Imam Jawad as). Mereka menerimanya dan mereka menguji Imam dalam bentuk sebuah dialog antara orang paling terpandai dari mereka.
Salah satu dialog penting imam yang terjadi pada masa Ma'mun Abbasiah di Baghdad adalah dialog dengan [[fakih]] kerajaan, yakni Yahya bin Aktsam. Sebab terjadinya dialog ini adalah saran pernikahan imam dengan Ummul Fadhl dari pihak Ma'mun. Setelah para pembesar Abbasiyah mengetahui masalah, maka mereka menentang keras saran Ma'mun tersebut; dengan demikian Ma'mun untuk membuktikan ucapannya kepada para penentangnya mengatakan, kalian dapat mengujinya (Imam Jawad as). Mereka menerimanya dan mereka menguji imam dalam bentuk sebuah dialog antara orang paling terpandai dari mereka.


Tibalah hari yang sudah dijanjikan. Pertama-tama Yahya bertanya tentang seseorang yang berburu hewan pada saat dia melakukan [[ihram]]. Imam dalam menjawab dengan melontarkan beberapa pelbagai asumsi masalah, meminta manakah yang dimaksudkan oleh Yahya bin Aktsam. Yahya bin Aktsam pun tidak berkutik dan para hadirin pun kebingunan dan takjub. Lantas Imam memberikan jawaban satu persatu kepada mereka. Orang-orang istana dan para ulama Abbasiah setelah mendengar jawaban lengkap Imam mengakui akan keilmuan dan pengetahuannya yang melimpah dan Ma'mun merasa sangat gembira karena benar pilihannya, lalu ia mengatakan, Alhamdulillah sesuai dengan apa yang saya pikirkan.<ref> Thabarsi, ''al-Ihtijaj'', hlm. 443 dan 444; Al-Mas'udi, ''Itsbat al-Washiyyah lil Imam Ali bin Abi Thalib as'', hlm. 189-191.</ref>
Tibalah hari yang sudah dijanjikan. Pertama-tama Yahya bertanya tentang seseorang yang berburu hewan pada saat dia melakukan [[ihram]]. imam dalam menjawab dengan melontarkan beberapa berbagai asumsi masalah, meminta manakah yang dimaksudkan oleh Yahya bin Aktsam. Yahya bin Aktsam pun tidak berkutik dan para hadirin pun kebingunan dan takjub. Lantas imam memberikan jawaban satu persatu kepada mereka. Orang-orang istana dan para ulama Abbasiah setelah mendengar jawaban lengkap imam mengakui akan keilmuan dan pengetahuannya yang melimpah dan Ma'mun merasa sangat gembira karena benar pilihannya, lalu ia mengatakan, Alhamdulillah sesuai dengan apa yang saya pikirkan.<ref> Thabarsi, ''al-Ihtijaj'', hlm. 443 dan 444; Al-Mas'udi, ''Itsbat al-Washiyyah lil Imam Ali bin Abi Thalib as'', hlm. 189-191.</ref>


