Lompat ke isi

Zaidiyah: Perbedaan antara revisi

22 bita dihapus ,  23 Juni 2021
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Yuwono
imported>Yuwono
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 24: Baris 24:


===Jarudiyah===
===Jarudiyah===
Jarudiyah atau Sarhubiyah adalah pengikut Abu Jarud Ziyad bin Abu Ziyad. Jarudiyah adalah aliran pertama atau salah satu aliran pertama Syiah Zaidiyah. Kesamaan Jarudiyah dengan Syiah Imamiyah adalah mereka meyakini bahwa [[Nabi Muhammad saw]] menentukan [[Imam Ali bin Abi Thalib|Imam Ali as]] sebagai imam. Jarudiyah menganggap Abu Bakar dan Umar adalah orang fasik dan kafir. Mereka juga menganggap sebagian besar [[sahabat]] telah kafir. Perbedaan mendasar Jarudiyah dengan [[Imamiyah]] adalah mengenai sistem pemilihan [[imam]]. Menurut Jarudiyah, selain Imam Ali as, [[Imam Hasan as]] dan [[Imam Husain as]], seorang imam bisa dipilih lewat sistem musyawarah. Mereka bersikap ghuluw (lewat batas wajar) terhadap para imamnya dan meyakini ruj'ah-nya para imam. <ref>Rujuk ke Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 95-97. Syahristani, Kitab al-Milal Wa al-Nihal, hlm. 140-142. Asy’ari, Maqalat al-Islamiyin, hlm. 66-67. </ref>
Jarudiyah atau Sarhubiyah adalah pengikut Abu Jarud Ziyad bin Abu Ziyad. Jarudiyah adalah aliran pertama atau salah satu aliran pertama Syiah Zaidiyah. Kesamaan Jarudiyah dengan Syiah Imamiyah adalah mereka meyakini bahwa [[Nabi Muhammad saw]] menentukan [[Imam Ali bin Abi Thalib|Imam Ali as]] sebagai imam. Jarudiyah menganggap Abu Bakar dan Umar adalah orang fasik dan kafir. Mereka juga menganggap sebagian besar [[sahabat]] telah kafir. Perbedaan mendasar Jarudiyah dengan [[Imamiyah]] adalah mengenai sistem pemilihan [[imam]]. Menurut Jarudiyah, selain Imam Ali as, [[Imam Hasan as]] dan [[Imam Husain as]], seorang imam bisa dipilih lewat sistem musyawarah. Mereka bersikap ghuluw (lewat batas wajar) terhadap para imamnya dan meyakini raj'ah-nya para imam. <ref>Rujuk ke Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 95-97. Syahrestani, Kitab al-Milal Wa al-Nihal, hlm. 140-142. Asy'ari, Maqalat al-Islamiyin, hlm. 66-67. </ref>


===Batriyah atau Shalihiyah ===
===Batriyah atau Shalihiyah ===
Batriyah dan Shalihiyah adalah pengikut Hasan bin Shalih bin Hayy Hamedani dan Abu Ismail bin Nafi' Nawa' yang bergelar Katsiru al-Nawwa' dan al-Abtar. Sebab penamaan aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan pendapat antara mereka dengan Zaid dalam hal [[tawalli]] dan [[tabarri]] terhadap Abu Bakar dan Umar dan juga karena Zaid melaknat keduanya. <ref>Untuk mengetahui sebab penamaan mereka rujuk Thusi, ''Ikhtiyar Ma'rifatu al-Rijal'', hlm. 236, sy. 429. </ref>
Batriyah dan Shalihiyah adalah pengikut Hasan bin Shalih bin Hayy Hamedani dan Abu Ismail bin Nafi' Nawa' yang bergelar Katsiru al-Nawwa' dan al-Abtar. Sebab penamaan aliran tersebut disebabkan adanya perbedaan pendapat antara mereka dengan [[Zaid bin Ali|Zaid]] dalam hal [[tawalli]] dan [[tabarri]] terhadap Abu Bakar dan Umar dan juga karena Zaid melaknat keduanya. <ref>Untuk mengetahui sebab penamaan mereka rujuk Thusi, ''Ikhtiyar Ma'rifatu al-Rijal'', hlm. 236, sy. 429. </ref>


Shalihiyah meyakini bahwa penentuan imam dapat melalui musyawarah. Menurut keyakinan mereka, meskipun ada fadhil (orang yang tingkat keutamaannya lebih tinggi), -dengan keridhaan fadhil- mafdhul (orang yang tingkat keutamaannya lebih rendah) tetap bisa menjadi [[imam]]. <ref>Meski ada imam Ali as mereka memberikan alasan tentang penerimaan kekhlifahan Abu Bakar dan Umar. </ref>
Shalihiyah meyakini bahwa penentuan imam dapat melalui musyawarah. Menurut keyakinan mereka, meskipun ada fadhil (orang yang tingkat keutamaannya lebih tinggi), -dengan keridhaan fadhil- mafdhul (orang yang tingkat keutamaannya lebih rendah) tetap bisa menjadi [[imam]]. <ref>Meski ada imam Ali as mereka memberikan alasan tentang penerimaan kekhlifahan Abu Bakar dan Umar. </ref>
Baris 41: Baris 41:


===Fikih===
===Fikih===
Diantara kitab fikih klasik Zaidiyah adalah kitab ''Majmu' al-Hadits'' dan ''Majmu' al-Fiqh''. Kedua kitab tersebut disatukan dalam satu kitab bernama ''Majmu' al-Kabir''. <ref>Rujuk ke Mashkur, Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 217. </ref>Diantara ajaran [[fikih]] Zaidiyah adalah pengucapan hayya 'ala khairi al-'amal dalam [[azan]], <ref>Qasim bin Muhammad al-Zaidi, wafat tahun 1029 M, al-I'tisham Bihablillah. </ref>bolehnya mengusap di atas sepatu, menafikan mut’ah dan bolehnya mengkonsumsi hasil sembelihan Ahlul Kitab. Aliran Zaidiyah mewajibkan amar ma'ruf nahi munkar. Karena itu mereka menganggap bahwa hijrah dari wilayah yang masyarakatnya gemar bermaksiat terang-terangan ke wilayah yang bersih dari maksiat adalah [[wajib]]. Para imam Zaidiyah mengorbankan jiwa mereka dalam memperjuangkan prinsip tersebut. Sebagaimana Abu Hanifah, metode yang digunakan Zaidiyah dalam melakukan penyimpulan hukum syariat adalah qiyas. Teori hukum syariat mereka berdasar pada [[ijma']] ulama. <ref>Rujuk ke Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 218. Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 80-89. </ref>
Diantara kitab fikih klasik Zaidiyah adalah kitab ''Majmu' al-Hadits'' dan ''Majmu' al-Fiqh''. Kedua kitab tersebut disatukan dalam satu kitab bernama ''Majmu' al-Kabir''. <ref>Rujuk ke Mashkur, Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 217. </ref>Diantara ajaran [[fikih]] Zaidiyah adalah pengucapan hayya 'ala khairi al-'amal dalam [[azan]], <ref>Qasim bin Muhammad al-Zaidi, wafat tahun 1029 M, al-I'tisham Bihablillah. </ref>bolehnya mengusap di atas sepatu, menafikan mut'ah dan bolehnya mengkonsumsi hasil sembelihan Ahlul Kitab. Aliran Zaidiyah mewajibkan amar ma'ruf nahi munkar. Karena itu mereka menganggap bahwa hijrah dari wilayah yang masyarakatnya gemar bermaksiat terang-terangan ke wilayah yang bersih dari maksiat adalah [[wajib]]. Para imam Zaidiyah mengorbankan jiwa mereka dalam memperjuangkan prinsip tersebut. Sebagaimana Abu Hanifah, metode yang digunakan Zaidiyah dalam melakukan penyimpulan hukum syariat adalah qiyas. Teori hukum syariat mereka berdasar pada [[ijma']] ulama. <ref>Rujuk ke Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 218. Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 80-89. </ref>


===Aqidah===
===Akidah===
Zaidiyah memiliki pandangan yang sama dengan mazhab Mu'tazilah dalam masalah husn wa qubh. Syahrestani menilai pandangan tersebut muncul karena Zaid belajar kepada Washil bin 'Atha yang merupakan pembesar [[Mu'tazilah]]. Mereka tidak meyakini bada' dan ruj'ah juga mengharamkan [[taqiyyah]]. <ref>Rujuk ke Mashkur, Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 218. </ref>
Zaidiyah memiliki pandangan yang sama dengan mazhab Mu'tazilah dalam masalah husn wa qubh. Syahrestani menilai pandangan tersebut muncul karena Zaid belajar kepada Washil bin 'Atha yang merupakan pembesar [[Mu'tazilah]]. Mereka tidak meyakini bada' dan raj'ah juga mengharamkan [[taqiyyah]]. <ref>Rujuk ke Mashkur, Farhang-e Feraq-e Islami, hlm. 218. </ref>


