Lompat ke isi

Qailulah

Dari wikishia

Qailulah atau tidur qailulah adalah jenis tidur singkat yang dilakukan sekitar waktu zuhur. Terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah tidur qailulah dilakukan setelah waktu shalat zuhur atau sebelumnya. Beberapa hadis menganjurkan untuk melakukan tidur qailulah. Dikatakan bahwa Ahlulbait as sangat memperhatikan tidur qailulah dalam rutinitas harian mereka. Dalam Al-Qur'an, tidur qailulah juga disebutkan.

Beberapa muhaddis Syiah, seperti Syekh Hurr al-Amili dan Allamah al-Hilli, menganggap tidur qailulah sebagai mustahab (sunnah) dan telah mengumpulkan hadis-hadis terkait hal ini. Namun, beberapa peneliti tidak menerima kesunnahan tidur ini dan menganggapnya hanya sebagai anjuran untuk melakukan sesuatu yang rasional.

Kedudukan dan Pentingnya Tidur Qailulah dalam Sumber-Sumber Islam

Tidur qailulah dalam teks-teks Islam ditekankan baik secara lisan maupun praktik oleh Ahlulbait as.[1] Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as, disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw menyarankan seorang badui yang sering lupa untuk kembali pada kebiasaan tidur qailulah.[2] Dalam riwayat lain dari Imam Shadiq as, disebutkan bahwa dengan tidur qailulah, kita saling membantu untuk melakukan ibadah malam.[3] Imam Musa al-Kadzim as juga menyarankan orang yang berpuasa untuk melakukan tidur qailulah.[4] Anjuran untuk tidur qailulah juga ditemukan dalam sumber-sumber Ahlus Sunnah. Menurut salah satu riwayat, Nabi Muhammad saw menganjurkan tidur qailulah karena setan tidak tidur qailulah.[5]

Dalam praktik Ahlulbait as, terdapat referensi tentang tidur qailulah. Ibnu Sa'ad, sejarawan abad ke-3 H (W. 240 H), dan lainnya menyebutkan bahwa Imam Ali as rutin melakukan tidur qailulah.[6] Menurut riwayat Ahmad bin Hanbal dan Bukhari dari Anas bin Malik, Nabi saw dan para sahabat melakukan tidur qailulah setelah shalat Jumat.[7]

Dalam Al-Qur'an, tidur qailulah juga disebutkan, tetapi tidak menjelaskan apakah itu baik atau buruk. Dalam Surah Al-A'raf ayat 4, disebutkan tentang azab bagi orang kafir pada waktu tidur siang[8], yang menurut tafsir merujuk pada kaum Nabi Syu'aib.[9] Selain itu, dalam Surah Al-Furqan ayat 24, disebutkan tentang istirahat siang hari bagi penghuni surga.[10]

Waktu Tidur Qailulah

Terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah waktu tidur qailulah adalah sebelum zuhur, bersamaan dengan zuhur, atau setelah zuhur. Dikatakan bahwa pendapat yang masyhur menyatakan bahwa waktu tidur qailulah adalah sebelum zuhur syar'i.[11] Ali Akbar Ghaffari, ahli hadis Syiah, dalam catatan kaki kitab Al-Kafi, menafsirkan anjuran Imam Musa al-Kadzim as tentang qailulah sebagai tidur sebelum zuhur.[12] Sebaliknya, beberapa berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk menafsirkan qailulah sebagai tidur sebelum zuhur; dari segi bahasa, budaya Arab, dan riwayat, waktu tidur qailulah adalah setelah shalat zuhur dan makan siang hingga sebelum waktu shalat asar.[13]

Dalam sebuah riwayat, Imam Ridha as menyatakan bahwa waktu tidur qailulah adalah setelah shalat zuhur. Dalam riwayat ini, Fadhl bin Syadzan (W. 260 H) bertanya kepada Imam mengapa Allah menetapkan shalat lima waktu pada waktu-waktu tertentu. Imam Ridha as menjawab bahwa Allah ingin agar ketaatan dan ibadah didahulukan daripada urusan sehari-hari, termasuk tidur qailulah.[14]

Kesunnahan Tidur Qailulah

Beberapa fuqaha berpendapat bahwa tidur qailulah adalah mustahab (sunnah). Oleh karena itu, Syekh Hurr al-Amili (W. 1104 H), seorang faqih dan muhaddis Imamiyah, menulis bab khusus dalam kitab Wasail al-Syiah dengan judul "Kesunnahan Tidur Qailulah".[15] Allamah al-Hilli, seorang faqih dan teolog Syiah (W. 726 H), dalam kitab Muntaha al-Mathlab, juga menganggap tidur qailulah sebagai mustahab.[16] Di sisi lain, beberapa peneliti tidak menerima kesunnahan tidur qailulah. Mereka berpendapat bahwa anjuran Ahlulbait as tentang tidur qailulah hanya bersifat irsyadi (panduan) dan bertujuan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan ibadah malam.[17] Beberapa berpendapat bahwa tidur qailulah relevan untuk daerah yang memiliki siang hari yang panjang dan sangat panas, dan filosofi kebutuhan tidur qailulah adalah untuk mengatasi kelelahan fisik akibat panas yang ekstrem.[18]

