Lompat ke isi

Sirah 'Uqala

Dari wikishia

Sirah 'Uqala atau Bina 'Uqala, adalah kebiasaan masyarakat dan kesepakatan praktis mereka dalam melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Sirah 'Uqala adalah istilah yang banyak digunakan dalam Fikih dan Ushul Fikih dan banyak masalah dalam fikih, khususnya dalam Bab Muamalah, dibuktikan dengan bantuannya. Sirah 'Uqala adalah masalah ushul dan dalam ilmu ushul dibahas tentang syarat-syarat kehujjahannya dan dari sisi lain, ia sendiri merupakan dalil untuk membuktikan keabsahan beberapa masalah ushul, seperti kehujjahan Khabar Wahid Tsiqah dan kehujjahan Zhawahir. Kehujjahan sebuah sirah 'uqlai dibuktikan ketika secara istilah telah mendapat pengakuan Syari'; yaitu tidak ada penolakan atau larangan darinya terhadap sirah tersebut. Sirah 'Uqala juga digunakan untuk meninjau dan menjelaskan subjek hukum syar'i, dengan penjelasan bahwa terkadang hukum syar'i dibuktikan dengan dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah atau selain keduanya, tetapi subjek hukum tersebut masih samar. Sirah 'Uqala adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjelaskan subjek-subjek semacam ini. Misalnya, dalam dalil syar'i disebutkan bahwa "alat judi haram" dan sirah 'Uqala atau Urf-lah yang menentukan apa yang dianggap sebagai alat judi. Sirah yang muncul setelah masa Maksum (as) disebut sebagai sirah mustahdatsah. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kehujjahan sirah ini. Ulama ushul telah memperkenalkan cara untuk mengidentifikasi sirah 'uqlai, baik pada masa Maksum maupun setelahnya, serta cara untuk memastikan tidak adanya larangan sirah 'uqlai dari Syari'.

Pemahaman Konsep dan Kedudukan

Kebiasaan masyarakat dan kesepakatan praktis mereka dalam melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan.[1] Sebagai pengganti Sirah 'Uqala, terkadang digunakan ungkapan "Bina 'Uqala" dan "Sirah Masyarakat".[2] Pembahasan tentang kehujjahan Sirah 'Uqala, adalah salah satu pembahasan penting dalam Ilmu Ushul Fikih.[3] Sirah 'Uqala digunakan untuk membuktikan kehujjahan dan keabsahan banyak Kaidah Fikih seperti Kaidah La Dharar,[4] Kaidah Nafi Haraj,[5] Kaidah Keadilan dan Keseimbangan,[6] dan Kaidah Gharar.[7]Templat:Kutipan Dekoratif

Perbedaan Sirah 'Uqala dengan Istilah Serupa Lainnya

Beberapa orang menganggap kata "Urf", "Sirah" dan "Sirah 'Uqala" yang digunakan dalam literatur ahli fikih dan ushul adalah sinonim dan memiliki makna yang sama[8] dan sekelompok lainnya juga menyebutkan beberapa perbedaan di antara mereka:

Perbedaan dengan Urf

Templat:Utama Templat:Kotak Kutipan Beberapa peneliti dalam menyebutkan perbedaan antara Urf dan Sirah 'Uqala mengatakan bahwa Sirah 'Uqala berbeda dengan Urf, hanya dikhususkan untuk perilaku dan metode yang memiliki asal usul rasional; sedangkan asal usul Urf tidak hanya demikian dan bisa juga berasal dari taklid dan kebiasaan.[9] Juga dikatakan Urf lebih umum dari Sirah 'Uqala; karena Sirah 'Uqala hanya mencakup perbuatan, sedangkan Urf, selain perbuatan, juga mencakup perkataan dan meninggalkan perbuatan.[10] Ini sementara banyak ulama ushul, menganggap Sirah 'Uqala sama dengan Urf 'Am, yaitu Urf yang diterima di sisi semua atau sebagian besar masyarakat.[11]

