Lompat ke isi

Penyerangan Rumah Fatimah Zahra sa: Perbedaan antara revisi

Dari wikishia
imported>Yuwono
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Yuwono
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
<onlyinclude>{{#ifeq:{{{section|editorial box}}}|editorial box|{{Editorial Box
<onlyinclude>{{#ifeq:{{{section|editorial box}}}|editorial box|{{Editorial Box
  | prioritas =c
  | prioritas =a
  | kualitas =b
  | kualitas =b
  | link =sudah
  | link =sudah

Revisi per 15 Desember 2022 14.04

Peristiwa Penyerangan ke Rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa dengan bersandar pada kehadiran Umar bin Khattab dan para sahabatnya di depan rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa untuk memaggil Imam Ali as dan orang-orang yang hadir dalam rumah tersebut supaya berbaiat kepada Abu Bakar. Berbagai sumber, baik dari Syiah maupun dari Sunni meriwayatkan bahwa peristiwa ini terjadi setelah wafatnya Rasulullah saw (28 Shafar 11 H), Umar bin Khattab mengancam bahwa jika para penghuni rumah tidak keluar maka ia akan membakar rumah tersebut. Dalam kitab Sulaim bin Qays, Itsbat al-washiyyah dan Tafsir al-'Ayyasyi sebagai sumber pertama dalam mazhab Ahlulbait menyebutkan bahwa insiden ini yaitu pendobrakan dan pembakaran pintu rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa menyebabkan janin Sayidah Fatimah az-Zahra sa yang ada dalam perutnya bernama Muhsin keguguran dan selang beberapa waktu setelah kejadian tersebut, beliau menyambut panggilan Allah swt. Sumber-sumber Ahlusunah mengingkari peristiwa pembakaran pintu rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan mengingkari keterlukaannya beliau akibat insiden tersebut dan mereka justru menuduh para perawi riwayat tersebut sebagai seorang Rafidah. kebutuhan Abu Bakar atas baiat Imam Ali as adalah untuk memperkuat posisi kepemimpinannya dan penolakan Imam Ali as untuk berbaiat kepadanya diyakini sebagai salah satu faktor insiden tersebut. Menurut Muhammad Hadi Yusufi Gharawi (lahir 1327 HS), seorang peneliti sejarah Islam mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi sekitar 50 hari setelah wafatnya Rasulullah saw. Menurut tukilan kitab Sulaim dan kitab al-Imamah wa al-Siyasah bahwa dalam pertemuannya dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Sayidah Fatimah sa membacakan "hadis Badh'ah" dan menjadikan Allah swt sebagai saksinya bahwa keduanya telah mengganggunya dan membuatnya marah. Menurut sumber-sumber Ahlusunah yang dikutip dari Abu Bakar bahwa didetik-detik akhir kehidupannya, ia (Abu Bakar) berkata seandainya di waktu itu ia tidak memerintahkan untuk memasuki rumah Sayidah Fatimah.

Kedudukan

Peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa terjadi setelah Peristiwa Saqifah Bani Saidah dan dengan tujuan mengambil baiat dari Imam Ali as untuk kepemimpinan Abu Bakar [1], dan berakhir dengan kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra sa [2]. peristiwa inilah yang memberikan efek atas hubungan Syiah dan Sunni. Sebagian sumber-sumber pertama dalam mazhab Ahlul Bait seperti Kitab Sulaim, Itsbat al-Washiyah, Tafsir 'Ayasyi dan Dalail al-Imamah melaporkan peristiwa penyerangan tersebut dan pesan-pesan yang terdapat didalamnya[3] dan sebaliknya dalam sumber-sumber Ahlusunah mengingkari peristiwa pembakaran pintu rumah Sayidah Fatimah az-Zahra dan peristiwa kegugurannya Muhsin putra Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan menganggap bahwa perawi Riwayat tersebut adalah Rafidah dan tidak terpercaya. (4) Para pencinta Ahlulbait Nabi menamakan hari-hari Fatimah pada hari sahadahnya Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan melaksanakan majelis duka untuknya pada hari-hari tersebut. (5)(6)(7)

