Nahr
Nahr adalah tatacara penyembelihan secara syar'i untuk menyembelih unta, agar dagingnya menjadi halal. Nahr dilakukan dengan cara menusukkan pisau atau alat serupa dengannya di antara dada dan leher unta.
Para fukaha telah menetapkan syarat-syarat untuk melakukan nahr; di antaranya unta harus dalam keadaan hidup dan menghadap ke arah kiblat, orang yang melakukan nahr harus seorang Muslim dan dia harus menyebut nama Allah saat melakukan nahr, serta alat yang digunakan harus terbuat dari besi.
Di antara hal-hal yang di sunahkan dalam nahr adalah: unta dalam keadaan berdiri, mengikat tangan unta, memberikan air kepadanya, pisau harus tajam, dan menyembunyikan pisau dari pandangan hewan. Melakukan nahr oleh pemilik unta, di hadapan hewan lain dan pada malam hari juga dianggap hal-hal yang makruh dalam nahr unta.
Konsep dan Kedudukan Pembahasan
"Nahr" adalah istilah untuk menyembelih dan mengorbankan unta.[1] Dalam sumber-sumber fikih, terdapat tatacara untuk menyembelih dan menghalalkan hewan; sebagai contoh, penyembelihan untuk sapi dan domba, menjala untuk ikan dan nahr untuk unta.[2] Jadi, jika unta disembelih bukan di nahr, dagingnya tidak akan menjadi halal.[3]
Nahr dalam bahasa berarti bagian atas dada,[4] di mana juga disebut manhar[5] dan yang di maksud dengan nahr adalah menusukkan pisau di tempat antara dada dan leher unta.[6]
Syarat-syarat dan Tata Cara Nahr Unta
Menurut para fukaha, untuk mengorbankan unta, pisau atau alat serupa harus dimasukkan ke dalam lekukan antara leher dan dada unta[7] dan lima syarat berikut harus dipenuhi:[8]
1. Saat melakukan nahr, bagian depan tubuh unta harus menghadap ke arah kiblat.[9] Jika orang yang melakukan nahr mengetahui unta tidak mengahadap kiblat dan sengaja tidak mengarahkannya, daging unta tersebut menjadi haram.[10]
2. Orang yang melakukan nahr harus mengucapkan nama Allah saat melakukan nahr.[11]
3. Hewan harus menunjukkan gerakan saat hendak di nahr, seperti mengedipkan mata atau menggerakkan kaki, di mana hal itu menandakan bahwa ia masih hidup sebelum dinahr.[12]
4. Alat untuk menahr harus terbuat dari besi. Tetapi, jika dalam keadaan darurat, dapat menggunakan batu atau alat tajam lainnya untuk menahr.[13]
5. Orang yang melakukan nahr harus seorang Muslim.[14] Menurut para fukaha, orang yang melakukan nahr tidak bisa dilakukan oleh seorang kafir, murtad, ghulat atau nasibi..[15]
Menurut fatwa para fukaha, menahr hewan dengan menggunakan alat modern, apabila sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan, maka dihukumi sah.[16] Selain itu, daging yang kita tidak tahu apakah memenuhi syarat syar'i atau tidak, jika dibeli dari seorang Muslim atau pasar Muslim, maka dihukumi halal.[17]
Membius Hewan sebelum Dinahr
Dikatakan bahwa saat ini di berbagai negara, untuk memudahkan penyembelihan atau nahr hewan dan agar hewan tidak merasakan sakit, berbagai metode digunakan, termasuk menggunakan kejutan listrik, untuk terlebih dahulu membius hewan sebelum disembelih atau dinahr.[18]
Beberapa fukaha, seperti Ayatullah Khamenei[19] dan Makarim Syirazi,[20] berpendapat bahwa jika tindakan ini tidak menyebabkan kematian hewan dan kita yakin hewan tersebut masih hidup sebelum dinahr, maka tidak ada masalah. Menurut sebagian orang, mengingat bahwa mengurangi penderitaan hewan dianggap sebagai salah satu adab syar'i untuk penyembelihan dan nahr, membius hewan sebelum penyembelihan atau nahr dapat dianggap sebagai salah satu adab tersebut.[21]
Adab Menahr Unta
Para fukaha telah menyebutkan adab untuk melakukan nahr dan menganggap beberapa hal sebagai yang disunnahkan atau dimakruhkan dalam nahr:[22]
Hal-hal yang disunahkan
Berikut adalah hal-hal yang dianjurkan (Sunnah) dalam Nahr:[23]
1. Saat hendak melakukan nahr, unta harus dalam keadaan berdiri.
2. Tangan unta diikat dari bawah hingga ke lutut.
3. Pelaku nahr berdiri di sebelah kanan unta dan menghadap ke arah kiblat.
4. Hewan harus dipersiapkan dengan lembut sebelum dinahr.
5. Pisau harus tajam dan disembunyikan dari pandangan hewan.
6. Sebelum melakukan nahr, unta diberi air terlebih dahulu.
7. Untuk berkorban setelah haji, saat menahr unta, membaca doa berikut ini: وَجَّهْتُ وَجْهِیَ لِلَّذِی فَطَرَ السَّمٰاوٰاتِ وَ الْأَرْضَ حَنِیفاً مسلما وَ مٰا أَنَا مِنَ الْمُشْرِکِینَ،- إِنَّ صَلٰاتِی وَ نُسُکِی وَ مَحْیٰایَ وَ مَمٰاتِی لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰالَمِینَ، لٰا شَرِیکَ لَهُ وَ بِذٰلِکَ أُمِرْتُ و أنا من المسلمین، اللّهمّ منک و لک بسم اللّه و اللّه أکبر، اللّهمّ تقبّل منّی.