Perbedaan dengan Irtikaz 'Uqlai

Tentang perbedaan Sirah 'Uqala dengan Irtikaz 'Uqlai dikatakan bahwa Sirah atau Bina 'Uqala, adalah perilaku eksternal dalam melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan; sedangkan Irtikaz tidak berkaitan dengan eksternal; tetapi hanya ada di benak 'Uqala, tanpa terwujud di luar.[12] Irtikaz 'Uqlai dari satu sisi dianggap lebih berharga dan lebih valid daripada Sirah 'Uqlai; karena Irtikaz 'Uqlai dalam banyak kasus berasal dari hal-hal seperti fitrah dan Akal Praktis dan ajaran para nabi Ilahi dan para wasi; sedangkan asal usul Sirah praktis dan eksternal 'Uqala terkadang hanya taklid dan mengikuti orang lain, hanya dengan pengamatan.[13]

Perbedaan dengan Sirah Mutasyarri'ah

Templat:Utama Sirah Mutasyarri'ah, lebih khusus dari Sirah 'Uqala dan itu hanyalah Sirah umat Muslim dalam melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan.[14] Tentang perbedaan kehujjahan keduanya juga dikatakan Sirah Mutasyarri'ah jika terbukti, dengan sendirinya merupakan dalil atas Hukum Syar'i; tetapi Sirah 'Uqala tidak hujjah; kecuali jika sampai pada pengakuan dan penguatan Maksum atau tidak ada larangan darinya.[15] Abul Qasim Alidoust, peneliti fikih dan pengajar Hauzah Ilmiah Qom mengatakan kata "Sirah", ketika datang tanpa disandarkan pada sesuatu dan secara mutlak, umumnya yang dimaksud adalah Sirah 'Uqala.[16]

Ruang Lingkup Penerapan dalam Fikih dan Ushul Fikih

Tentang ruang lingkup penerapan "Sirah 'Uqala" dalam fikih dan ushul fikih dikatakan bahwa dari satu sisi, Sirah 'Uqala itu sendiri merupakan masalah ushul; karena dalam banyak kasus dalam fikih, khususnya dalam bab muamalah, hal itu dijadikan sandaran dan oleh karena itu dalam ilmu ushul fikih, dibahas tentang kehujjahan Sirah 'Uqala dan penetapan syarat-syarat keabsahannya untuk menjadi dalil dalam istinbat hukum syar'i.[17] Dari sisi lain, untuk membuktikan keabsahan banyak masalah ilmu ushul, seperti Zhawahir dan Khabar Tsiqah yang merupakan masalah terpenting ilmu ushul fikih dan juga amarah terpentingTemplat:Yad dalam fikih dan untuk istinbat hukum syar'i, Sirah 'Uqala dijadikan sandaran.[18]

Jenis-Jenis Sirah 'Uqala dan Kriteria Kehujjahannya

Sirah 'Uqala dibagi menjadi dua jenis dan masing-masing memiliki kriteria khusus untuk kehujjahannya:[19]

Sirah yang Hukum Syar'i Dibuktikan Dengannya

Terkadang melalui Sirah 'Uqala, hukum syar'i dibuktikan.[20] Sebagai contoh Imam Khomeini untuk membuktikan kepemilikan melalui Ihya' mengatakan bahwa sirah yang mapan sejak awal peradaban manusia adalah bahwa melalui ihya' dan ihraz, kepemilikan terjadi dan tidak ada seorang pun dari para nabi dan wali serta orang-orang mukmin yang mengingkarinya dan tidak melarangnya.[21] Menurut para ulama ushul, jenis sirah ini hujjah jika mendapat pengakuan dan persetujuan Syari'.[22]