Kedudukan Rumah Sayidah Fatimah sa dan Penghuninya

Terdapat suatu Riwayat dari Rasulullah saw yang dinukil dari periwayatan Syiah dan Sunni bahwa rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan Imam Ali as diperkenalkan sebagai contoh paling terbaik dari rumah-rumah yang disebutkan dalam al-Quran surah Nur ayat 36 «فِی بُیوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْ‌فَعَ وَیذْکرَ فِیهَا اسْمُهُ یسَبِّحُ لَهُ فِیهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ Di rumah-rumah yang telah Allah izinkan untuk dimuliakan dan namanya disebutkan di dalamnya. Di rumah itu, mereka bertasbih kepadanya setiap pagi dan sore hari.(8)(9) Dalam sumber-sumber Syiah dan Ahlusunah, sebab sebab turunnya ayat-ayat Alquran ada yang berkaitan dengan penghuni rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa (Imam Ali as, Sayidah Fatimah sa, Imam Hasan as, Imam Husain as). Diantara ayat-ayat tersebut adalah Ayat Ith'am (10) dan Ayat Tathir (11) dalam tafsir ayat berikut «وَأْمُرْ أَهْلَک بِالصَّلَاةِ»(12), yang dinukil dari Abu Said al-Khudri bahwa Ketika ayat ini telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, beliau setiap hari datang di depan pintu putrinya yaitu Sayidah Fatimah sa selama 8 bulan berturut turut untuk memanggil mereka mendirikan shalat, kemudian membacakan ayat Tathir yang ditujukan untuk mereka.(13)

Penyebab dan Dalih Penyerangan

Setelah Nabi Muhammad saw wafat, sekelompok dari kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk menyepakati kepemimpinan Abu Bakar dan berbaiat kepadanya.(14) menurut Ibnu Katsir bahwa pembaiatan kepada Abu Bakar terjadi sebelum penguburan Nabi saw.(15) di waktu itu Imam Ali as sibuk mengurus jenazah Nabi Muhammad saw untuk dimakamkan.(16) Nabi Muhammad saw telah memperkenalkan Ali bin Abi Thalib as sebagai penggantinya pada tanggal 18 Dzulhijah 10 H saat Kembali dari Haji Wada' (Haji Perpisahan).(17) Umar bin Khattab di waktu itu termasuk diantara mereka yang memberikan selamat kepada Imam Ali as atas kepemimpinannya.(18) Menurut periwayatan Husain Muhammad Jakfari, penulis kitab "Tasayyu dar Masir-e Tarikh" (Syiah dalam lembaran sejarah) bahwa pembaiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat kepada Abu Bakar untuk memperoleh kekuatan tidaklah cukup karena menurut kesepakatan Syiah dan Sunni bahwa Imam Ali as adalah pilihan utama sebagai pemimpin dikalangan keluarga Nabi sa, begitu pula para sahabat terdekatnya dan Bani Hasyim tidak memperoleh kabar berkaitan dengan keputusan anggota Saqifah Bani Saidah. Oleh karena itu, karena ketakutannya akan adanya reaksi yang sungguh-sungguh dari Imam Ali as dan para pengikutnya atas peristiwa yang terjadi di Saqifah Bani Saidah maka Abu Bakar dan Umar meminta kepada mereka untuk berbaiat dan ketika mereka menolak maka mereka menggunakan paksaan dan kekerasan.(19) Salah satu alasan penentangan terhadap Imam Ali as dan mengucilkannya dari kepemimpinan adalah adanya sifat hasad pada diri mereka terhadap berbagai fadhilah yang dimiliki oleh Imam Ali as.(20)(Catatan : Khalil bin Ahmad Farahidi telah ditanya bahwa kenapa seluruh sahabat Nabi saw bagaikan anak-anak yang memiliki satu ibu tetapi Ali dikalangan mereka bagaikan anak yang tidak punya ibu? Beliau menjawab bahwa karena Ali bin Abi Thalib lebih unggul dari mereka dari sisi keislaman, kehormatan, keilmuan dan fadhilah akhlak, oleh karena itu, mereka iri padanya. Masyarakat lebih senang kepada orang yang seperti diri mereka sendiri. (Abu Hayyan Tauhidi (wafat 400 H), Al-Bashair wa al-Zakhair, 1408 H, jld.3, hal.124; Arbili, Kasyf al-Ghummah, 1431 H, jld.1, hal.393). Dalam suatu Riwayat bahwa Nabi saw juga telah mengisyarahkan factor-faktor tersebut.(21) Begitu juga dalam suatu Riwayat yang dinukil dari sumber-sumber Syiah dan Sunni bahwa Nabi Muhammad saw telah memprediksikan bahwa Sebagian orang akan memperlihatkan dendam mereka terhadap Imam Ali as setelah wafatnya Nabi saw.(22) Sebagian laporan sejarah mengungkapkan bahwa dendam orang-orang Quraisy terhadap imam Ali as berasal dari terbunuhnya para pembesar-pembesar Quraisy di tangan Imam Ali as dalam perang seperti Perang Badar atau beliau yang memiliki peranan paling penting atas terbunuhnya para pembesar quraisy tersebut.(23)