===Dialog tentang Khalifah===
===Dialog tentang Khalifah===
Imam Jawad berdialog dengan Yahya bin Aktsam tentang keutamaan-keutamaan para khalifah ([[Abu Bakar]] dan [[Umar]]) dalam sebuah [[masjid]] yang diselenggarakan di hadapan Ma'mun dan sejumlah para [[fakih]] istana kerajaan. Yahya berkata kepada Imam, Jibril as dari sisi [[Allah swt]] telah berkata kepada Rasul-Nya: Tanyalah kepada Abu Bakar, apakah dia sudah ridha kepadaKu? Aku sudah meridhainya. Imam menjawab: Aku tidak memungkiri keutamaan-keutamaan Abu Bakar, namun orang yang menukilkan riwayat ini harus memperhatikan hadis-hadis lain yang telah disampaikan oleh Rasulullah (saw) dan itu adalah ketika Rasulullah saw bersabda, "Jika ada hadis yang sampai ke kalian, maka sandingkanlah dengan [[Alquran]] dan [[Sunah|sunahku]]. Terimalah jika hal itu sesuai dengannya dan jika tidak, maka janganlah kalian terima karena akan banyak para pendusta dan para pembuat hadis." Kemudian, Imam melanjutkan, hadis ini tidak sesuai dengan Alquran, karena Allah berfirman, "Kami lebih dekat dari urat nadi kalian", apakah Allah tidak mengetahui tentang keridhaan ataupun tidak ridhanya Abu Bakar, sehingga harus menanyakan hal itu kepadanya? dengan demikian, masalah kalian tidaklah tepat.<ref> Thabarsi, ''al-Ihtijaj'', jld. 2, hlm. 478.</ref>
Imam Jawad berdialog dengan Yahya bin Aktsam tentang keutamaan-keutamaan para khalifah ([[Abu Bakar]] dan [[Umar]]) dalam sebuah [[masjid]] yang diselenggarakan di hadapan Ma'mun dan sejumlah para [[fakih]] istana kerajaan. Yahya berkata kepada imam, Jibril as dari sisi [[Allah swt]] telah berkata kepada Rasul-Nya: Tanyalah kepada Abu Bakar, apakah dia sudah ridha kepadaKu? Aku sudah meridhainya. imam menjawab: Aku tidak memungkiri keutamaan-keutamaan Abu Bakar, namun orang yang menukilkan riwayat ini harus memperhatikan hadis-hadis lain yang telah disampaikan oleh [[Rasulullah saw]] dan itu adalah ketika Rasulullah saw bersabda, "Jika ada hadis yang sampai ke kalian, maka sandingkanlah dengan [[Alquran]] dan [[Sunah|sunahku]]. Terimalah jika hal itu sesuai dengannya dan jika tidak, maka janganlah kalian terima karena akan banyak para pendusta dan para pembuat hadis." Kemudian, imam melanjutkan, hadis ini tidak sesuai dengan Alquran, karena Allah berfirman, "Kami lebih dekat dari urat nadi kalian", apakah Allah tidak mengetahui tentang keridhaan ataupun tidak ridhanya Abu Bakar, sehingga harus menanyakan hal itu kepadanya? dengan demikian, masalah kalian tidaklah tepat.<ref> Thabarsi, ''al-Ihtijaj'', jld. 2, hlm. 478.</ref>
Setelah itu, Yahya bertanya tentang riwayat ini, "Perumpamaan Abu bakar dan Umar di bumi laksana Jibril dan Mikail di langit", Imam menjawab: Kandungan riwayat sangatlah benar, karena Jibril dan Mikail senantiasa menghamba kepada Allah dan tidak pernah melakukan maksiat sesaatpun, sementara Abu Bakar dan Umar, bertahun-tahun melakukan kemusyrikan sebelum masuk [[Islam]].<ref> Ibid.,</ref>
Setelah itu, Yahya bertanya tentang riwayat ini, "Perumpamaan Abu bakar dan Umar di bumi laksana Jibril dan Mikail di langit", imam menjawab: Kandungan riwayat sangatlah tidak benar, karena Jibril dan Mikail senantiasa menghamba kepada Allah dan tidak pernah melakukan maksiat sesaatpun, sementara Abu Bakar dan Umar, bertahun-tahun melakukan kemusyrikan sebelum masuk [[Islam]].<ref> Ibid.,</ref>