Sirah yang Menjelaskan Subjek Hukum Syar'i

Dalam beberapa kasus juga, hukum itu sendiri melalui dalil dari Kitab dan Sunnah atau selain keduanya, telah dibuktikan dan sirah hanya memperjelas subjek hukum.[23] Misalnya, dalam dalil syar'i disebutkan bahwa "alat judi haram." Sirah 'Uqala atau Urf-lah yang menentukan apa yang dianggap sebagai alat judi.[24] Templat:Kotak Kutipan Juga dikatakan Sirah 'Uqala dapat menentukan dan menjelaskan zhuhur (makna lahir) dalil atau maksud Syari'.[25] Sebagai contoh, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa jika seorang penjual menjual barang, tetapi belum menyerahkannya kepada pembeli dan juga belum menerima uang barang tersebut dari pembeli, maka hingga tiga hari jika pembeli memberikan uang kepada penjual, transaksi tersebut lazim; jika tidak, tidak ada transaksi di antara keduanya (fala bai'a bainahuma).[26] Dari zhahir "la bai'a bainahuma", dapat dipahami pembatalan transaksi tersebut; padahal berdasarkan Sirah 'Uqala dan irtikazat 'uqlai, maksudnya adalah bahwa transaksi antara kedua belah pihak tidak lazim; tetapi khiyar ta'khir ditetapkan dan kedua belah pihak dapat melanjutkan transaksi atau membatalkannya.[27] Dikatakan bahwa jenis Sirah 'Uqlai ini yang tidak bermaksud membuktikan hukum syar'i dan hanya meninjau subjek hukum syar'i, untuk kehujjahannya, tidak memerlukan pengakuan dan persetujuan Syari'.[28]

Jenis-Jenis Sirah 'Uqala dari Segi Asalnya

Sirah 'Uqala dari segi asalnya juga dibagi menjadi beberapa jenis:[29] • Sirah yang berasal dari hukum akal praktis;[30] seperti Sirah 'Uqlai yang berlaku dalam menganggap buruk kezaliman dan menganggap baik keadilan atau Sirah 'Uqlai dalam hukum kembalinya orang yang tidak tahu kepada orang yang berilmu.[31] Dikatakan bahwa karena jenis sirah ini berasal dari hukum akal, maka kehujjahannya bersifat dzati (inheren) dan untuk kehujjahannya tidak memerlukan pengakuan dan persetujuan Syari'.[32] • Sirah yang berasal dari naluri, fitrah, pengamatan, pengalaman, atau istiqra' (induksi) manusia.[33] Sebagian besar Sirah 'Uqlai termasuk dalam jenis ini.[34] Jenis sirah ini dalam pembuktian kehujjahannya membutuhkan pengakuan dan persetujuan Syari'.[35]

Sirah Masa Maksum (as) dan Sirah Mustahdatsah

Yang dimaksud dengan Sirah Mustahdatsah, adalah sirah yang muncul setelah masa Maksum (as) dan berlawanan dengan sirah yang ada pada masa Maksum.[36] Menurut para ulama ushul, kehujjahan sirah yang ada pada masa Maksumin bergantung pada pengakuan mereka; dengan penjelasan bahwa sirah ini berada dalam penglihatan dan pendengaran Maksumin dan pada saat yang sama, mereka diam tentangnya dan tidak melarangnya.[37] Terdapat perbedaan pendapat tentang kehujjahan Sirah Mustahdatsah: Beberapa orang percaya bahwa hanya jika dipastikan bahwa sirah ini terhubung dengan masa Maksum (as) dan juga berlaku pada masa mereka dan mereka diam tentangnya atau tidak ada penolakan dan larangan, maka ia hujjah.[38] Beberapa juga tidak membedakan antara sirah yang terhubung dengan masa Maksum (as) dan selainnya dan untuk kehujjahan Sirah 'Uqlai, tidak mensyaratkan sezaman dengan Maksum (as) atau Syari'.[39]