Hal-hal yang Dimakruhkan
Berikut adalah hal-hal yang dimakruhkan dalam Nahr:[24]
1. Menguliti kulit dan memotong sumsum sebelum hewan mati.
2. Menahr hewan di hadapan hewan lain.
3. Menahr hewan oleh pemiliknya.
4. Menahr hewan di malam hari atau sebelum tengah hari pada hari Jumat.
Catatan Kaki
- ↑ Rezai Isfahani, Tafsir Quran Mehr, jld. 22, hlm. 367.
- ↑ Misykini, Musthalahat al-Fiqh, hlm. 533.
- ↑ Bani Hasyimi, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 578.
- ↑ Jazri, al-Nihayah, jld. 5, hlm. 27.
- ↑ Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, jld. 5, hlm. 195.
- ↑ Misykini, Musthalahat al-Fiqh, hlm. 533.
- ↑ Bani Hasyimi, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 578; Imam khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 150.
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 15, hlm. 409-430; Bani Hasyimi, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 578
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 15, hlm. 409.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 36, hlm. 111; Thabathabai Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa (al-Muhasya), jld. 2, hlm. 315.
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 15, hlm. 412.
- ↑ Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 15, hlm. 418 & 423.
- ↑ Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 11, hlm. 470.
- ↑ Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 11, hlm. 451.
- ↑ Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld. 11, hlm. 451; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 36, hlm. 95.
- ↑ Bani Hasyimi, Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 582.
- ↑ Muasasah dairah al-Ma'arif Feqh Eslami, Farhangg-e Feqh Farsi, jld. 2, hlm. 427.
- ↑ Sajjadi, Cegunegi-e Zebh va Nahr dar Feqh-e Eslami, hlm. 163.
- ↑ Syekar va Zebh-e Hayawanat, site leader.ir.
- ↑ Bihush Kardan Dom va Thuyur Qablaz Zibh dar Kusytargaha, site makarem.ir.
- ↑ Sajjadi, Cegunegi-e Zebh va Nahr dar Feqh-e Eslami, hlm. 164.
- ↑ Silakan lihat ke: Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 12, hlm. 322-325; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 151; Taudhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 580.
- ↑ Silakan lihat ke: Naraqi, Mustanad al-Syiah, jld. 12, hlm. 322-325; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 151.
- ↑ Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 151; Bani Hasyimi Khomeini, Tadhih al-Masail Maraji, jld. 2, hlm. 580.
Daftar Pusaka
- Bani Hasyimi Khomeini, Sayid Muhammad Husain. Taudhih al-Masail Maraji. Qom: Daftar Intisyarat-e Eslami, cet. 8, 1424 H.
- Ibnu Manzur, Muhammad bin Mukrim. Lisan al-Arab. Riset & editor: Ahmad Faris Shahib al-Jawaib. Beirut: Dar al-Fikr li al-Thibah wa al-Nashr wa al-Tauzi' Dar Shadir, cet. 3, 1414 H.
- Imam Khomeini. Tahrir al-Wasilah. Qom: Muasasah Mathbu'at dar al-Ilm, cet. 1, tanpa tahun.
- Jazri, Ibnu Atsir, Mubarak bin Muhammad. al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar. Qom: Muasasah Mathbu'ati Ismailiyan, cet. 1, 1367 HS.
- Misykini Ardabili, Ali. Musthalahat al-Fiqh. Qom: Dar al-Hadits, 1392 HS.
- Muasasah Dairah al-Ma'arif Feqh-e Eslami. Farhangg-e Feqh. Qom: Muasasah Dairah al-Ma'arif Feqh-e Eslami, 1387 HS.
- Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam fi Syarh Syarai' al-Islam. Riset: Mamud Qucani. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. 7, 1362 HS.
- Naraqi, Maula Ahmad. Mustanad al-Syariah fi Ahkam al-Syariah. Qom: Muasasah Alulbait, cet. 1, 1415 H.
- Rezai Isfahani, Muhammad Ali. Tafsir Quran Mehr. Qom: Pazuhesyhah-e Tafsir va Ulum-e Quran. Cet. 1, 1387 HS.
- Sajjadi, Marziyeh Sadat. Cegunegi-e Zebh va Nahr dar Feqh-e Eslami. Jurnal Muthala'at-e Eslami, vol. 43 & 44 musim semi & musim panas, 1387 HS.
- Site leader.ir. Syekar va Zebh-e Hayawanat Dilihat 21 Khurdad 1403 HS.
- Site makarem.ir Bihush Kardan Dom va Thuyur Qablaz Zibh dar Kusytargaha. Dilihat 21 Khurdad 1403 HS.
- Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali. Masalik al-Afham ila Tanqih Syarai' al-Islam. Qom: Muasasah al-Ma'arif al-Islamiah, 1413 H.
- Thabathabai Yazdi, Sayid Muhammad Kazhim. al-Urwah al-Wutsqa (al-Muhasya). Editor: Ahmad Muhsini Sabziwari. Qom: Daftar Intisyarat-e Eslami, 1419 H.