Lompat ke isi

Ghina': Perbedaan antara revisi

3 bita ditambahkan ,  7 Mei 2023
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ali al-Hadadi
imported>Hinduwan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
  | Artikel pilihan =
  | Artikel pilihan =
}}}}</onlyinclude>
}}}}</onlyinclude>
'''Ghina'''' (bahasa Arab:{{ia|غناء}}) berarti nyanyian, dan [[Islam]] telah membahas aturan syariah mengenai hal ini. Para [[fukaha]] memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai definisi ghina'. Beberapa dari mereka menganggapnya sebagai nyanyian dengan suara yang melenakkan (yang mengandung cengkok suara). Yang lainnya meyakini bahwa ghina’ adalah lagu yang memiliki konten yang bathil (menyesatkan), diiringi musik, dan cocok dilantukan pada acara pesta lahw dan la'ib (hura-hura, maksiat dan sia-sia).
'''Ghina'''' (bahasa Arab:{{ia|غناء}}) berarti nyanyian. [[Islam]] telah membahas aturan syariah mengenai hal ini. Para [[fukaha]] memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai definisi ghina'. Beberapa dari mereka menganggapnya sebagai nyanyian dengan suara yang melenakan (yang mengandung cengkok suara). Yang lainnya meyakini bahwa ghina’ adalah lagu yang memiliki konten yang bathil (menyesatkan), diiringi musik, dan cocok dilantukan pada acara pesta lahw dan la'ib (hura-hura, maksiat dan sia-sia).


Sebagian besar fukaha [[Syiah]] pada abad ke-14 dan ke-15 Hijriah menganggap bahwa lagu yang di[[haram]]kan sesuai dengan definisi yang kedua diatas; Namun ada juga yang memberikan [[fatwa]] tentang keharaman segala jenis lagu secara mutlak.
Sebagian besar fukaha [[Syiah]] pada abad ke-14 dan ke-15 Hijriah menganggap bahwa lagu yang di[[haram]]kan sesuai dengan definisi yang kedua diatas; Namun ada juga yang memberikan [[fatwa]] tentang keharaman segala jenis lagu secara mutlak.


==Definisi Ghina' Menurut Fiqih==
==Definisi Ghina' Menurut Fikih==
Dalam literatur para fukaha, terdapat perbedaan mengenai definisi ghina’. Beberapa dari mereka hanya mendefiniskan ghina' sebagai suara manusia dan nyanyian saja. Beberapa juga memperhatikan isi dan kandungan dari lagu tersebut. Menurut pendapat beberapa fukaha lainnya seperti [[Allamah Hilli]], Muhaqqiq Karaki dan [[Syahid Tsani]], ghina’ adalah nyanyian yang melenakkan (yang mengandung cengkok suara).<ref> Allamah Hilli, ''Qawaid al-Ahkam'', jld. 3, hlm. 459, 1413 H; Muhaqqiq Karaki, ''Jami' al-Maqasid'', jld. 4, hlm. 23, 1414 H; Syahid Tsani, ''al-Raudhah al-Bahiyah'', jld. 3, hlm. 212, 1410 H.</ref> Beberapa orang seperti [[Syekh Thusi]] dan Faidh Kâsyâni meyakini bahwa ghina’ adalah suara yang di dalamnya terdapat kata-kata yang bathil (menyesatkan) dan disertai lantunan simfoni nada instrumen musik.<ref> Syekh Thusi, ''Istibshar'', jld. 3, hlm. 69, 1390 Q; Faidh Kasyani, ''Wafi'', jld. 17, hlm. 218, 1406 H.</ref>
Dalam literatur para fukaha, terdapat perbedaan mengenai definisi ghina’. Beberapa dari mereka hanya mendefinisikan ghina' sebagai suara manusia dan nyanyian saja. Beberapa juga memperhatikan isi dan kandungan dari lagu tersebut. Menurut pendapat beberapa fukaha lainnya seperti [[Allamah Hilli]], Muhaqqiq Karaki dan [[Syahid Tsani]], ghina’ adalah nyanyian yang melenakan (yang mengandung cengkok suara).<ref> Allamah Hilli, ''Qawaid al-Ahkam'', jld. 3, hlm. 459, 1413 H; Muhaqqiq Karaki, ''Jami' al-Maqasid'', jld. 4, hlm. 23, 1414 H; Syahid Tsani, ''al-Raudhah al-Bahiyah'', jld. 3, hlm. 212, 1410 H.</ref> Beberapa orang seperti [[Syekh Thusi]] dan Faidh Kâsyâni meyakini bahwa ghina’ adalah suara yang di dalamnya terdapat kata-kata yang bathil (menyesatkan) dan disertai lantunan simfoni nada instrumen musik.<ref> Syekh Thusi, ''Istibshar'', jld. 3, hlm. 69, 1390 Q; Faidh Kasyani, ''Wafi'', jld. 17, hlm. 218, 1406 H.</ref>