Cara Menetapkan Sirah 'Uqlai

Beberapa cara terpenting yang dengannya dapat ditetapkan, baik sirah yang sezaman dengan kehadiran Maksum (as) maupun yang tidak sezaman dengannya, adalah sebagai berikut: Templat:Kotak KutipanIstiqra' (Induksi): Terkadang setelah meneliti individu dalam suatu masyarakat atau masyarakat yang berbeda, terlihat bahwa semuanya, meskipun memiliki selera dan budaya yang berbeda, sepakat pada satu sirah yang sama, dengan cara ini dapat menghubungkan sirah sosial umum ini kepada semua individu masyarakat atau masyarakat lain dan bahkan masyarakat pada masa kehadiran Maksum (as) dan menetapkan sirah mereka.[40]Analisis Intuitif (Wijdani): Terkadang suatu masalah dihadapkan pada hati nurani manusia dan terhadap masalah tersebut diambil pandangan dan posisi yang pandangan ini tidak terkait dengan situasi waktu dan tempat serta selera khususnya dan dari sini menjadi jelas baginya bahwa apa yang dipahaminya dengan hati nuraninya, adalah posisi 'uqlai yang bersifat umum.[41]Keperluan dan Kebutuhan Sosial: Terkadang subjek Sirah 'Uqlai berasal dari hal-hal yang dibutuhkan dan penting untuk kehidupan sosial, sedemikian rupa sehingga jika tidak ada, akan terjadi gangguan dalam sistem sosial;[42] seperti sirah dan bina praktis manusia atas kepemilikan individu atas hal-hal yang ada di tangan mereka yang disebut Kaidah Yad dan ketiadaannya di semua zaman dan bahkan zaman kehadiran Maksum (as), menyebabkan gangguan dalam sistem sosial manusia.[43]Riwayat Sejarah: Dengan riwayat sejarah yang valid dapat ditetapkan sirah masa kehadiran Maksum (as).[44] Yang dimaksud dengan riwayat sejarah yang valid, adalah riwayat yang melalui banyaknya riwayat atau dengan bantuan qara'in (indikasi) dan bukti, diperoleh kepercayaan dan keyakinan padanya.[45]

Cara Menetapkan Tidak Adanya Penolakan dari Syari'

Dari cara-cara berikut dapat ditemukan bahwa Syari' tidak menolak dan melarang suatu sirah: • Sampai atau tidak sampainya laporan dari penolakan dan larangan Syari' dari suatu sirah, bergantung pada kekuatan dan keumuman sirah tersebut;[46] dengan penjelasan bahwa jika terhadap sirah yang kokoh dan memiliki kepentingan dan keumuman, dari sisi Syari', penolakan dan larangan meskipun melalui satu khabar dha'if (berita lemah) tidak sampai kepada kita, menunjukkan bahwa Syari' pada kenyataannya, tidak memiliki penolakan dan larangan terhadap sirah tersebut dan setuju dengannya; karena jika ada penolakan dan larangan, maka harus dijelaskan dan sampai kepada generasi berikutnya.[47] • Dari tidak adanya pengganti untuk sirah yang tidak ada jalan keluar darinya dalam kehidupan sosial, dipahami bahwa tidak ada penolakan dan larangan dari Syari' yang datang terhadapnya; karena jika ada penolakan dan larangan yang datang, setidaknya harus ada pengganti sirah tersebut yang diperlukan untuk kehidupan sosial, dan sekarang karena pengganti atau alternatifnya tidak ada, maka sirah itu sendiri yang berlaku dan disetujui oleh Syari'.[48] Sebagai contoh, bina 'uqala dunia selalu berdasarkan pada bahwa untuk memahami makna kata dan maksud pembicara, mereka mengikuti zhawahir dan karena tidak ada pengganti dan alternatif lain untuk sirah ini, diperoleh kepastian bahwa sirah ini juga ada pada masa kehadiran Maksum (as) dan tidak ada penolakan dan larangan dari mereka terhadapnya.[49]

