Ayat al-Udzun

Prioritas: a, Kualitas: b
Dari wikishia
Ayat al-Udzun
Informasi Ayat
NamaAyat al-Udzun atau ayat al-Tashdiq
SurahSurah At-Taubah
Ayat61
Juz10
Informasi Konten
Sebab
Turun
Mengenai sejumlah orang Munafik yang perkataan mereka menyakiti Nabi Muhammad saw.
Tempat
Turun
Madinah


Ayat al-Udzun (bahasa Arab: آیة الأُذُن) adalah ayat 61 dari Surah At-Taubah yang juga dikenal dengan sebutan ayat al-Tashdiq (آیَة التَصْدیق). Ayat ini turun mengenai sejumlah orang Munafik yang perkataan mereka menyakiti Nabi Muhammad saw dengan mengatai Nabi sebagai orang yang mudah percaya. Ayat ini merespon hinaan orang-orang Munafik dengan mengatakan bahwa sifat pendengar Rasulullah saw adalah karakteristik yang positif untuk pemimpin umat yang akan memberikan kebaikan dan menjadi rahmat bagi semua, sebab akan menjaga kehormatan dan reputasi mereka. Dalam ushul fikih, ayat ini menjadi dalil diperbolehkannya menggunakan khabar wahid sebagi hujjah.

Teks Ayat dan Terjemahannya

مِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ‌ لَّكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَ‌حْمَةٌ لِّلَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَ‌سُولَ اللَّـهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Di antara mereka (orang-orang Munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang Mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (QS. At-Taubah: 61)

Sya'n Nuzul

Ayat al-Udzun turun mengenai sejumlah orang munafik yang menyalahgunakan ucapan Nabi Muhammad saw untuk menyakiti Nabi Muhammad saw. Sewaktu sebagian dari mereka melarang melakukan hal tersebut karena Nabi saw dapat mengetahuinya dan menjatuhkan hukuman kepada mereka, seseorang yang bernama Jullas bin Suwaid (riwayat lain menyebut Nabtal bin Harts) berkata, "Apapun yang kita katakan mengenai Muhammad lalu kita menghadap kepadanya dan bersumpah bahwa kita tidak mengatakan hal tersebut, maka dia akan memaafkan kita, karena dia adalah al-Udzun (orang yang cepat percaya apapun yang didengarnya). [1] Maka turunlah ayat ini. Namun disebutkan ada sya'n Nuzul lain yang menceritakan mengenai ayat ini. [2]

Muatan Ayat

Ayat 61 surah At-Taubah dikenal dengan nama ayat al-Udzun (telinga) atau ayat al-Tashdiq (percaya). [3] Al-Udzun dalam ayat ini arti aslinya adalah telinga dan digunakan sebagai bahasa metafora untuk mereka yang menerima atau percaya apapun yang didengarnya. [4] Menurut ayat ini, orang-orang Munafik mengatai Nabi saw sebagai al-Udzun (telinga) yang berarti bahwa Nabi sedemikian mudah percaya dengan apapun yang dikatakan kepadanya. [5]

Allah swt pada ayat ini berbicara kepada orang-orang Munafik bahwa sifat pendengar Rasulullah saw adalah baik bagi mereka. Tambahan kata اُذن pada خیر menunjukkan sifat pendengar Rasulullah saw yang sangat terampil; bahwa sifat tersebut menjadi sumber kebaikan dalam dua sisi untuk ummat. Sisi yang pertama, ia mendengar wahyu Allah swt dan nasehat kaum muslimin dan ini baik bagi umat dan pada sisi yang lain ia mendengarkan ucapan-ucapan yang tidak relevan sekedar sebagai bentuk penghormatan pada pembicara dan melindungi kehormatan dan agar nama baiknya tidak dilecehkan. [6]