Deskripsi Peristiwa

Menurut Ya'qubi, seorang sejarawan abad ketiga melaporkan bahwa pada peristiwa Saqifah Bani Saidah, Sebagian sahabat seperti Abbas bin Abdul Mutthalib, Fadhil bin Abbas, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Gifari, Ammar Yaser, Bura' bin Azib menolak untuk berbaiat kepada Abu Bakar.(24) Sayid Murtadha Askari, seorang sejarawan abad ke 15 H mengutip dari sumber-sumber sirah nabawi, sejarah dan hadits, mengatakan bahwa mereka yang tidak berbaiat kepada Abu Bakar adalah bersama dengan Imam Ali as.(25) Thabari menyebutkan bahwa Thalhah dan Zubair juga bagian dari orang yang bersama dengan Imam Ali as.(26)

Perintah Abu Bakar untuk mengambil baiat dari Imam Ali as dan para sahabatnya

Setelah Abu Bakar di baiat, ia mendatangi Sebagian sahabat yang belum berbaiat kepadanya.(27) berdasarkan penukilan kitab "al-Imamah wa al-Siyasah" yang di nisbahkan kepada Ibnu Qutaibah bahwa Abu Bakar empat kali mengirim Umar dan Qunfuz ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa untuk meminta kepada Imam Ali as dan orang-orang yang ada dalam rumah tersebut supaya berbaiat kepada Abu Bakar.(28) berdasarkan periwayatan ini, pada kali pertama, setelah diancam oleh Umar, laki-laki yang ada di rumah selain Imam Ali as keluar dan berbaiat kepada Abu Bakar. Imam Ali as telah bersumpah bahwa sampai al-Quran belum dikumpulkannya maka ia tidak akan keluar dari rumah. Abu Bakar pada kali kedua dan ketiga mengirim Qunfuz ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan lagi-lagi ia tidak memperoleh jawaban positif dan pada kali keempat Umar bersama bersama sekelompok orang mendatangi rumah Sayidah Fatimah sa dan membawa Imam Ali as keluar untuk menemui Abu Bakar.(29) berdasarkan perkataan Muhammad Hadi Yusufi Gharavi sebagai peneliti sejarah Islam dan Tasayyu bahwa Abu Bakar mengirim orang tiga kali ke rumah Imam Ali as dan meminta untuk berbaiat kepada Abu Bakar. Pada kali pertama dan kedua mereka ditolak dan pada kali ketiga Imam Ali as dipaksa keluar dari rumahnya untuk berbaiat kepada Abu Bakar.(30) dalam kitab "al-Ikhtishash" yang dinisbahkan kepada Syaikh Mufid tertulis bahwa ketika Imam Ali as dibawa menuju Masjid, Zubair yang ada dalam rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa menghunuskan pedangnya dan berkata wahai putra-putra Abdul Mutthalib! Apakah kalian masih hidup, sementara Ali diperlakukan seperti ini? Ia menyerang Umar namun Khalid bin Walid melemparnya dengan batu sehingga pedangnya terlepas dari tangannya, lalu Umar mengambil pedang tersebut dan membenturkannya ke batu sampai pedang tersebut patah.(31) berdasarkan tukilan Thabari sebagai sejarawan abad ketiga bahwa ketika Zubair keluar dari rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa, kakinya terpeleset sampai pedangnya terjatuh dari tangannya.(32) Mereka membawa Imam Ali as ke hadapan Abu Bakar dan mengancamnya bahwa jika tidak berbaiat maka akan dipenggal kepalanya.(33) dalam kitab Sulaim tertulis bahwa Imam Ali berdebat dengan mereka yang ada dalam kumpulan tersebut dan mengingatkan perkataan Rasulullah saw di hari Ghadir dan di hari-hari lainnya kepada seluruh yang hadir di tempat tersebut berkaitan dengan kepemimpinannya sebagai pengganti Rasulullah saw, tetapi Abu Bakar berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa kenabian dan kepemimpinan tidak akan berkumpul dalam ahlul baitnya.