Sayid Haidar Amuli
Sayid Haidar Amuli (bahasa Arab: السيد حيدر الآملي) (hidup hingga 787 H) adalah seorang arif Syiah abad kedelapan Hijriyah dan penulis Jami' al-Asrar, Tafsir al-Muhith al-A'zham dan Syarh Fushush al-Hikam karya Ibnu Arabi dengan judul Nash al-Nushush. Salah satu pandangan khusus Sayid Haidar Amuli adalah tauhid eksistensi. Dia menganggap tauhid ini hanya dimiliki oleh para wali yang melihat eksistensi hanya dalam keberadaan mnutlak. Ia berpandangan bahwa hanya sufi Syiahlah yang benar dan percaya bahwa Syiah dan sufi mengacu pada satu kebenaran serta hal itu mengisyaratkan syariat Muhammad.
Sayid Haidar Amuli pernah menjadi menteri pemerintah di Tabaristan, tetapi seperti yang dia katakan sendiri, setelah beberapa waktu, dia meninggalkan posisi menteri dan semua kenikmatan duniawi untuk melakukan perjalanan ziarah ke tempat-tempat suci Syiah, Baitul Maqdis dan kemudian Makkah.
Setelah itu, dia pergi ke Irak dan tinggal di sana. Dia belajar kitab-kitab tasawuf dari seorang sufi terkenal bernama Abd al-Rahman bin Ahmad Maqdisi di Najaf serta mempelajari ajaran Nasiruddin Kasyani Hilli dan Fakhr al-Muhaqqiqin anak dari Allamah Hilli.
Biografi
Sayid Haidar bin Ali bin Haidar Alawi Husaini, dengan lakab Bahauddin dan dikenal sebagai Sayid Haidar Amuli.[1] Sumber-sumber terpercaya tentang kehidupan Sayid Haidar Amuli adalah dua autobiografi yang dia tulis dalam bukunya:[2] pertama termuat dalam Tafsir al-Muhith al-A'zham[3] dan yang kedua dalam Muqadimat Nash al-Nushush.[4] Menurut silsilah keluarga yang disebutkan olehnya sendiri dalam buku Tafsir al-Muhith al-A'zham, silsilahnya sampai ke Imam Sajjad as melalui delapan belas generasi.[5]
Sayid Haidar Amuli lahir di kota Amol dan tahun kelahirannya sekitar 720 H. Karena dia mengatakan bahwa pada usia tiga puluhan, dia mulai perjalanan menuju Makkah untuk ziarah.[6] Sebelum pergi ke Makkah, dia tinggal selama satu tahun penuh di Irak[7] dan menunaikan ibadah haji pada tahun 751 H.[8]
Pendidikan
Sayid Haidar memulai pendidikannya sekitar usia sepuluh tahun di Amol. Setelah beberapa waktu, dia pergi ke Khurasan, Astarabad, dan Isfahan untuk belajar ilmu pengetahuan. Pada masa ini, sesuai dengan apa yang dia ungkapkan, berlangsung selama dua puluh tahun dan selama periode ini, dia fokus belajar ilmu pengetahuan naqli (tradisional) dan aqli (rasional).[9]
Kementerian
Setelah kembali ke Amol, Sayid Haidar dihormati oleh penguasa Tabaristan, Fakhr al-Dawlah Hasan bin Syah Kikhusrow Yazdgerd. Dia menjadikannya sebagai orang dekat dan kerabatnya serta akhirnya mengangkat Sayid Haidar sebagai menterinya.[10]
Menurut Henry Corbin, dalam periode ini, Sayid Haidar memiliki segala nikmat duniawi dalam hidupnya. Namun di puncak kehidupan yang berlimpah ini, dia menyadari kepahitan dan kekosongan hidup tersebut; seperti yang dia katakan sendiri:[11]
"Situasinya tetap seperti itu sampai dakwah Tuhan menang dalam diriku. Allah menyatakan dengan jelas kepada saya kerusakan kondisi saya saat itu, kelalaian, kebodohan dan lupa; serta menjauhkan dari jalan yang benar serta menuju tirani dan kesesatan. Maka saya berbicara dengan Tuhan dalam khalwat dan memohon kebebasan dari semua ini kepada-Nya. Kemudian semangat untuk meninggalkan dunia materialis muncul pada diri saya dan berfokus pada hadirat Tuhan melalui tauhid. Saya sadar bahwa hal-hal ini tidak mungkin terjadi selama saya masih berada di tengah-tengah para raja di tanah airku dan bersama teman-teman serta saudara-saudaraku."[12]
Perjalanan ke Atabah dan Makkah