===Pemotongan Tangan Pencuri===
===Pemotongan Tangan Pencuri===
Pada masa Imam tinggal di Baghdad, terjadi beberapa peristiwa yang menyebabkan kedudukan imamahnya tersebar di kalangan masyarakat, contoh yang dapat diisyaratkan adalah [[fatwa]] Imam tentang seorang pencuri. Terdapat perselisihan di kalangan para fakih istana mengenai batas pemotongan tangan seorang pencuri, dari batasan tangan mana yang harus dipotong; sebagian mengatakan dipotong dari pergelangan tangan dan sebagian lagi mengatakan dipotong dari siku. Mu'tashim Abbasiah meminta Imam supaya menjelaskan pendapatnya. Setelah pemaksaan khalifah, Imam berkata, hanya jari-jari pencuri saja yang dipotong dan seluruh anggota tangan lainnya masih tetap utuh. Beliau menuturkan dalilnya dengan ayat,<center>{{hadis|﴾ وَ أَنَّ الْمَساجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً﴿}}</center> <center>"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah hanya milik Allah, maka janganlah kamu beribadah (menyembah) seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah". <ref>QS. Al-Jin: 18</ref>.</center>
Pada masa imam tinggal di Baghdad, terjadi beberapa peristiwa yang menyebabkan kedudukan imamahnya tersebar di kalangan masyarakat, contoh yang dapat diisyaratkan adalah [[fatwa]] imam tentang seorang pencuri. Terdapat perselisihan di kalangan para fakih istana mengenai batas pemotongan tangan seorang pencuri, dari batasan tangan mana yang harus dipotong; sebagian mengatakan dipotong dari pergelangan tangan dan sebagian lagi mengatakan dipotong dari siku. Mu'tashim Abbasiah meminta imam supaya menjelaskan pendapatnya. Setelah paksaan dari khalifah, imam berkata, hanya jari-jari pencuri saja yang dipotong dan seluruh anggota tangan lainnya masih tetap utuh. Beliau menuturkan dalilnya dengan ayat,<center>{{hadis|﴾ وَ أَنَّ الْمَساجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً﴿}}</center> <center>"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah hanya milik Allah, maka janganlah kamu beribadah (menyembah) seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah". <ref>QS. Al-Jin: 18</ref>.</center>
Mu'tashim sangat memuji jawaban Imam dan memerintahkan supaya memotong jari-jari sang pencuri.<ref> 'Ayasyi, ''Kitab al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 319 dan 320; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 5 dan 6.</ref>
Mu'tashim sangat memuji jawaban imam dan memerintahkan supaya memotong jari-jari sang pencuri.<ref> 'Ayasyi, ''Kitab al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 319 dan 320; Majlisi, ''Bihar al-Anwar'', jld. 50, hlm. 5 dan 6.</ref>


==Hadis-hadis Imam==
==Hadis-hadis Imam==
Dengan memperhatikan bahwa Imam Jawad as syahid di usia 25 tahun dan dari satu sisi beliau berada di bawah pengawasan dan tekanan pihak penguasa, dengan demikian beliau tidak memiliki banyak kesempatan untuk menjelaskan hukum dan ideologi-ideologi [[Syiah]]. Namun, dalam beberapa kesempatan singkat dan dalam kondisi yang diciptakan oleh pihak penguasa ini, beliau banyak upaya dalam mendidik para murid dan menjelaskan hadis-hadis dalam masalah-masalah [[fikih]], tafsir, [[akidah]], doa dan munajat. Adapun hal-hal yang telah sampai ke tangan kita sekarang ini, kurang lebih 250 hadis dalam pelbagai ranah Islam.<ref> 'Atharidi, hlm. 249.</ref>
Dengan memperhatikan bahwa Imam Jawad as syahid di usia 25 tahun dan dari satu sisi beliau berada di bawah pengawasan dan tekanan pihak penguasa, dengan demikian beliau tidak memiliki banyak kesempatan untuk menjelaskan hukum dan ideologi-ideologi [[Syiah]]. Namun, dalam beberapa kesempatan singkat dan dalam kondisi yang diciptakan oleh pihak penguasa ini, beliau banyak upaya dalam mendidik para murid dan menjelaskan hadis-hadis dalam masalah-masalah [[fikih]], tafsir, [[akidah]], doa dan munajat. Adapun hal-hal yang telah sampai ke tangan kita sekarang ini, kurang lebih 250 hadis dalam berbagai ranah Islam.<ref> 'Atharidi, hlm. 249.</ref>