(34) Berdasarkan perkataan Syaikh Mufid bahwa pada hari Saqifah, Imam Ali as tidak berbaiat kepada Abu Bakar, tetapi berkaitan dengan apakah Imam Ali as setelah itu ia berbaiat atau tidak, ada beberapa nukilan berkaitan dengan hal tersebut. Salah satu nukilan tersebut adalah setelah 40 hari atau enam bulan kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra sa, Imam Ali as berbaiat kepadanya. Syaikh Mufid sendiri meyakini bahwa Imam Ali as sama sekali tidak pernah berbaiat kepada Abu Bakar.(35) berdasarkan periwayatan bahwa ketika mereka mengancam Imam Ali as bahwa jika Imam Ali as tidak berbaiat maka kepalanya akan dipisahkan dari badannya, Abbas paman Rasulullah saw menarik tangan Imam Ali as dari tangan Abu Bakar untuk menyelamatkannya, lalu mereka melepas Imam Ali as.(36) namun berdasarkan nukilan kitab "al-Imamah wa al-Siyasah" bahwa Abu Bakar berkata : selama Fatimah ada di sisinya maka ia tidak memaksa Ali untuk berbaiat kepadanya.(37)

Reaksi Sayidah Fatimah az-Zahra sa

Setelah utusan Abu Bakar yang pertama mendatangi rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa untuk membawa Imam Ali as dan sahabatnya, Sayidah Fatimah berdiri dekat pintu dan berkata : saya tidak pernah menemukan ada suatu kaum yang lebih buruk dari kalian, dimana kalian meninggalkan jenazah Rasulullah saw di sisi kami dan kalian bersepakat dalam hal kepemimpinan setelah Rasulullah saw, sementara kalian tidak meminta pendapat kami dan kalian tidak memperhatikan hak-hak kami.(38) pada kali keempat Umar mendatangi rumah Sayidah Fatimah sa untuk membawa Imam Ali as, Sayidah Fatimah az-Zahra sa berseru keras : Wahai Ayah! Wahai Rasulullah! Setelah kepergianmu, betapa banyaknya penderitaan yang kami alami atas perlakuan yang dilakukan oleh putra Khattab dan putra Abu Quhafah terhadap kami! setelah mendengar seruan Sayidah Fatimah az-Zahra, Sebagian yang bersama Umar terharu mendengar seruan tersebut dan memutuskan kembali ke rumahnya masing-masing.(39) Menurut Ya’qubi bahwa Fatimah berkata kepada mereka yang memasuki rumahnya secara paksa : "Saya bersumpah demi allah swt bahwa jika kalian tidak keluar dari rumahku maka saya akan menyeruh kepada Allah swt untuk meminta keadilan". Setelah mereka mendengar ucapan Sayidah az-Zahra sa, semuanya keluar dari rumah tersebut.(40) Abu Bakar Jauhari (wafat 323 H) telah menyebutkan dalam kitab "al-Saqifah wa fadak" bahwa ketika Umar membawa Imam Ali as secara paksa keluar dari rumahnya, Fatimah az-Zahra sa berdiri di sisi pintu rumah dan berkata kepada Abu Bakar : betapa cepatnya engkau menyerang keluarga Rasulullah saw! Demi Allah swt, saya tidak akan berbicara dengan Umar hingga saya dipanggil oleh-Nya.(41) kelanjutan Riwayat ini menyebutkan bahwa setelah kejadian tersebut, beberapa waktu kemudian Abu Bakar mendatangi Sayidah Fatimah az-Zahra untuk dimaafkan, lalu Sayidah az-Zahra sa ridha terhadapnya.(42) namun berdasarkan riwayat yang lain yang terdapat dalam kitab "Sahih Bukhari" bahwa Sayidah Fatimah az-Zahra sa juga marah kepada Abu Bakar karena merampas "Tanah Fadak" dari tangan Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan selama beliau masih hidup, beliau tidak ridha dan tidak berbicara kepadanya.(43) Dalam tafsir 'Ayyasyi juga dinukil bahwa ketika Imam Ali as dibawa keluar dari rumahnya, Sayidah Fatimah az-Zahra sa mendatangi Abu Bakar dan mengatakan bahwa jika Ali as tidak dibebaskan maka ia akan pergi ke kuburan Rasulullah saw dan dengan rambut acak-acakan aku akan mengadu kepada Allah swt atas peristiwa ini. Imam Ali as mengirim Salman ke sisi Sayidah Fatimah az-Zahra sa supaya tidak melakukan hal tersebut. Karena Sayidah Fatimah menerima pesan dari Imam Ali as, maka beliau kembali ke rumahnya.(44)