==Hukum Fikih Ghina'==
==Hukum Fikih Ghina'==
Beberapa fukaha menganggap setiap jenis ghina adalah haram, bahkan diklaim hukum tersebut bersandarkan pada [[ijma']] Seperti Syekh Thusi, Syahid Tsani, Shahib Jawâhir, Narâqi dan [[Ayatullah Khui]].<ref> Yusufi Maqdam, ''Pazuhesh dar Ghina''', hlm. 19-20, 1391 S. </ref>
Beberapa fukaha menganggap semua jenis ghina' adalah haram, bahkan diklaim hukum tersebut bersandarkan pada [[ijma']] Seperti Syekh Thusi, Syahid Tsani, Shahib Jawâhir, Narâqi dan [[Ayatullah Khui]].<ref> Yusufi Maqdam, ''Pazuhesh dar Ghina''', hlm. 19-20, 1391 S. </ref>


Beberapa fukaha lainnya tidak setuju dengan keharaman ghina’ secara zatnya dan secara mutlak, akan tetapi mengatakan bahwa ghina’ adalah haram hanya jika disertai dengan tharb (yang menyebabkan kepuasaan dan kegembiraan serta kesedihan jiwa) atau lahw (hura-hura yang menyebabkan maksiat) dan la’ib (sia-sia);  Diantaranya Muhaqqiq Karaki,<ref> Muhaqqiq Karaki, ''Jami' al-Maqashid'', jld. 4, hlm. 23, 1414 H.</ref> Faidh Kâsyâni,<ref> Faidh Kasyani, ''Wafi'', jld. 17, hlm. 218, 1406 H. </ref> Muhaqqiq Sabzawâri,<ref> Muhaqqiq sabzawari, ''Kifayah al-Ahkam'', jld. 1, hlm. 432-433, 1423 H. </ref> [[Syekh Murtadha Anshari]]<ref> Syekh Anshari, ''Makasib Muharramah'', jld. 1, hlm. 141-145, 1411 H. </ref> dan [[Imam Khomeini]]<ref> Khumaini, ''Makasib Muharramah'', jld. 1, hlm. 299, 1415 H. </ref>.
Beberapa fukaha lainnya tidak setuju dengan keharaman ghina’ secara zatnya dan secara mutlak, akan tetapi mengatakan bahwa ghina’ adalah haram hanya jika disertai dengan tharb (yang mempengaruhi emosi seperti kepuasaan, kegembiraan serta kesedihan ) atau lahw (hura-hura yang menyebabkan maksiat) dan la’ib (sia-sia);  Diantaranya Muhaqqiq Karaki,<ref> Muhaqqiq Karaki, ''Jami' al-Maqashid'', jld. 4, hlm. 23, 1414 H.</ref> Faidh Kâsyâni,<ref> Faidh Kasyani, ''Wafi'', jld. 17, hlm. 218, 1406 H. </ref> Muhaqqiq Sabzawâri,<ref> Muhaqqiq sabzawari, ''Kifayah al-Ahkam'', jld. 1, hlm. 432-433, 1423 H. </ref> [[Syekh Murtadha Anshari]]<ref> Syekh Anshari, ''Makasib Muharramah'', jld. 1, hlm. 141-145, 1411 H. </ref> dan [[Imam Khomeini]]<ref> Khomeini, ''Makasib Muharramah'', jld. 1, hlm. 299, 1415 H. </ref>.


