Lompat ke isi

Imam Muhammad al-Jawad as: Perbedaan antara revisi

imported>M.hazer
imported>M.hazer
Baris 167: Baris 167:
Ibrahim bin Hasyim termasuk salah seorang sahabat Imam Jawad as, dimana para ulama rijal menyebutnya dengan Jalil al-Qadr (kedudukan yang agung), ''tsiqoh'' (dipercaya) dan termasuk pemuka hadis. Ibrahim berasal dari [[Kufah]] yang berhijrah ke [[Qom]] dan dia melakukan penyebaran hadis dan riwayat-riwayat di kota ini. Buku Nawadir dan keputusan-keputusan Imam Ali termasuk dari karya-karyanya. Dia termasuk salah seorang murid dari Yunus bin Abdul Rahman (sahabat [[Imam Ridha as]]). Dia banyak menukil riwayat dari Imam Jawad as dalam pelbagai bab, seperti manaqib, dilalah, sahabat dan [[zakat]]. <ref> Ibid., hlm. 252 dan 253.</ref>
Ibrahim bin Hasyim termasuk salah seorang sahabat Imam Jawad as, dimana para ulama rijal menyebutnya dengan Jalil al-Qadr (kedudukan yang agung), ''tsiqoh'' (dipercaya) dan termasuk pemuka hadis. Ibrahim berasal dari [[Kufah]] yang berhijrah ke [[Qom]] dan dia melakukan penyebaran hadis dan riwayat-riwayat di kota ini. Buku Nawadir dan keputusan-keputusan Imam Ali termasuk dari karya-karyanya. Dia termasuk salah seorang murid dari Yunus bin Abdul Rahman (sahabat [[Imam Ridha as]]). Dia banyak menukil riwayat dari Imam Jawad as dalam pelbagai bab, seperti manaqib, dilalah, sahabat dan [[zakat]]. <ref> Ibid., hlm. 252 dan 253.</ref>


==Ucapan Para Pemuka Ahlusunnah tentang Beliau==
==Kedudukan Imam Jawad as di Sisi Ahlusunnah==
Pembicaraan dan dialog ilmiah Imam Jawad pada masa pemerintahan Makmun dan Mu'tashim yang menyelesaikan problem dan masalah-masalah ilmiah dan [[fikih]] menyebabkan  kekaguman dan pujian para cendekiawan dan para peneliti Islam, baik itu dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Ahlusunah]], sampai-sampai banyak sekali dari mereka yang menganggap kepribadian ilmiah Imam adalah hal yang istimewa dan mereka menyanjungnya, dimana akan kami isyaratkan beberapa hal disini:
Pembicaraan dan dialog ilmiah Imam Jawad pada masa pemerintahan Makmun dan Mu'tashim yang menyelesaikan problem dan masalah-masalah ilmiah dan [[fikih]] menyebabkan  kekaguman dan pujian para cendekiawan dan para peneliti Islam, baik itu dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Ahlusunah]], sampai-sampai banyak sekali dari mereka yang menganggap kepribadian ilmiah Imam adalah hal yang istimewa dan mereka menyanjungnya, dimana akan kami isyaratkan beberapa hal disini:
Sibth Ibn Jauzi mengatakan, "Dia dalam ilmu, takwa, zuhud dan kedermawanan berdasarkan metode ayahnya."<ref> Sibth ibn Jauzi, ''Tazkira al-Khawash'', hlm. 359.</ref>
Sibth Ibn Jauzi mengatakan, "Dia dalam ilmu, takwa, zuhud dan kedermawanan berdasarkan metode ayahnya."<ref> Sibth ibn Jauzi, ''Tazkira al-Khawash'', hlm. 359.</ref>
Ibn Hajar Haitsami menulis, "Makmun memilih dia sebagai menantunya karena meskipun umurnya masih belia, namun dari sisi keilmuan, pengetahuan dan santun memiliki prioroitas di atas semua para ilmuan."<ref> Haitsami, Ibn Hajar, ''al-Shawāiq al-Muhriqah'', hlm. 206.</ref>
Ibn Hajar Haitsami menulis, "Makmun memilih dia sebagai menantunya karena meskipun umurnya masih belia, namun dari sisi keilmuan, pengetahuan dan santun memiliki prioroitas di atas semua para ilmuan."<ref> Haitsami, Ibn Hajar, ''al-Shawāiq al-Muhriqah'', hlm. 206.</ref>
Fattal Nisyaburi menjelaskan bahwa, Makmun sangat tertarik denganya (Imam Jawad), karena meskipun dia masih belia namun dia sering melihat bahwa dari sisi keilmuan, hikmah, adab dan kesempurnaan akal, dia berada pada tingkatan tinggi yang mana tidak ada seorangpun dari para pemuka ilmiah pada waktu itu yang sampai pada landasan tersebut.<ref> Fattal Nisyaburi, ''Raudhah al-Wā'idzin'', hlm. 237.</ref>
Fattal Nisyaburi menjelaskan bahwa, Makmun sangat tertarik denganya (Imam Jawad), karena meskipun dia masih belia namun dia sering melihat bahwa dari sisi keilmuan, hikmah, adab dan kesempurnaan akal, dia berada pada tingkatan tinggi yang mana tidak ada seorangpun dari para pemuka ilmiah pada waktu itu yang sampai pada landasan tersebut.<ref> Fattal Nisyaburi, ''Raudhah al-Wā'idzin'', hlm. 237.</ref>
Jahid Utsman Mu'tazili, dimana termasuk tokoh penentang keluarga [[Ali bin Abi Thalib as]] menuturkan Imam Jawad termasuk dalam bilangan kesepuluh orang dari Talibani (keluarga [[Abu Thalib]]), dimana tentang mereka dikatakan sebagai berikut, setiap dari mereka adalah alim, zahid, rajin beribadah, pemberani, dermawan, suci dan tersucikan.<ref> Amili, Murtadha, ''Zendegāni Siyāsi Imām Jawad'', hlm. 106.</ref>
Jahid Utsman Mu'tazili, dimana termasuk tokoh penentang keluarga [[Ali bin Abi Thalib as]] menuturkan Imam Jawad termasuk dalam bilangan kesepuluh orang dari Talibani (keluarga [[Abu Thalib]]), dimana tentang mereka dikatakan sebagai berikut, setiap dari mereka adalah alim, zahid, rajin beribadah, pemberani, dermawan, suci dan tersucikan.<ref> Amili, Murtadha, ''Zendegāni Siyāsi Imām Jawad'', hlm. 106.</ref>


Pengguna anonim