Lihat Juga

Sirah Mutasyarri'ahUrf

Catatan Kaki

  1. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, 1405 H, j. 2, hlm. 153; Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 13; Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 10.
  2. Sebagai contoh lihat Asytiani, Taqriraat Ayatullah al-Mujaddid al-Syirazi, 1409 H, j. 1, hlm. 63; Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, 1405 H, j. 2, hlm. 153.
  3. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 9.
  4. Muhaqqiq Damad, Qawa'id Fiqh, 1406 H, j. 1, hlm. 151.
  5. Seifi Mazandarani, Mabani al-Fiqh al-Fa'al fi al-Qawa'id al-Fiqhiyah al-Asasiyah, 1425, j. 4, hlm. 129.
  6. Seifi Mazandarani, Mabani al-Fiqh al-Fa'al fi al-Qawa'id al-Fiqhiyah al-Asasiyah, 1425, j. 4, hlm. 129.
  7. Fadhil Lankarani, al-Qawa'id al-Fiqhiyah, 1383 HS, hlm. 222.
  8. Subhani, al-Mabsut fi Ushul al-Fiqh, 1431 H, j. 3, hlm. 332; Shafi Isfahani, Terjemah, Syarh va Ta'liqat bar al-Mujaz fi Ushul al-Fiqh, 1394 HS, j. 2, hlm. 97.
  9. Alidoust, Fiqh va Urf, 1384 HS, hlm. 121.
  10. Banazadeh, «Karkard-e Urf dar Istinbat-e Ahkam-e Syar'i ba Ta'kid bar Nazar-e Imam Khomeini», hlm. 29.
  11. Sebagai contoh lihat Kazhimi Khurasani, Fawa'id al-Ushul (Taqrirat Dars Kharij Ushul Mirza-ye Na'ini), 1376 HS, j. 3, hlm. 192; Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 1, hlm. 337.
  12. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 10.
  13. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 10-11.
  14. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, 1405 H, j. 2, hlm. 155.
  15. Sebagai contoh lihat Isfahani, Hasyiyah al-Makasib, 1418 H, j. 1, hlm. 104.
  16. Alidoust, Fiqh va Urf, 1384 HS, hlm. 122.
  17. Hasyemi Syahrudi, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul (Taqrirat Dars Sayid Muhammad Baqir Shadr), 1417 H, j. 4, hlm. 233; Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 9.
  18. Hasyemi Syahrudi, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul (Taqrirat Dars Sayid Muhammad Baqir Shadr), 1417 H, j. 4, hlm. 233; Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 9.
  19. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 13.
  20. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 13.
  21. Sebagai contoh lihat Imam Khomeini, Kitab al-Bai', 1410 H, j. 3, hlm. 38.
  22. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, 1405 H, j. 2, hlm. 153; Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 11.
  23. Hasyemi Syahrudi, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul (Taqrirat Dars Ushul Sayid Muhammad Baqir Shadr), j. 4, hlm. 234.
  24. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 15.
  25. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 15.
  26. Hurr Amili, Wasa'il al-Syiah, 1416 H, j. 18, hlm. 22.
  27. Abdul Sattar, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, al-Dar al-Islamiyah, j. 9, hlm. 197; Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 15.
  28. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 18.
  29. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  30. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  31. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  32. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  33. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  34. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20.
  35. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 20-21.
  36. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 11.
  37. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 32.
  38. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 32.
  39. Sebagai contoh lihat Imam Khomeini, al-Rasail, 1410 H, j. 2, hlm. 130.
  40. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 60-62.
  41. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 60.
  42. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 61.
  43. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 61.
  44. Seifi Mazandarani, Bada'i al-Buhuts fi 'Ilm al-Ushul, 1436 H, j. 2, hlm. 37.
  45. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 64.
  46. Sekelompok Penulis, al-Faiq fi al-Ushul, 1444 H, hlm. 68.
  47. Akhund Khurasani, Kifayat al-Ushul, 1437 H, j. 2, hlm. 80; Hashemi Syahrudi, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul (Taqrirat Dars Kharij Ushul Sayid Muhammad Baqir Shadr), j. 4, hlm. 244.
  48. Hasyemi Syahrudi, Buhuts fi 'Ilm al-Ushul (Taqrirat Dars Kharij Ushul Sayid Muhammad Baqir Shadr), j. 4, hlm. 241.
  49. Akhund Khurasani, Kifayat al-Ushul, 1437 H, j. 2, hlm.