Para peneliti mengatakan bahwa perbedaan putusan fatwa tersebut disebabkan oleh perbedaan dari definisi ghina’ yang mereka miliki; Karena sebagian dari mereka menganggap tharb atau lahw dan la’ib sebagai inti dari konsep ghina’. Oleh karena itu, mereka memberikan fatwa keharaman ghina’ berdasarkan definisnya, dan sebagian ulama lainnya yang menganggap hal-hal tersebut terpisah dari konsep ghina’, sehingga mereka tidak menganggap ghina secara zatnya adalah haram.<ref> Yusufi Maqdam, ''Pazuhesh dar Ghina'', hlm. 22-31, 1391 S; Qazi Zadeh, ''Gina' az Didgahe Islam'', hlm. 337-341: Sayid Karimi, ''Naqd va Barresiye Taarife Maujud dar Mauzue Ghina'', hlm. 117-120 </ref>
Para peneliti mengatakan bahwa perbedaan putusan fatwa tersebut disebabkan oleh perbedaan dari definisi ghina’ yang mereka miliki; Karena sebagian dari mereka menganggap tharb atau lahw dan la’ib sebagai inti dari konsep ghina’. Oleh karena itu, mereka memberikan fatwa keharaman ghina’ berdasarkan definisinya, dan sebagian ulama lainnya yang menganggap hal-hal tersebut terpisah dari konsep ghina’, sehingga mereka tidak menganggap ghina secara zatnya adalah haram.<ref> Yusufi Maqdam, ''Pazuhesh dar Ghina'', hlm. 22-31, 1391 S; Qazi Zadeh, ''Gina' az Didgahe Islam'', hlm. 337-341: Sayid Karimi, ''Naqd va Barresiye Taarife Maujud dar Mauzue Ghina'', hlm. 117-120 </ref>


==Ghina' yang Halal Seperti Apa?==
==Ghina' yang Halal Seperti Apa?==
Baris 32: Baris 32:
Sebagian besar fukaha abad ke-14 dan ke-15 Hijriah, seperti [[Ayatullah Khamenei]], Ayatullah Tabrizi, Ayatullah Fâdhil dan [[Nashir Makarim Syirazi|Ayatullah Makârim]], telah membedakan antara definisi ghina' dan musik. Menurut mereka ghina’ adalah nyanyian (nada dari suara manusia) yang mengandung tharb dan cocok dilantunkan pada pertemuan dan acara yang penuh dengan lahw dan la'ib, dan musik adalah permainan alat instrumen yang mengandung tharb dan cocok untuk pertemuan dan acara hura-hura dan kemewahan. Oleh karena itu, melakukan dan mendengarkannya dianggap haram.<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 1, hlm. 48-54, 1385 S.</ref>
Sebagian besar fukaha abad ke-14 dan ke-15 Hijriah, seperti [[Ayatullah Khamenei]], Ayatullah Tabrizi, Ayatullah Fâdhil dan [[Nashir Makarim Syirazi|Ayatullah Makârim]], telah membedakan antara definisi ghina' dan musik. Menurut mereka ghina’ adalah nyanyian (nada dari suara manusia) yang mengandung tharb dan cocok dilantunkan pada pertemuan dan acara yang penuh dengan lahw dan la'ib, dan musik adalah permainan alat instrumen yang mengandung tharb dan cocok untuk pertemuan dan acara hura-hura dan kemewahan. Oleh karena itu, melakukan dan mendengarkannya dianggap haram.<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 1, hlm. 48-54, 1385 S.</ref>


Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar dari mereka menyatakan ke[[halal]]an pada lagu yang tidak mengandung tharb dan tidak cocok pada pertemuan dan acara lahw serta la'ib. Diantara mereka, seperti Ayatullah Tabrizi telah mengeluarkan [[fatwa]], berdasarkan ihtiyath wajib, lagu yang mengandung suara yang melenakkan (cengkok suara) harus dihindari, meskipun konteks dan isi dari lagu tersebut tidak bathil (menyesatkan).<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 1, hlm. 48-54, 1385 S. </ref> Selain itu, Ayatullah Shafi Gulpaygani menganggap bahwa segala jenis nyanyian dan musik adalah [[haram]].<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 3, hlm. 80, 1385 S.</ref>
Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar dari mereka menyatakan ke[[halal]]an pada lagu yang tidak mengandung tharb dan tidak sesuai dengan tempat dan acara lahw serta la'ib. Diantara mereka, seperti Ayatullah Tabrizi telah mengeluarkan [[fatwa]], berdasarkan ihtiyath wajib, lagu yang mengandung suara yang melenakan (cengkok suara) harus dihindari, meskipun konteks dan isi dari lagu tersebut tidak bathil (menyesatkan).<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 1, hlm. 48-54, 1385 S. </ref> Selain itu, Ayatullah Shafi Gulpaygani menganggap bahwa segala jenis nyanyian dan musik adalah [[haram]].<ref> Mahmudi, ''Masail-e Jadid az Didgah-e Ulama va Maraji'-e Taqlid'', jld. 3, hlm. 80, 1385 S.</ref>


==Karya Tulis Mengenai Ghina dan Hukumnya==
==Karya Tulis Mengenai Ghina' dan Hukumnya==
Menurut buku "Ghina' wa Musiqi” (diterbitkan tahun 1377), diceritakan bahwa pada periode Safawi, karena telah prevalensi di kalangan masyarakat dalam mendengarkan nyanyian dan musik, maka ghina’ dan musik menjadi perhatian khusus para fukaha, sehingga mereka menyusun beberapa risalah (tulisan fiqih) yang khusus membahas masalah ini. Dalam buku ini ditemukan jumlah risalah atau risalah – risalah lain yang dikutip dari kitab-kitab yang sudah tidak ditemukan lagi, yakni sebanyak 49 risalah, yang ditulis dari masa Safawi hingga sebelum Revolusi Islam Iran (1357 S).<ref> Mukhtari, va Shadiqi, ''Ghina' va Musiqi'', jld. 3 hlm. 2039-2041, 1377 S.</ref> Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Menurut buku ''Ghina' wa Musiqi'' (diterbitkan tahun 1377), diceritakan bahwa pada periode Safawi, karena adanya prevalensi di kalangan masyarakat dalam mendengarkan nyanyian dan musik, maka ghina’ dan musik menjadi perhatian khusus para fukaha, sehingga mereka menyusun beberapa risalah (tulisan fiqih) yang khusus membahas masalah ini. Dalam buku ini ditemukan jumlah risalah atau risalah–risalah lain yang dikutip dari kitab-kitab yang sudah tidak ditemukan lagi, yakni sebanyak 49 risalah, yang ditulis dari masa Safawi hingga sebelum Revolusi Islam Iran (1357 S).<ref> Mukhtari, va Shadiqi, ''Ghina' va Musiqi'', jld. 3 hlm. 2039-2041, 1377 S.</ref> Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.


• ''Risaleh Dar Tahlil-e Ghina' dar Qur'an'' (Risalah Tentang Analisis Ghina’ di Dalam Al-Qur'an), Muhaqqiq Sabzawari (W. 1090 H).
• ''Risaleh Dar Tahlil-e Ghina' dar Qur'an'' (Risalah Tentang Analisis Ghina’ di Dalam Al-Qur'an), Muhaqqiq Sabzawari (W. 1090 H).
Pengguna anonim