==Keutamaan dan Manaqib==
==Keutamaan dan Manaqib==
{{Keyakinan-keyakinan Syiah}}
{{Keyakinan-keyakinan Syiah}}
===Terijabahnya Doa Imam as===
===Terijabahnya Doa Imam as===
Daud bin Qasim mengatakan, suatu hari kami pergi ke kebun bersama Imam Jawad as. Aku berkata kepadanya; "Aku menjadi tebusanmu! Aku sangat gemar memakan tanah. Tolong doakan untukku! (supaya menjauhkan kebiasaan buruk ini)". Imam tidak memberikan jawaban dan setelah beberapa hari, dengan tanpa pendahuluan beliau berkata: "Wahai Abu Hasyim! Allah telah menjauhkanmu dari memakan tanah". Abu Hasyim berkata: "Setelah itu tidak ada sesuatu yang lebih buruk dan lebih aku benci ketimbang tanah".<ref> Syekh Mufid, ''Al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 586.</ref>
Daud bin Qasim mengatakan, suatu hari kami pergi ke kebun bersama Imam Jawad as. Aku berkata kepadanya; "Aku menjadi tebusanmu! Aku sangat gemar memakan tanah. Tolong doakan untukku! (supaya menjauhkan kebiasaan buruk ini)". imam tidak memberikan jawaban dan setelah beberapa hari, dengan tanpa pendahuluan beliau berkata: "Wahai Abu Hasyim! Allah telah menjauhkanmu dari memakan tanah". Abu Hasyim berkata: "Setelah itu tidak ada sesuatu yang lebih buruk dan lebih aku benci ketimbang tanah".<ref> Syekh Mufid, ''Al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 586.</ref>


===Berbuahnya Pohon===
===Berbuahnya Pohon===
Imam dalam perjalanan pulangnya dari Baghdad menuju [[Madinah]], sekelompok masyarakat menemani Imam sampai ke luar kota untuk berpamitan, saat salat Maghrib mereka sampai ke sebuah tempat yang memiliki masjid kuno, Imam pergi ke [[masjid]] tersebut guna menunaikan [[salat]], di halaman masjid terdapat pohon bidara, yang mana sampai pada waktu itu belum pernah berbuah. Imam meminta air dan [[Wudhu|berwudhu]] di samping pohon tersebut dan melakukan [[Salat Jamaah|salat berjamaah]] dan setelah salat, beliau melakukan [[sujud]] syukur. Setelah itu beliau berpamitan dengan masyarakat dan beliaupun pergi. Keesokan malamnya, pohon tersebut berbuah dan banyak memberikan buah, masyarakat sangat merasa takjub dengan masalah ini. [[Syekh Mufid]] mengutip bahwa di tahun-tahun setelahnya Imam sendiri melihat pohon itu dan memakan buah pohon tersebut.<ref> Ibnu Syahr Asyub, ''Manaqib Ali bin Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 390; Syekh Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 278; Fattal Nisyaburi, hlm. 241 dan 242.</ref>
imam dalam perjalanan pulangnya dari Baghdad menuju [[Madinah]], sekelompok masyarakat menemani imam sampai ke luar kota untuk berpamitan, saat salat Maghrib mereka sampai ke sebuah tempat yang memiliki masjid kuno, imam pergi ke [[masjid]] tersebut guna menunaikan [[salat]], di halaman masjid terdapat pohon bidara, yang mana sampai pada waktu itu belum pernah berbuah. imam meminta air dan [[Wudhu|berwudhu]] di samping pohon tersebut dan melakukan [[Salat Jamaah|salat berjamaah]] dan setelah salat, beliau melakukan [[sujud]] syukur. Setelah itu beliau berpamitan dengan masyarakat dan beliaupun pergi. Keesokan malamnya, pohon tersebut berbuah dan banyak memberikan buah, masyarakat sangat merasa takjub dengan masalah ini. [[Syekh Mufid]] mengutip bahwa di tahun-tahun setelahnya imam sendiri melihat pohon itu dan memakan buah pohon tersebut.<ref> Ibnu Syahr Asyub, ''Manaqib Ali bin Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 390; Syekh Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 278; Fattal Nisyaburi, hlm. 241 dan 242.</ref>