Mereka meyakini semua keturunan [[Sayidah Fatimah sa]], baik dari keturunan [[Imam Hasan as]] maupun keturunan [[Imam Husain as]], berhak menjadi imam dengan syarat: alim, zuhud, pemberani, dermawan, mengaku [[imam]] dan ber[[jihad]]. Mereka memperbolehkan adanya dua imam dalam satu waktu dengan syarat berada pada tempat yang berbeda, dan keduanya wajib dita’ati. Zaidiyah berpendapat bolehnya kepemimpinan mafdhul dengan adanya fadhil. Akidah tersebut bertahan dalam tubuh Zaidiyah sampai masa Nashir Athrush, setelah itu mereka tidak lagi meyakininya. Menurut mereka imam tidak harus suci. Dalam konsep imamah mereka meyakini wujudnya [[Imam Mahdi|al-Mahdi]].
Mereka meyakini semua keturunan [[Sayidah Fatimah sa]], baik dari keturunan [[Imam Hasan as]] maupun keturunan [[Imam Husain as]], berhak menjadi imam dengan syarat: alim, zuhud, pemberani, dermawan, mengaku [[imam]] dan ber[[jihad]]. Mereka memperbolehkan adanya dua imam dalam satu waktu dengan syarat berada pada tempat yang berbeda, dan keduanya wajib ditaati. Zaidiyah berpendapat bolehnya kepemimpinan mafdhul dengan adanya fadhil. Akidah tersebut bertahan dalam tubuh Zaidiyah sampai masa Nashir Athrush, setelah itu mereka tidak lagi meyakininya. Menurut mereka imam tidak harus suci. Dalam konsep imamah mereka meyakini wujudnya [[Imam Mahdi|al-Mahdi]].


Para Zaidis menerima konsep manzilah baina al-manzilatain (satu posisi di antara dua posisi), karena itu mereka tidak menyebut pelaku [[dosa]] besar sebagai kafir atau [[muslim]] tapi fasik. Mereka membagi kufur menjadi dua, kufur juhud (mengingkari meski tahu) dan kufur nikmat. Mereka menganggap orang yang melakukan [[Dosa-dosa Besar|dosa besar]] dengan menilai bahwa perbuatan [[haram]] itu boleh dilakukan, sebagai kafir dan murtad. Adapun yang melakukan dosa besar bukan karena sengaja menentang dan menganggap [[halal]] perbuatan haram, tapi karena hawa nafsu, mereka menyebutnya pendosa dan fasik. Jika pelaku dosa itu meninggal sebelum ber[[taubat]] maka akan masuk Neraka.” <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 84. </ref>
Para Zaidis menerima konsep manzilah baina al-manzilatain (satu posisi di antara dua posisi), karena itu mereka tidak menyebut pelaku [[dosa]] besar sebagai kafir atau [[muslim]] tapi fasik. Mereka membagi kufur menjadi dua, kufur juhud (mengingkari meski tahu) dan kufur nikmat. Mereka menganggap orang yang melakukan [[Dosa-dosa Besar|dosa besar]] dengan menilai bahwa perbuatan haram itu boleh dilakukan, sebagai kafir dan [[murtad]]. Adapun yang melakukan dosa besar bukan karena sengaja menentang dan menganggap [[halal]] perbuatan haram, tapi karena hawa nafsu, mereka menyebutnya pendosa dan fasik. Jika pelaku dosa itu meninggal sebelum ber[[taubat]] maka akan masuk Neraka.” <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 84. </ref>


Asy'ari menerangkan tentang perbedaan akidah para Zaidis di dalam Maqalat al-Islami halaman 70-75.
Asy'ari menerangkan tentang perbedaan akidah para Zaidis di b alam Maqalat al-Islami halaman 70-75.


==Tokoh-tokoh Zaidiyah==
==Tokoh-tokoh Zaidiyah==
Berdasarkan data yang tercatat dalam kitab ''Tarikh al-Zaidiyah'' halaman 9-13, ada banyak tokoh Zaidiyah yang hidup di abad yang berbeda, diantaranya:
Berdasarkan data yang tercatat dalam kitab ''Tarikh al-Zaidiyah'' halaman 9-13, ada banyak tokoh Zaidiyah yang hidup di abad yang berbeda, diantaranya:


Imam Zaid bin Ali (122 H/740) di abad ke-2, Qasim al-Rassi (246 H/860) di abad ke-3, Nashiruddin Hasan bin Ali berjuluk al-Athrush (304 H/916) di abad ke-4 di wilayah Dailaman dan Tabarestan, Ahmad bin Yahya bin Husain (325 H/937) di abad ke-4 di Yaman, Yusuf bin Yahya bin Ahmad (403 H/1012) di abad ke-5, Ahmad bin Husain bin Harun (411 H/1020) di abad ke-4 di Dailaman, Yahya bin Husain bin Harun berjuluk Abu Thalib Kabir (424 H/1033) di abad ke-4 di Dailaman, Yahya bin Husain bin Ishaq Jurjani (499 H/1105) di abad ke-5 di Gorgan dan Rey, Yahya bin Ahmad bin Abi al-Qasim berjuluk Abu Thalib Shagir (520 H/1126) di abad ke-6 di Dailaman, Ahmad bin Sulaiman bin Muhammad yang dikenal dengan Mutawakkil (566 H/1170) di abad ke-6 di Yaman, Abdullah bin Hamzah bin Sulaiman dikenal dengan al-Manshur Billah (614 H/1217) di abad ke-7 di Yaman, Muhammad bin Muthahhar bin Yahya bergelar al-Mahdi Lidinillah (729 H/1329) di abad ke-8, Ahmad bin Yaya bin Murtadha (840 H/1436) di abad ke-9, Ali bin Shalahuddin (840 H/1436) di abad ke-9, Yahya Syarafuddin bin Syamsuddin (965 H/1558) di abad ke-10, al-Manshur Billah Qasim bin Muhammad bin Ali (1029 H/1620) di abad ke-11, Yususf bin Mutawakkil (1140 H/1727) dan Muhammad bin Ahmad bin Hasan (1130 H/1718) di abad ke-12, Ali bin Abbas bin Husain (1189 H/1775) di abad ke-12, Ismail bin Ahmad bin Abdullah (1250 H/1834) di abad ke-13, Muhammad bin Yahya bin Muhammad (1322 H/1904) di abad ke-14. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 90. </ref>
[[Imam Zaid bin Ali]] (122 H/740) di abad ke-2, Qasim al-Rassi (246 H/860) di abad ke-3, Nashiruddin Hasan bin Ali berjuluk al-Athrush (304 H/916) di abad ke-4 di wilayah Dailaman dan Tabarestan, Ahmad bin Yahya bin Husain (325 H/937) di abad ke-4 di Yaman, Yusuf bin Yahya bin Ahmad (403 H/1012) di abad ke-5, Ahmad bin Husain bin Harun (411 H/1020) di abad ke-4 di Dailaman, Yahya bin Husain bin Harun berjuluk Abu Thalib Kabir (424 H/1033) di abad ke-4 di Dailaman, Yahya bin Husain bin Ishaq Jurjani (499 H/1105) di abad ke-5 di Gorgan dan Rey (Iran), Yahya bin Ahmad bin Abi al-Qasim berjuluk Abu Thalib Shagir (520 H/1126) di abad ke-6 di Dailaman, Ahmad bin Sulaiman bin Muhammad yang dikenal dengan Mutawakkil (566 H/1170) di abad ke-6 di Yaman, Abdullah bin Hamzah bin Sulaiman dikenal dengan al-Manshur Billah (614 H/1217) di abad ke-7 di Yaman, Muhammad bin Muthahhar bin Yahya bergelar al-Mahdi Lidinillah (729 H/1329) di abad ke-8, Ahmad bin Yaya bin Murtadha (840 H/1436) di abad ke-9, Ali bin Shalahuddin (840 H/1436) di abad ke-9, Yahya Syarafuddin bin Syamsuddin (965 H/1558) di abad ke-10, al-Manshur Billah Qasim bin Muhammad bin Ali (1029 H/1620) di abad ke-11, Yususf bin Mutawakkil (1140 H/1727) dan Muhammad bin Ahmad bin Hasan (1130 H/1718) di abad ke-12, Ali bin Abbas bin Husain (1189 H/1775) di abad ke-12, Ismail bin Ahmad bin Abdullah (1250 H/1834) di abad ke-13, Muhammad bin Yahya bin Muhammad (1322 H/1904) di abad ke-14. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 90. </ref>


==Pemberontakan Zaidis==
==Pemberontakan Zaidis==
“Karena begitu banyaknya pemberontakan yang dilakukan para Zaidis, terlebih pada awal pemerintahan Abbasiyah, menurut salah seorang peneliti, saat itu siapapun yang melakukan pemberontakan hampir pasti dianggap Zaidis”. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 67. </ref>Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Jauzi, setelah kesyahidan [[Zaid bin Ali]], banyak pemeberontakan yang dipimpin tokoh Zaidy di berbagai tempat, diantaranya: Yahya bin Zaid melakukan pemberontakan kepada Walid bin Yazid di Jauzjan. Muhammad bin Abdullah bin Hasan di [[Madinah]]. Ibrahim bin Abdullah bin Hasan, saudara Muhammad, di Bashrah. Husain bin Ali bin Hasan bin Hasan di Haramain, ia syahid dalam peristiwa Fakh. Yahya bin Abdullah bin Hasan bin Hasan juga melakukan pemberontakan. Muhammad bin Ja’far bin Yahya bin Hasan di Tahart. Muhammad bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim al-Ghumar di era Makmun di [[Kufah]]. Di masa yang sama juga dilakukan Ibrahim bin Musa bin Ja’far di Yaman. Ja’far putra Ibrahim juga mengadakan perlawanan lain. Muhammad bin Qasim bin Ali bin Umar di Thalaqan. Afthas di Madinah. Hasan bin Zaid di Tabarestan. Husain bin Ahmad yang dikenal dengan Kaukabi juga mengadakan perlawanan. Yahya bin Umar bin Yahya di era Musta’in, dan banyak lagi pemberontakan lainnya. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 67. Dan rujuk ke Ibnu Jauzi, al-Muntadzam Fi Tarikhi al-Umam Wa al-Muluk, jld 7, hlm. 212. </ref>
"Karena begitu banyaknya pemberontakan yang dilakukan para Zaidis, terlebih pada awal pemerintahan Abbasiyah, menurut salah seorang peneliti, saat itu siapapun yang melakukan pemberontakan hampir pasti dianggap Zaidis". <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 67. </ref>Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Jauzi, setelah kesyahidan [[Zaid bin Ali]], banyak pemeberontakan yang dipimpin tokoh Zaidy di berbagai tempat, diantaranya: Yahya bin Zaid melakukan pemberontakan kepada Walid bin Yazid di Jauzjan. Muhammad bin Abdullah bin Hasan di [[Madinah]]. Ibrahim bin Abdullah bin Hasan, saudara Muhammad, di Bashrah (Irak). Husain bin Ali bin Hasan bin Hasan di Haramain, ia syahid dalam peristiwa Fakh. Yahya bin Abdullah bin Hasan bin Hasan juga melakukan pemberontakan. Muhammad bin Ja'far bin Yahya bin Hasan di Tahart. Muhammad bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim al-Ghumar di era Makmun di [[Kufah]]. Di masa yang sama juga dilakukan Ibrahim bin Musa bin Ja'far di Yaman. Ja'far putra Ibrahim juga mengadakan perlawanan lain. Muhammad bin Qasim bin Ali bin Umar di Thalaqan. Afthas di Madinah. Hasan bin Zaid di Tabarestan. Husain bin Ahmad yang dikenal dengan Kaukabi juga mengadakan perlawanan. Yahya bin Umar bin Yahya di era Musta'in, dan banyak lagi pemberontakan lainnya. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 67. Dan rujuk ke Ibnu Jauzi, al-Muntadzam Fi Tarikhi al-Umam Wa al-Muluk, jld 7, hlm. 212. </ref>