Henry Corbin telah menulis bahwa setelah meninggalkan posisinya di Amol, Sayid Haidar hanya menyimpan sebuah baju bekas dan pergi ziarah ke tempat-tempat suci Syiah seperti, Baitul Maqdis dan kemudian menuju Makkah.[13]
"... Kondisiku seperti ini ketika sampai ke Mekah. Pada tahun 751, aku melaksanakan ibadah haji wajib, sunah, baik yang berkaitan dengan manasik maupun yang bukan manasik dan aku berniat untuk bermukim. Setelah itu, timbul keinginanku untuk bermukim di Madinah, karena aku belum mengunjungi makam Rasulullah saw, keturunannya dan para sahabatnya. Maka aku berangkat menuju Madinah, mengunjungi Rasulullah dan berniat untuk bermukim di sana; namun timbul rintangan-rintangan, yang terbesar di antaranya adalah penyakit lahiriah dan jasmaniah. Oleh karena itu, aku terpaksa kembali ke Irak dan tempat yang sudah kukenal, yaitu Masyhad Muqadas Gharawi (Najaf).
Maka aku pulang dengan selamat dan menetap di sana dan aku sibuk dengan riyadhah, khalwat, ta'at dan ibadah yang lebih tinggi dan lebih sulit dari itu..."
Corbin, Sayid Haidar Amuli: Biografi, Karya-karya, Pemikiran, dan Pandangan Dunia, hlm. 25-26; dikutip dari Nash al-Nushush, hlm. 535-536.
Sayid Haidar Amuli berhenti di Isfahan saat dalam perjalanan ke Irak, dia mengunjungi para Arif dan bersumpah persaudaraan dengan Nuruddin Taherani -yang dia sebut sebagai seorang arif besar dan zuhud yang diterima oleh orang-orang terpilih- dan dia mengenakan jubah tasawuf dari Nuruddin. Selama hampir sebulan, ia belajar dengan gurunya ini.[14]
Sayid Haidar melakukan haji saat berada di Makkah pada tahun 751 Hijriah. Kemudian ia pergi ke Madinah dengan niat untuk tinggal di sana, tetapi karena mengalami sakit, dia terpaksa kembali ke Najaf.[15]
Tinggal di Irak
Sayid Haidar Amuli tinggal di Najaf, Hillah dan Baghdad dari tahun 751 Hijriah hingga akhir hidupnya.[16] Di Najaf, dia belajar buku-buku tasawuf seperti Manazil al-Sairin karya Harawi dan Fushush Ibnu Arabi beserta Syarahnya: Syarh Qaishari dan Syarh Tilmisani, dari seorang sufi terkenal bernama Abd al-Rahman bin Ahmad Maqdisi hingga tahun 753 Hijriah.[17] Dia juga berinteraksi dengan Muhammad bin Hasan Hilli (Fakhr al-Muhaqqiqin) putra Allamah Hilli dan Nashr al-Din Kasyani Hilli serta fukaha dan ulama Imamiyah lainnya di Irak. Dia mendapatkan izin untuk meriwayatkan hadis dari Fakhr al-Din dan Hasan bin Hamzah Hasyimi.[18] Tanggal penerimaan izin tersebut adalah tahun 761 Hijriah.[19] Dia menulis risalah "Rafi'ah al-Khilaf" (tentang justifikasi pandangan dan tindakan Imam Pertama dalam menghadapi tiga Khalifah pertama) atas keinginannya sendiri dan memiliki beberapa tulisan ilmiah.[20]
Sayid Haidar Amuli, seperti yang dia katakan sendiri, telah mendapatkan ilham gaibi di Najaf. Dia menyebutkan hal ini dalam pengantar buku Nash al-Nushush:
"Seperti halnya kedekatan dengan Makkah membawa kejayaan dan membuka pengetahuan Fathuhat Makkiah kepada hati Syekh Besar (Muhyiddin Ibnu Arabi) dalam satu malam dan Madinah menjadi penyebab Fathuhat Madaniyah bagi hatinya dan juga bagi hati-hati seperti dia dari hamba-hamba Allah lainnya. Demikian pula Masyhad Syarif Ghurawi, yang merupakan makam Maula kita Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, menjadi pembuka rahasia-rahasia gaib kepada hatiku secara umum dan kemudian secara detail. Dan kitab ta'wil Al-Qur'an al-Karim serta buku-buku lainnya termasuk di antaranya."[21]
Wafat
Menurut Henry Corbin, tanggal kematian Sayid Haidar Amuli tidak dapat ditentukan secara akurat; tetapi dikatakan bahwa salah satu buku terakhirnya, yaitu "Risalah al-Ulum al-A'liyah" ditulis pada tahun 787 H,[22] menunjukkan bahwa dia masih hidup pada tahun itu.