Daftar Pustaka

  • Akhund Khorasani, Muhammad Kazim, Kifayat al-Usul, Qom, Majma' al-Fikr al-Islami, Cet.6, 1437 HQ.
  • Asytiani, Muhammad Hasan, Taqriraat Ayatullah al-Mujaddid al-Syirazi, Qom, Mu'assese-ye Al al-Bayt, Cet.1, 1409 HQ.
  • Esfahani, Muhammad Husein, Hasyiyeh al-Makasib, Qom, Dar al-Mustafa li-Ihya al-Turath, Cet.1, 1418 HQ.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhollah, al-Rasa'il, Qom, Entesyarat-e Esma'iliyan, Cet.1, 1410 HQ.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhollah, Ketab al-Bay', Qom, Nashr-e Esma'iliyan, 1410 HQ.
  • Bahrani, Muhammad Sanqur Ali, al-Mu'jam al-Usuli, Qom, Entesyarat-e Naqsh, Cet.2, 1426 HQ.
  • Banazadeh, Muhammad, "http://noo.rs/GcEeo «Karkard-e 'Urf dar Istinbat-e Ahkam-e Shar'i ba Ta'kid bar Nazar-e Imam Khomeini»", dar Majalleh-ye Afaq-e 'Olum-e Ensani, No. 85, Ordibehesht 1403 HS.
  • Jam'i az Nevisandegan, al-Fa'iq fi al-Usul, Qom, Mu'asseseh al-Nashr li al-Howzat al-'Ilmiyya, 1444 HQ.
  • Jam'i az Nevisandegan, Farhang-nameh-ye Usul-e Fiqh, Qom, Pazhuhesygah-e 'Olum va Farhang-e Islami, 1389 HS.
  • Harr Amili, Muhammad ibn Hasan, Wasa'il al-Syi'a, Qom, Mu'assese-ye Al al-Bayt (A), 1416 HQ.
  • Subhani, Ja'far, al-Mabsut fi Usul al-Fiqh, Qom, Mu'assese-ye Imam Sadiq (A), Cet.1, 1431 HQ.
  • Seyfi Mazandarani, Ali Akbar, Bada'i' al-Buhuth fi 'Ilm al-Usul, Qom, Mu'asseseh al-Nashr al-Islami, Cet.3, 1436 HQ.
  • Seyfi Mazandarani, Ali Akbar, Mabani al-Fiqh al-Fa'al fi al-Qawa'id al-Fiqhiyya al-Asasiyya, Qom, Jame'e-ye Modarresin-e Howzeh 'Ilmiyeh Qom, Cet.1, 1425 HQ.
  • Safi Esfahani, Ali, Tarjomeh, Syarh va Ta'liqat bar al-Mujiz fi Usul al-Fiqh, Esfahan, Khatam al-Anbiya', 1394 HS.
  • Abd al-Satir, Hasan, Buhuth fi 'Ilm al-Usul, Qom, al-Dar al-Islamiyya, Cet.2, 1417 HQ.
  • Alidoust, Abulqasim, Fiqh va 'Urf, Qom, Pazhuheshgah-e Farhang va Andisyeh-ye Islami, Cet.1, 1384 HS.
  • Fazel Lankarani, Muhammad, al-Qawa'id al-Fiqhiyya, Qom, Markaz-e Fiqh al-A'immah al-Athar (A), Cet.1, 1383 HS.
  • Kazemi Khorasani, Muhammad Ali, Fawa'id al-Usul (Taqrirat-e Kharej-e Usul-e Mirzay-e Na'ini), Qom, Mu'asseseh al-Nashr al-Islami, 1376 HS.
  • Muhaqqiq Damad, Sayid Mustafa, Qawa'id-e Fiqh, Tehran, Markaz-e Nashr-e 'Olum-e Islami, Cet.12, 1406 HQ.
  • Muzaffar, Muhammad Reza, Usul al-Fiqh, Qom, Nashr-e Danesh-e Islami, 1405 HQ.
  • Hasyemi Syahrudi, Sayid Mahmud, Buhuth fi 'Ilm al-Usul (Taqrirat-e Dars-e Usul-e Sayid Muhammad Baqir Sadr), Qom, Markaz al-Ghadir li al-Dirasat al-Islamiyya, Cet.2, 1417 HQ.