===Pemberontakan Zaidiyah yang paling penting===
===Pemberontakan Zaidiyah yang paling penting===
Baris 65: Baris 65:
Setelah kesyahidan ayahnya, [[Yahya bin Zaid]] pergi ke Madain, dari sana ia melanjutkan ke Rey dan Sarakhs. Di Khurasan ia melakukan tablig dan dakwah. <ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Yahya bin Zaid dan kesyahidannya, baca: Amurji, al-Hayat al-Siyasiyah Wa al-Fikriyah Lil-Zaidiyah Fi al-Masyriq al-Islami, hlm. 76-82. Syami, Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 97-106. </ref>
Setelah kesyahidan ayahnya, [[Yahya bin Zaid]] pergi ke Madain, dari sana ia melanjutkan ke Rey dan Sarakhs. Di Khurasan ia melakukan tablig dan dakwah. <ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Yahya bin Zaid dan kesyahidannya, baca: Amurji, al-Hayat al-Siyasiyah Wa al-Fikriyah Lil-Zaidiyah Fi al-Masyriq al-Islami, hlm. 76-82. Syami, Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 97-106. </ref>


Salah seorang antek [[Bani Umayyah]] di Iraq yang bernama Nashr bin Sayyar menangkap dan memenjarakannya. Setelah kematian Hisyam, Yahya bin Zaid dibebaskan kemudian ia pergi ke daerah sekitar Naisabur. Di sana Yahya bin Zaid mengalahkan pasukan Nashr bin Sayyar, namun ia syahid dalam sebuah peperangan yang terjadi di dekat Jauzjan. Sebagian orang berpendapat, [[Imam Shadiq as]] mengirim surat kepada Yahya bin Zaid, guna melarangnya melakukan pemberontakan. <ref>Rujuk ke Amurji, al-Hayat al-Siyasiyah Wa al-Fikriyah Lil-Zaidiyah Fi al-Masyriq al-Islami, hlm. 78. </ref>
Salah seorang antek [[Bani Umayyah]] di Irak yang bernama Nashr bin Sayyar menangkap dan memenjarakannya. Setelah kematian Hisyam, Yahya bin Zaid dibebaskan kemudian ia pergi ke daerah sekitar Naisabur. Di sana Yahya bin Zaid mengalahkan pasukan Nashr bin Sayyar, namun ia syahid dalam sebuah peperangan yang terjadi di dekat Jauzjan. Sebagian orang berpendapat, [[Imam Shadiq as]] mengirim surat kepada Yahya bin Zaid, guna melarangnya melakukan pemberontakan. <ref>Rujuk ke Amurji, al-Hayat al-Siyasiyah Wa al-Fikriyah Lil-Zaidiyah Fi al-Masyriq al-Islami, hlm. 78. </ref>
Karena kesyahidan Yahya bin Zaid masyarakat Khurasan mengadakan acara duka selama tujuh hari. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 69. </ref>
Karena kesyahidan Yahya bin Zaid masyarakat Khurasan mengadakan acara duka selama tujuh hari. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 69. </ref>


Baris 74: Baris 74:


====Pemberontakan Nafs al-Zakiyah====
====Pemberontakan Nafs al-Zakiyah====
Nafs al-Zakiyah adalah Muhammad bin Abdullah bin Hasan. Sebagian orang menyebutnya [[Imam Mahdi|al-Mahdi al-Mau’ud]] (yang dijanjikan). Sebelum berdirinya kekhalifahan Bani Abbasiyah, Manshur dan Saffah sempat ber[[baiat]] pada Muhammad, bahkan termasuk pendukungnya. Muhammad menganggap dirinya lebih layak menjadi khalifah dibanding Manshur. Ia melakukan pemberontakan pada tahun 145 H/762 di Madinah. Di sana ia menyandang gelar Amirul Mukminin. Mansur mengancam Muhammad lewat surat-surat yang dia kirim, namun Muhammad tidak menghiraukannya. Karena itu Manshur mengirim pasukan yang dipimpin Isa bin Musa ke Madinah. Akhirnya Muhammad gugur dalam peperangan antara pasukan Manshur dan penduduk Madinah. Kepala Muhammad diarak di [[Kufah]] kemudian diserahkan pada khalifah. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 70-72. </ref><ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Muhammad bin Abdullah, rujuk ke Ibnu Jauzi, al-Muntadzam, jld. 8, hlm. 63-68. </ref>
[[Muhammad bin Abdullah bin Hasan|Nafs al-Zakiyah]] adalah Muhammad bin Abdullah bin Hasan. Sebagian orang menyebutnya [[Imam Mahdi|al-Mahdi al-Mau'ud]] (yang dijanjikan). Sebelum berdirinya kekhalifahan Bani Abbasiyah, Manshur dan Saffah sempat ber[[baiat]] pada Muhammad, bahkan termasuk pendukungnya. Muhammad menganggap dirinya lebih layak menjadi khalifah dibanding Manshur. Ia melakukan pemberontakan pada tahun 145 H/762 di Madinah. Di sana ia menyandang gelar Amirul Mukminin. Manshur mengancam Muhammad lewat surat-surat yang dia kirim, namun Muhammad tidak menghiraukannya. Karena itu Manshur mengirim pasukan yang dipimpin Isa bin Musa ke Madinah. Akhirnya Muhammad gugur dalam peperangan antara pasukan Manshur dan penduduk Madinah. Kepala Muhammad diarak di [[Kufah]] kemudian diserahkan pada khalifah. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 70-72. </ref><ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Muhammad bin Abdullah, rujuk ke Ibnu Jauzi, al-Muntadzam, jld. 8, hlm. 63-68. </ref>


====Pemberontakan Ibrahim bin Abdullah====
====Pemberontakan Ibrahim bin Abdullah====
Ketika perjuangan para Zaidis di Kufah dan Madinah mengalami kekalahan dan Muhammad bin Abdullah gugur, saat itu juga Ibrahim bin Abdullah, saudara Muhammad bin Abdullah, mulai mengadakan perlawanan secara terang-terangan di Bashrah. Sekitar tahun 143 H/760 Ibrahim datang ke Bashrah. Bersama Isa bin Zaid, di sana ia mengatur barisan guna mengadakan perlawanan. Saat itu banyak orang Zaidy dan Mu’tazily yang mendukung dan bergabung dengan mereka. Di samping itu masyarakat Fars, Ahwaz dan daerah-daerah lain juga ikut bergabung dengan mereka.
Ketika perjuangan para Zaidis di Kufah dan Madinah mengalami kekalahan dan Muhammad bin Abdullah gugur, saat itu juga Ibrahim bin Abdullah, saudara Muhammad bin Abdullah, mulai mengadakan perlawanan secara terang-terangan di Bashrah. Sekitar tahun 143 H/760 Ibrahim datang ke Bashrah. Bersama Isa bin Zaid, di sana ia mengatur barisan guna mengadakan perlawanan. Saat itu banyak orang Zaidy dan Mu'tazily yang mendukung dan bergabung dengan mereka. Di samping itu masyarakat Fars, Ahwaz dan daerah-daerah lain juga ikut bergabung dengan mereka.
....di Bakhmara terjadi pertempuran antara pasukan Ibrahim melawan pasukan yang dikirim khalifah. Dan akhirnya Ibrahim beserta empat ratus orang Zaidy gugur.”. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 72. </ref>
Di Bakhmara terjadi pertempuran antara pasukan Ibrahim melawan pasukan yang dikirim khalifah. Dan akhirnya Ibrahim beserta empat ratus orang Zaidy gugur.”. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 72. </ref>


<ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Ibrahim bin Abdullah, rujuk ke al-Bad’u Wa al-Tarikh, jld. 6, hlm. 86. Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 376-379. </ref>
<ref>Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemberontakan Ibrahim bin Abdullah, rujuk ke al-Bad'u Wa al-Tarikh, jld. 6, hlm. 86. Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 376-379. </ref>


====Pemberontakan Syahid Fakh====
====Pemberontakan Syahid Fakh====
Baris 92: Baris 92:


====Pemberontakan Abu Saraya====
====Pemberontakan Abu Saraya====
Sirri bin Mansur Syaibani atau yang dikenal dengan Abu Saraya pada tahun 199 H/815 melakukan pemberontakan di [[Kufah]]. Di bawah instruksi Muhammad bin Ibrahim yang dikenal dengan Ibnu Thaba’thaba, dan dengan mengusung syiar (demi) keridhaan [[Keluarga Nabi|keluarga Muhammad]] shalallah 'alaih wa alihi” Sirri bin Mansur berhasil meraih kemenangan. Sejak itu ia banyak mengirim utusan ke berbagai wilayah. Seperti Husain bin Afthas dengan Muhammad bin Sulaiman yang dikirim ke [[Hijaz]] dan Ibrahim bin Musa bin Ja’far ke Yaman. Sedangkan ia sendiri, di samping Kufah, berhasil menguasai Bashrah. Pada tahun 200 H/815 perjuangan Abu Surayya berhasil diredam”. <ref>Ibid, hlm. 74-75. </ref>
Sirri bin Mansur Syaibani atau yang dikenal dengan Abu Saraya pada tahun 199 H/815 melakukan pemberontakan di [[Kufah]]. Di bawah instruksi Muhammad bin Ibrahim yang dikenal dengan Ibnu Thaba'thaba, dan dengan mengusung syiar "(demi) keridhaan [[Keluarga Nabi|keluarga Muhammad]] shalallah 'alaih wa alihi" Sirri bin Manshur berhasil meraih kemenangan. Sejak itu ia banyak mengirim utusan ke berbagai wilayah. Seperti Husain bin Afthas dengan Muhammad bin Sulaiman yang dikirim ke [[Hijaz]] dan Ibrahim bin Musa bin Ja'far ke Yaman. Sedangkan ia sendiri, di samping Kufah, berhasil menguasai Bashrah. Pada tahun 200 H/815 perjuangan Abu Surayya berhasil diredam. <ref>Ibid, hlm. 74-75. </ref>


==Pemerintahan Zaidiyah==
==Pemerintahan Zaidiyah==
Baris 98: Baris 98:


===Di Yaman===
===Di Yaman===
Pusat pemerintahan Zaidiyah Yaman berada di Sha’dah, <ref>Rujuk ke Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, hlm. 47. </ref>wilayah itu mencakup kota-kota lain seperti Aden dan Sana’a. <ref>Rujuk ke Syami, Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 233. </ref>
Pusat pemerintahan Zaidiyah Yaman berada di Sha'dah, <ref>Rujuk ke Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, hlm. 47. </ref>wilayah itu mencakup kota-kota lain seperti Aden dan Sana'a. <ref>Rujuk ke Syami, Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 233. </ref>
Secara resmi mazhab Zaidiyah di Yaman disebarkan oleh Yahya bin Husain bin Qasim, salah seorang keturunan Imam Hasan as yang dikenal dengan sebutan al-Hadi ilal-haq. <ref>Rujuk ke Nisyar, Nasyatu al-Fkri al-Falsafi, jld. 2, hlm. 286. </ref>Pemerintahan tersebut berlangsung hingga tahun 1960. Pada tahun 1960, dengan dukungan Jamal Abdul Nashir,  Abdurrahaman al-Iryani mengkudeta Imam Yahya sehingga kekuasaan Zaidiyah pun punah. <ref>Rujuk ke Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 236. </ref>
Secara resmi mazhab Zaidiyah di Yaman disebarkan oleh Yahya bin Husain bin Qasim, salah seorang keturunan Imam Hasan as yang dikenal dengan sebutan al-Hadi ilal-haq. <ref>Rujuk ke Nisyar, Nasyatu al-Fkri al-Falsafi, jld. 2, hlm. 286. </ref>Pemerintahan tersebut berlangsung hingga tahun 1960. Pada tahun 1960, dengan dukungan Jamal Abdul Nashir,  Abdurrahaman al-Iryani mengkudeta Imam Yahya sehingga kekuasaan Zaidiyah pun punah. <ref>Rujuk ke Tarikh-e Zaidiye Dar Qarn-e Dowom Wa Sewam-e Hijri, hlm. 236. </ref>


===Di Iran===
===Di Iran===
Pemerintahan Zaidiyah wilayah Iran berdiri di Tabarestan dan Dailaman. “Pemerintahan tersebut didirikan oleh Hasan bin Zaid”. <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 78. </ref>Hasan bin Zaid bin Ismail bin Zaid bin [[Hasan bin Ali as]] mendirikan sebuah pemerintahan di Tabarestan. Pemerintahan tersebut berlangsung hingga tahun 316 H. <ref>Ibid. </ref>
Pemerintahan Zaidiyah wilayah Iran berdiri di Tabarestan dan Dailaman. "Pemerintahan tersebut didirikan oleh Hasan bin Zaid". <ref>Shabiri, Tharikh Firaq-e Islami, jld. 2, hlm. 78. </ref>Hasan bin Zaid bin Ismail bin Zaid bin [[Hasan bin Ali as]] mendirikan sebuah pemerintahan di Tabarestan. Pemerintahan tersebut berlangsung hingga tahun 316 H. <ref>Ibid. </ref>
==Komunitas Pengikut Zaidiyah===
==Komunitas Pengikut Zaidiyah===