Catatan Kaki

  1. Hurr al-Amili, Wasail al-Syiah, tanpa tahun, jilid 6, hlm. 501-502.
  2. Syekh Shaduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, 1413 H, jilid 1, hlm. 503; dengan sedikit perbedaan: Hurr al-Amili, Wasail al-Syiah, tanpa tahun, jilid 6, hlm. 501.
  3. Syekh Thusi, Tahdzib al-Ahkam, 1407 H, jilid 4, hlm. 199.
  4. Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jilid 4, hlm. 65.
  5. Mutqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, 1401 H, jilid 7, hlm. 802.
  6. Ibnu Sa'ad, Al-Thabaqat al-Kubra, 1410 H, jilid 8, hlm. 334; Hassun, A'lam al-Nisa' al-Mu'minat, 1421 H, hlm. 203; Ibnu Hajar al-Asqalani, Al-Ishabah, 1415 H, jilid 8, hlm. 438.
  7. Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, 1990, jilid 3, hlm. 52-53.
  8. Surah Al-A'raf, ayat 4.
  9. Faiz al-Kasyani, Tafsir al-Shafi, 1415 H, jilid 2, hlm. 180.
  10. Surah Al-Furqan, ayat 24.
  11. Dasyti, "Telaah atas Riwayat Tidur Qailulah", hlm. 75.
  12. Ghaffari, Catatan kaki kitab Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jilid 4, hlm. 65.
  13. Dasyti, "Telaah atas Riwayat Tidur Qailulah", hlm. 75.
  14. Majlisi, Bihar al-Anwar, 1398 H, jilid 79, hlm. 349.
  15. Hurr al-Amili, Wasail al-Syiah, tanpa tahun, jilid 6, hlm. 501.
  16. Al-Hilli, Muntaha al-Mathlab, 1412 H, jilid 1, hlm. 306.
  17. Dasyti, "Telaah atas Riwayat Tidur Qailulah", hlm. 73.
  18. Dasyti, "Telaah atas Riwayat Tidur Qailulah", hlm. 73.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur'an
  • Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali, Al-Ishabah fi Tamyiz al-Sahabah, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H.
  • Ibnu Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad, Al-Thabaqat al-Kubra, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H.
  • Hurr al-Amili, Muhammad bin Hasan, Wasail al-Syiah, disunting oleh Muassasah Al al-Bait, Qom, Muassasah Al al-Bait, tanpa tahun.
  • Hassun, Muhammad, A'lam al-Nisa' al-Mu'minat, Tehran, Uswah, cetakan kedua, 1421 H.
  • Al-Hilli, Hasan bin Yusuf, Muntaha al-Mathlab fi Tahqiq al-Mazhab, Masyhad, Majma' al-Buhuts al-Islamiyah, cetakan pertama, 1412 H.
  • Dasyti, Sayyid Mahmud, "[Telaah atas Riwayat Tidur Qailulah](https://hadith.net/post/2364/تأملى-بر-روايات-خواب-قيلوله/p72/)" dalam Faslnameh Ulum al-Hadits, No. 4, Tahun ke-11 (Seri 42), Musim Dingin 1385 H.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali, Man La Yahduruhu al-Faqih, disunting oleh Ali Akbar Ghaffari, Qom, Kantor Penerbitan Islami, cetakan kedua, 1413 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan, Tahdzib al-Ahkam, disunting oleh Hasan Musawi, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, cetakan keempat, 1407 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwar al-Jami'ah li Durar Akhbar al-A'immah al-Athhar, Isfahan, Markaz al-Qa'imiyah lil Dirasat al-Komputeriyah, 1398 H.
  • Faiz al-Kasyani, Muhsin, Tafsir al-Shafi, disunting oleh Syekh Husain A'lami, Qom, Muassasah al-Hadi, cetakan kedua, 1416 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, disunting oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, cetakan keempat, 1407 H.
  • Mubarakfuri, Muhammad Abdurrahman, Tuhfat al-Ahwadzi, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990.
  • Mutqi al-Hindi, Ali bin Hisyam, Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af'al, disunting oleh Bakri Hayani dan Shafwah al-Saqa, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1401 H.