Guru-guru
Guru-guru Sayid Haidar Amuli yang terkenal, adalah sebagai berikut:
1. Fakhr al-Muhaqqiqin, putra Allamah Hilli: Dia menulis buku "Jawaban-jawaban Sayid Haidar bin Ali bin Haidar al-Alawi al-Husaini al-Amuli" pada tahun 759 H sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Sayid Haidar Amuli dan Sayid Haidar menerima izin periwayatan darinya.[23]
2. Nashr al-Din Kasyi Hilli (W. 755 H): Agha Bozorg Tehrani dalam buku Thabaqat A'lam al-Syiah menyebutkan Sayid Haidar sebagai muridnya.[24]
3. Syekh Nur al-Din Tehrani (Tirani): Sayid Haidar belajar spiritual darinya dalam waktu singkat di Isfahan dan juga menerima ijazah tertulis darinya.[25] Redha Ustadi mengatakan bahwa tidak ditemukan biografi tentang guru Sayid Haidar Amuli ini. Menurut Ustadi, Sayid Haidar mengatakan hilangnya ijazah periwayatan dari Syekh Nur al-Din Tehrani dan menyampaikan isi ijazah tersebut.[26]
4. Syekh Abd al-Rahman Qudsi (atau Maqdisi): Sayid Haidar Amuli membaca karya-karya seperti, Fushush al-Hikam karya Ibnu Arabi, Syarah Fushush Qaisari dan Manazil al-Sairin di Najaf dibawah bimbingannya.[27] Qudsi dalam ijazah periwayatan yang diberikannya kepada Sayid Haidar menulis: "Manfaat yang aku peroleh dari murid ini lebih besar daripada manfaat yang ia peroleh dariku."[28]
5. Sayid Hasan bin Hamzah Hasyimi: Afandi dalam buku Riyadh al-'Ulama wa Hiyadh al-Fudhala menyebutkannya sebagai salah satu guru dan syekh dari Sayid Haidar.[29]
Karya-karya
Sayid Haidar, sebagaimana yang ia katakan sendiri, telah menulis lebih dari empat puluh buku dan risalah;[30] namun sesuai dengan beberapa sumber laporan, hanya tujuh karya berikut yang tersedia:
1. Jami' al-Asrar wa Manba' al-Anwar.
2. Nash al-Nushush fi Syarh al-Fushush (Fushush Ibnu Arabi) (tidak lengkap).
3. Tafsir al-Muhith al-A'zham (tidak lengkap).
4. Risalah Naqd al-Nuqud fi Ma'rifat al-Wujud.
5. Asrar al-Syar'iah.
6. Al-Masa'il al-Haidariyyah.
7. Al-Kasykul fi ma Jara 'ala Al al-Rasul.[31]
Meskipun buku Al-Kasykul fi ma Jara 'ala Al al-Rasul diterbitkan sebagai karya Sayid Haidar Amuli,[32] Henry Corbin telah menduga bahwa buku ini mungkin karya dari penulis lain dengan nama yang sama dengan Sayid Haidar.[Catatan 1]
Pandangan dan Pemikiran
Hanya Sufi Syiah yang benar
Menurut pandangan Sayid Haidar Amuli, kelompok Imamiyah terbagi menjadi dua jenis: Kelompok yang menegakkan dzahir (aspek lahiriah) dari ilmu-ilmu para imam, yakni syariat, Islam dan iman; dan kelompok yang menegakkan batin (aspek batiniah) dari ilmu-ilmu mereka, yaitu thoriqat, hakikat dan keyakinan. Yang pertama hanya dianggap sebagai seorang mukmin biasa, sementara yang kedua adalah mukmin yang "telah diuji". Dia berpendapat bahwa kata "Syiah" sesuai dengan mukmin dan sufi mukmin yang telah diuji; karena Syiah dan sufi adalah dua nama yang mengisyaratkan kepada satu hakikat, yaitu syariat Muhammad.[33] Dia memandang tasawuf sama dengan Syiah dan menganggap para imam Syiah sebagai pengikut sejati thoriqat.[34]
Sayid Haidar Amuli dengan tegas hanya mengakui kaum sufi Syiah sebagai golongan yang benar dan berpendapat bahwa meskipun kaum sufi memiliki banyak golongan seperti halnya Syiah, hanya mereka yang mengemban "rahasia para imam" dan beriman kepada mereka secara lahir dan batin lah yang benar.[35]
Tauhid Uluhiyah (Keesaan Tuhan) dan Tauhid Wujudi (Keesaan Wujud)
Menurut Sayid Haidar Amuli, terdapat dua jenis tauhid:
1. Tauhid Iluhi adalah tauhid lahiriah; Tauhid yang didakwahkan oleh Nabi saw kepada seluruh umat manusia. Tauhid ini adalah pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tanpa syarat dan absolut; artinya tanpa batasan apa pun yang membuat-Nya terikat dengan penentuan waktu dan tempat dan intinya adalah "Tidak ada Tuhan selain Allah".
2. Tauhid Wujudi adalah tauhid batiniah dan sesuai bagi para wali. Para wali menyeru manusia untuk melihat wujud dalam Wujud Mutlak; terbebas dari determinasi yang memberinya aktualitas; karena tidak ada wujud selain Wujud-Nya. Menurut Sayid Haidar Amuli, dalam memahami makna ayat "Semua yang ada di atasnya (bumi) akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal".[36] adalah memahami hakikat Wujud Yang Esa.[37]
Pengetahuan Filosofis dan Pengetahuan Ilahi
Sayid Haidar Amuli menempatkan pengetahuan filosofis dan pengetahuan teologis sebagai bagian dari pengetahuan yang diperoleh melalui usaha keras dan bersifat diskursif, tetapi menurut pandangannya, pengetahuan Ilahi adalah pengetahuan yang ditemukan oleh ahli waris spiritual di dalam dirinya secara intuitif dan penyingkapan; karena pengetahuan ini pada hakikatnya adalah wujud dirinya sendiri dan harta karun yang diberikan langsung kepadanya melalui luthf Ilahi.[38]
Bibliografi
Henry Corbin, seorang islamolog Prancis, telah menulis dua artikel tentang Sayid Haydar Amuli dan pandangan irfannya, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Nuzar Aghakhani dalam bentuk buku berjudul "Sayid Haydar Amuli: Biografi, Karya-karya, Pemikiran dan Pandangan Dunia". Buku ini membahas biografi dan lebih dekat dengan Sayid Haidar.[39]
"Sayid Haidar Amuli dan Tafsir al-Muhith al-A'zham" adalah buku lain yang ditulis oleh Ali Oujabi, Abdullah Shalawati dan Akbar Saghaffian. Selain memperkenalkan kehidupan Sayid Haidar Amuli, buku ini juga mengkaji karya tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Muhith al-A'zham.[40]
Pemakaman
Makam Sayid Haidar Amuli terletak di kota Amol, terletak di bawah pasar, dalam komplek makam tiga sayid. Makam ini terdaftar di Daftar Warisan Nasional Iran dengan nomor registrasi 61 pada tahun 1310 Syamsiah.[41]
Catatan
Catatan Kaki
- ↑ Muwahid, Āmuli, hlm. 214.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 427; Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 535.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 527.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 535.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 527.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 535.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 531.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 536.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 529.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 20-21.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 20-21.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 21; dinukil dari buku, Tafsir al-Muhith al-A'zham, hlm. 530.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 22.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 530-531.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 536.
- ↑ Ustadi, Ketab Syenasi Sayid Haidar Āmuli, hlm. 115.
- ↑ Ustadi, Ketab Syenasi Sayid Haidar Āmuli, hlm. 115.
- ↑ Muwahid, Āmuli, hlm. 214.