Baris 117: Baris 117:
Setelah Nashir, ulama yang paling berpengaruh di tepi laut Khazar (Laut Kaspia) adalah dua bersaudara dari keluarga Bathani bernama Ahmad bin Husain al-Muayyad Billah (411 H/1020) dan Abu Thalib Yahya. Keduanya memiliki hubungan dekat dengan wazir keluarga Buya, Shahib bin Ibad, dan hakimnya yang bernama Abdul Jabbar Hamedani. <ref>Ibid, hlm. 145. </ref>
Setelah Nashir, ulama yang paling berpengaruh di tepi laut Khazar (Laut Kaspia) adalah dua bersaudara dari keluarga Bathani bernama Ahmad bin Husain al-Muayyad Billah (411 H/1020) dan Abu Thalib Yahya. Keduanya memiliki hubungan dekat dengan wazir keluarga Buya, Shahib bin Ibad, dan hakimnya yang bernama Abdul Jabbar Hamedani. <ref>Ibid, hlm. 145. </ref>


“Baihaqi adalah salah satu pusat pengajaran pengikut Zaidiyah di Iran. Menurut catatan Ibnu Fandaq, beberapa waktu sebelum bulan [[Jumadil Awal]] tahun 414 H/Juli 1023, di sana pemimpin Baihaq yang bernama Ali bin Muhammad bin Husain membangun empat sekolah untuk empat kelompok, yaitu Hanafi, Syafii, Kirami dan Sayidan beserta pengikutnya, Mu’tazili dan Zaidy”. <ref>Ibid. </ref>
“Baihaqi adalah salah satu pusat pengajaran pengikut Zaidiyah di Iran. Menurut catatan Ibnu Fandaq, beberapa waktu sebelum bulan [[Jumadil Awal]] tahun 414 H/Juli 1023, di sana pemimpin Baihaq yang bernama Ali bin Muhammad bin Husain membangun empat sekolah untuk empat kelompok, yaitu Hanafi, Syafii, Kirami dan Sayidan beserta pengikutnya, Mu'tazili dan Zaidy”. <ref>Ibid. </ref>


Setelah meninggalnya Baihaqi, “Pengikut Zaidiyah di Iraq dan Iran mengalami kemerosotan. Tidak lama kemudian mereka lenyap dari wilayah Rauyan, Dailaman dan Gilan. Karena mazhab [[Ismailiyah]] dan [[Ahlusunah]] semakin maju, basis dan pengaruh mereka semakin sempit. Namun ada beberapa jamaah kecil mazhab Zaidiyah aliran Nashiriyah dan Muayyidiyah yang masih tersisa. Sampai awal dinasti Safawiyah mereka masih melestarikan pengajaran Zaidiyah. Di masa Syah Thahmasb, sekitar tahun 933 H/1526, sisa-sisa pengikut Zaidiyah yang ada tepi Laut Kaspia menjadi Syiah Imamiyah”. <ref>Ibid, hlm. 147-148. </ref>
Setelah meninggalnya Baihaqi, "Pengikut Zaidiyah di Iraq dan Iran mengalami kemerosotan. Tidak lama kemudian mereka lenyap dari wilayah Rauyan, Dailaman dan Gilan. Karena mazhab [[Ismailiyah]] dan [[Ahlusunah]] semakin maju, basis dan pengaruh mereka semakin sempit. Namun ada beberapa jamaah kecil mazhab Zaidiyah aliran Nashiriyah dan Muayyidiyah yang masih tersisa. Sampai awal dinasti Safawiyah mereka masih melestarikan pengajaran Zaidiyah. Di masa Syah Thahmasb, sekitar tahun 933 H/1526, sisa-sisa pengikut Zaidiyah yang ada tepi Laut Kaspia menjadi Syiah Imamiyah". <ref>Ibid, hlm. 147-148. </ref>


==Catatan Kaki==
==Catatan Kaki==
Baris 142: Baris 142:
*Al-Nubahkti, Hasan bin Musa, Firqa al-Syiah, terj. Muhammad Jawad Masykur, Bunyad Farhang Iran, Tehran, 1353 S.
*Al-Nubahkti, Hasan bin Musa, Firqa al-Syiah, terj. Muhammad Jawad Masykur, Bunyad Farhang Iran, Tehran, 1353 S.
*Ya’qubi, Tārikh al-Ya’qubi, Dar Shar, Beirut, tanpa tahun.
*Ya’qubi, Tārikh al-Ya’qubi, Dar Shar, Beirut, tanpa tahun.
[[Category:Mazhab]]
[[Category:Syiah]]


[[Kategori:Mazhab]]
[[Kategori:Mazhab]]
[[Kategori:Syiah]]
[[Kategori:Syiah]]
Pengguna anonim