Pada kitab Tafsir al-Amtsal dijelaskan, kebiasaan mendengar adalah karakter positif yang harus dimiliki seorang pemimpin umat, termasuk oleh Nabi Muhammad saw yang merupakan anugerah dan rahmat seorang pemimpin kepada umatnya. Dengan cara tersebut rahasia umat akan terjaga, reputasi mereka akan terlindungi serta yang dengan demikian menjaga persatuan umat. Meskipun oleh orang-orang Munafik, sisi positif Nabi ini malah mereka klaim sebagai kelemahan. [7]

Pada akhir ayat ini menyebutkan bahwa meskipun orang-orang munafik dengan perkataan mereka meyakiti Nabi, namun Nabi Muhammad saw tidak membalas mereka dengan celaan dan mengutuk mereka. Meski demikian akhlak mulia Rasulullah saw tersebut tidak berarti mereka tidak akan mendapatkan hukuman dan azab atas tindakan tercela yang telah mereka lakukan. Sungguh mereka kelak di akhirat akan mendapatkan balasan yang setimpal dari perbuatan mereka tersebut. [8]

Penggunaan Ayat dalam Ushul Fikih

Ayat al-Udzun dalam ilmu ushul fikih adalah salah satu ayat yang digunakan sebagai dalil atas kebolehan khabar wahid dijadikan hujjah. [9] Berikut ini bagaimana ayat ini menjadi dalil dan landasan hukum atas kehujjahan khabar wahid. Berdasar ayat ini: يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ يُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ melalui Nabi Muhammad saw, Allah swt menegaskan bahwa orang-orang beriman layak untuk dipercaya dan setara dengan keimanan kepada Allah swt, serta amalan tersebut merupakan tindakan yang terpuji. Oleh karena itu khabar wahid bisa menjadi hujjah, yaitu jika seorang Mukmin dan adil menyampaikan sebuah informasi, maka harus dipercaya. Namun argumentasi ini juga memiliki beberapa kelemahan, sehingga mayoritas ahli berkesimpulan bahwa dari ayat ini tidak bisa diambil kesimpulan tentang kehujjahan khabar wahid. [10]

Catatan Kaki

  1. Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 245; Huwaizi, Tafsir Nur al-Tsaqalain, jld. 2, hljm. 236
  2. Al-Qummi, Tafsir al-Qummi, jld. 1, hlm. 300; Fakhrurazi, Tafsir al-Kabir, jld. 16, hlm. 89-90
  3. Akhund Khurasani, Kifayah al-Ushul, hlm. 301
  4. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 8, hlm. 15; Syah Abd al-'Azhimi, Tafsir Itsna 'Asyari, jld. 5, hlm. 130
  5. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 314
  6. Thabathabai, al-Mizan, jld. 9, hlm. 314
  7. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 8, hlm. 15-16
  8. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 8, hlm. 17
  9. Akhund Khurasani, Kifayah al-Ushul, hlm. 301
  10. Akhund Khurasani, Kifayah al-Ushul, hlm. 310; Syaikh Anshari, Faraid al-Ushul, jld. 1, hlm. 291-292

Daftar Pustaka

  • Akhund Khurasani, Muhammad Kazhim. Kifayah al-Ushul. Qom: Muassasah Al al-Bait as li Ihya al-Turats, 1409 H.
  • Al-Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsir al-Qummi. Qom: Dar al-Kitab, 1363 HS.
  • Allamah Thabathabai, Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. Beirut: Muassasah al-A'lami lil Mathbu'at, 1390 H
  • Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, 1420 H.
  • Huwaizi, Abd 'Ali bin Jum'ah. Tafsir Nur Ats-Tsaqalain. Riset: Hasyim Rasuli. Qom: Ismailiyan, 1415 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1371 HS.
  • Syah 'Abd al-'Azhimi, Husain. Tafsir Itsna 'Asyari. Teheran: Miqat, 1363 HS.
  • Syaikh Anshari, Murtadha. Faraid al-Ushul. Qom: Majma' al-Fikr al-Islami, 1419 H.
  • Wahidi, Ali bin Ahmad. Asbab Nuzul al-Qur'an. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, 1411 H