- ↑ Amin, A'yan al-Syiah, jld. 6, hlm. 272.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 23.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 534.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Mutaaleh Syi'i Alam-e Tasawwuf, hlm. 141.
- ↑ Āgha Bozorg Tehrani, al-Dzari'ah ila Tashanif al-Syiah, jld. 5, hlm. 204.
- ↑ Āgha Bozorg Tehrani, Thabaqat A'lam al-Syiah, jld. 5, hlm. 149.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 534.
- ↑ Ustadi, Ketab Syenasi Sayid Haidar Āmuli, hlm. 116.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 531 & 535.
- ↑ Āmuli, Tafsir al-Muhith al-A'zham, jld. 1, hlm. 535.
- ↑ Afandi, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 536.
- ↑ Āmuli, al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush, hlm. 536.
- ↑ Ustadi, Ketab Syenasi Sayid Haidar Āmuli, hlm. 122.
- ↑ Ketab Syenasi-e Ketab dar Site Ketabkhaneh Melli.
- ↑ Āmuli, Jami' al-Asrar, hlm. 41.
- ↑ Isti'lami, Farhangnameh Tasawuf va Erfan, jld. 1, hlm. 802.
- ↑ Āmuli, Jami' al-Asrar, hlm. 41.
- ↑ QS. Ar-Rahman : 26-27.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 62-65.
- ↑ Corbin, Sayid Haidar Āmuli, Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi, hlm. 74.
- ↑ Ketab-e Sayid Haidar Āmuli.
- ↑ Sayid Haidar Āmuli va Tafsir Muhith A'zham.
- ↑ Site chandpar.com.
Daftar Pustaka
- Afandi, Abdullah. Riyadh al-Ulama wa Hayadh al-Fudhala. Beirut: Yayasan al-Tarikh al-Arabi, 1431 H.
- Āgha Bozorg Tehrani, Muhammad Muhsin. al-Dzari'ah ila Tashanif al-Syiah. Beirut: Dar al-Adhwa, 1303 H.
- Āgha Bozorg Tehrani, Muhammad Muhsin. Thabaqat A'lam al-Syiah. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1430 H.
- Āmuli, Sayid Haidar. al-Muqaddimat min Kitab Nash al-Nushush. Teheran: Departemen Studi Iran di Iran dan Institut Prancis: Penelitian ilmiah di Iran, 1352 HS.
- Āmuli, Sayid Haidar. Jami' al-Asrar wa manba' al-Anwar. Pendahuluan oleh: Henry Corbin. Teheran: Publikasi ilmiah dan budaya Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi, 1368 HS.
- Āmuli, Sayid Haidar. Tafsir al-Muhith al-A'zham. Riset: Sayid Muhsin Musawi Tabrizi. Teheran: Organisasi Percetakan dan Penerbitan Kementerian Bimbingan Islam, cet. 3, 1422 H.
- Carbon, Henry. Sayid Haidar Āmuli; Mutaalleh Syi'i Alam-e Tasawuf. Penerjemah: Ruj Bakhsyan, Erfan-e Syi'i be Rivayat-e Sayid Haidar Āmuli, karya Muhammad Karimi Zanjani Ashl. Teheran: Penerbit Ithila'at, 1385 HS.
- Carbon, Henry. Sayid Haidar Āmuli; Syarh-e Ahval, Āsar va Āra-e Jahan Syenasi. Penerjemah: Nuzar Āghakhoni. Teheran: Penerbit Hakikat, 1388 HS.
- Isti'lami, Muhammad. Farhangnameh Tasawuf va Erfan. Teheran: Penerbit Farhangg-e Mu'asher, cet. 2, 1399 HS.
- Muwahid, Shamad. Āmuli. dalam dairah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami. Teheran: Markaz-e Dairah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami, 1374 HS.
- Tanhai, Husain Abu al-Hasan. Nazariyeh Syekh Sayid Haidar Āmuli dar Manzilat-e Tasawuf va Shufi, Erfan-e Syi'i be Rivayat-e Sayid Haidar Āmuli, karya Muhammad Karimi Zanjani Ashl. Teheran: Penerbit Ithila'at, 1385 HS.
- Ustadi, Redha. Ketab Syenasi Sayid Haidar Āmuli'. Majalah Āyineh Pazuhesh, vol. 83, 1382 HS.