==Para Sahabat==
==Para Sahabat==
Mayoritas para sahabatnya, yang mana termasuk sahabat-sahabat ayah dan putranya ([[Imam Hadi as|Imam Hadi]]) juga termasuk orang-orang yang memiliki karangan dalam ranah [[fikih]] dan teologi dan dianggap sebagai para tokoh yang berpengaruh dalam masyarakatnya. Para sahabat dan para perawi Imam Jawad kurang lebih berjumlah 120 orang, dimana mereka kurang lebih menukil 250 riwayat dari beliau. Riwayat-riwayat dalam pelbagai topik, fikih, tafsir dan [[akidah]]. Sedikitnya riwayat yang dinukilkan dari Imam karena beliau berada di bawah kendali dan minimnya umur beliau. Di antara para perawi dan sahabat populer beliau adalah Ali bin Mahziar, Ahmad bin Abu Nasr Bazanti, Zakaria bin Adam, Muhammad bin Ismail bin Bazi', Hasan bin Said Ahwazi dan Ahmad bin Muhammad Barqi.
Mayoritas para sahabatnya, yang mana termasuk sahabat-sahabat ayah dan putranya ([[Imam Hadi as|Imam Hadi]]) juga termasuk orang-orang yang memiliki karangan dalam ranah [[fikih]] dan teologi dan dianggap sebagai para tokoh yang berpengaruh dalam masyarakatnya. Para sahabat dan para perawi Imam Jawad kurang lebih berjumlah 120 orang, dimana mereka kurang lebih menukil 250 riwayat dari beliau. Riwayat-riwayat dalam berbagai topik, [[fikih]], tafsir dan [[akidah]]. Sedikitnya riwayat yang dinukilkan dari imam karena beliau berada di bawah kendali dan minimnya umur beliau. Di antara para perawi dan sahabat populer beliau adalah Ali bin Mahziar, Ahmad bin Abu Nasr Bazanti, Zakaria bin Adam, Muhammad bin Ismail bin Bazi', Hasan bin Said Ahwazi dan Ahmad bin Muhammad Barqi.
Para perawi dan sahabat Imam Jawad tidak hanya terbatas pada orang-orang [[Syiah]] saja, bahkan ada juga dari sekte-sekte lain, seperti [[Ahlusunah]].<ref>'Atharidi, ''Musnad al-Imam al-Jawad'', hlm. 314, 315, 262, 283, 319 dan 271.</ref>
Para perawi dan sahabat Imam Jawad tidak hanya terbatas pada orang-orang [[Syiah]] saja, bahkan ada juga dari sekte-sekte lain, seperti [[Ahlusunah]].<ref>'Atharidi, ''Musnad al-Imam al-Jawad'', hlm. 314, 315, 262, 283, 319 dan 271.</ref>


Baris 161: Baris 161:
'''Ibrahim bin Hasyim Qummi'''
'''Ibrahim bin Hasyim Qummi'''


Ibrahim bin Hasyim termasuk salah seorang sahabat Imam Jawad as, dimana para ulama rijal menyebutnya dengan Jalil al-Qadr (kedudukan yang agung), ''tsiqoh'' (dipercaya) dan termasuk pemuka hadis. Ibrahim berasal dari [[Kufah]] yang berhijrah ke [[Qom]] dan dia melakukan penyebaran hadis dan riwayat-riwayat di kota ini. Buku ''Nawadir'' dan keputusan-keputusan Imam Ali termasuk dari karya-karyanya. Dia termasuk salah seorang murid dari [[Yunus bin Abdurrahman]] (sahabat [[Imam Ridha as]]). Dia banyak menukil riwayat dari Imam Jawad as dalam pelbagai bab, seperti manaqib, dilalah, sahabat dan [[zakat]]. <ref>'Atharidi, ''Musnad al-Imām al-Jawad''., hlm. 252 dan 253.</ref>
Ibrahim bin Hasyim termasuk salah seorang sahabat Imam Jawad as, dimana para ulama rijal menyebutnya dengan Jalil al-Qadr (kedudukan yang agung), ''tsiqoh'' (dipercaya) dan termasuk pemuka hadis. Ibrahim berasal dari [[Kufah]] yang berhijrah ke [[Qom]] dan dia melakukan penyebaran hadis dan riwayat-riwayat di kota ini. Buku ''Nawadir'' dan keputusan-keputusan Imam Ali termasuk dari karya-karyanya. Dia termasuk salah seorang murid dari [[Yunus bin Abdurrahman]] (sahabat [[Imam Ridha as]]). Dia banyak menukil riwayat dari Imam Jawad as dalam berbagai bab, seperti manaqib, dilalah, sahabat dan [[zakat]]. <ref>'Atharidi, ''Musnad al-Imām al-Jawad''., hlm. 252 dan 253.</ref>


==Kedudukan Imam Jawad as di Sisi Ahlusunah==
==Kedudukan Imam Jawad as di Sisi Ahlusunah==
Pembicaraan dan dialog ilmiah Imam Jawad pada masa pemerintahan Makmun dan Mu'tashim yang menyelesaikan problem dan masalah-masalah ilmiah dan [[fikih]] menyebabkan kekaguman dan pujian para cendekiawan dan para peneliti Islam, baik itu dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Ahlusunah]], sampai-sampai banyak sekali dari mereka yang menganggap kepribadian ilmiah Imam adalah hal yang istimewa dan mereka menyanjungnya, dimana akan kami isyaratkan beberapa hal disini:
Pembicaraan dan dialog ilmiah Imam Jawad pada masa pemerintahan Makmun dan Mu'tashim yang menyelesaikan problem dan masalah-masalah ilmiah dan [[fikih]] menyebabkan kekaguman dan pujian para cendekiawan dan para peneliti Islam, baik itu dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Ahlusunah]], sampai-sampai banyak sekali dari mereka yang menganggap kepribadian ilmiah imam adalah hal yang istimewa dan mereka menyanjungnya, dimana akan kami isyaratkan beberapa hal disini:


Sibth Ibn Jauzi mengatakan, "Dia dalam ilmu, takwa, zuhud dan kedermawanan berdasarkan metode ayahnya."<ref> Sibth ibn Jauzi, ''Tazkira al-Khawash'', hlm. 359.</ref>
Sibth Ibn Jauzi mengatakan, "Dia dalam ilmu, takwa, zuhud dan kedermawanan berdasarkan metode ayahnya."<ref> Sibth ibn Jauzi, ''Tazkira al-Khawash'', hlm. 359.</ref>
Baris 172: Baris 172:
Fattal Nisyaburi menjelaskan bahwa, Makmun sangat tertarik denganya (Imam Jawad), karena meskipun dia masih belia namun dia sering melihat bahwa dari sisi keilmuan, hikmah, adab dan kesempurnaan akal, dia berada pada tingkatan tinggi yang mana tidak ada seorangpun dari para pemuka ilmiah pada waktu itu yang sampai pada landasan tersebut.<ref> Fattal Nisyaburi, ''Raudhah al-Wā'idzin'', hlm. 237.</ref>
Fattal Nisyaburi menjelaskan bahwa, Makmun sangat tertarik denganya (Imam Jawad), karena meskipun dia masih belia namun dia sering melihat bahwa dari sisi keilmuan, hikmah, adab dan kesempurnaan akal, dia berada pada tingkatan tinggi yang mana tidak ada seorangpun dari para pemuka ilmiah pada waktu itu yang sampai pada landasan tersebut.<ref> Fattal Nisyaburi, ''Raudhah al-Wā'idzin'', hlm. 237.</ref>


Jahid Utsman Mu'tazili, dimana termasuk tokoh penentang keluarga [[Ali bin Abi Thalib as]] menuturkan Imam Jawad termasuk dalam bilangan kesepuluh orang dari Talibani (keluarga [[Abu Thalib]]), dimana tentang mereka dikatakan sebagai berikut, setiap dari mereka adalah alim, zahid, rajin beribadah, pemberani, dermawan, suci dan tersucikan.<ref> Amili, Murtadha, ''Zendegāni Siyāsi Imām Jawad'', hlm. 106.</ref>
Jahid Utsman Mu'tazili, dimana termasuk tokoh penentang keluarga [[Ali bin Abi Thalib as]] menuturkan imam Jawad termasuk dalam bilangan kesepuluh orang dari Talibani (keluarga [[Abu Thalib]]), dimana tentang mereka dikatakan sebagai berikut, setiap dari mereka adalah alim, zahid, rajin beribadah, pemberani, dermawan, suci dan tersucikan.<ref> Amili, Murtadha, ''Zendegāni Siyāsi Imām Jawad'', hlm. 106.</ref>


==Tawassul kepada Imam Jawad as==
==Tawassul kepada Imam Jawad as==
Pengguna anonim