Mengancam akan membakar rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa

Atas perintah Abu Bakar, Umar bin Khattab mendatangi rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa supaya membawa Imam Ali as beserta sahabatnya ke sisinya untuk berbaiat kepadanya. Ketika ia memperoleh penentangan dari penghuni rumah maka ia memerintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar dan mengancam bahwa ia akan membakar rumah tersebut bersama penghuninya. Ancaman pembakaran rumah yang dilakukan oleh Umar dinukil pada Sebagian sumber-sumber Ahlusunah, diantaranya al-'Aqdu al-Farid(45), Tarikh Thabari(46), Ansab al-Asyraf(47), al-Musannaf(48) dan al-Imamah wa al-Siyasah(49). Menurut Ibnu Abdul Rabbah, seorang penulis dan sejarawan abad ketiga dan keempat hijriah bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar, jika penghuni rumah tersebut menolak keluar dari rumah maka perangilah mereka. Umar yang sementara menggengam api obor di tangannya, ia mengancam bahwa jika penghuni rumah tidak berbaiat maka ia akan membakar rumah tersebut (50). Menurut tukilan kitab "Imamah dan al-Siyasah" bahwa ketika Umar mengancam akan membakar rumah tersebut, orang-orang yang hadir mengatakan kepadanya bahwa Sayidah Fatimah sa ada dalam rumah tersebut, Umar menjawab bahwa walaupun dia ada dalam rumah(51). Pada beberapa sumber menyebutkan nama-nama yang ikut bersama Umar dalam peristiwa penyerangan tersebut, diantaranya Usaid bin Hudhair, Salamah bin Salaamah bin waqsy {pada nukilan yang lain bernama Salamah bin Aslam bin Juraisy (Thabari Imami, al-Mustarsyad fi al-Imamah, 1415 H, hal.378)}, Tsabit bin Qais bin Syammas Khazraji(52), Abdurrahman bin 'Auf, Muhammad bin Muslimah(53) dan Zaid bin Aslam(54). Sayid Ja'far Syahidi meyakini bahwa ancaman Umar untuk membakar rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa yang dinukil dari kitab Ansab al-Asyraf(55) dan al-Aqd al-Farid tidak bisa dianggap palsu dan buatan para pendukung Syiah atau buatan kelompok politisi yang sepakat dengan Syiah, karena di abad-abad pertama mereka belum memiliki kekuatan dan termasuk kelompok minoritas. selain dari itu, menurut laporan sumber Islam barat mencatat bahwa kelompok Syiah belum ada pada waktu itu(57). Syahidi meyakini bahwa mereka yang hadir di Saqifah lebih peduli kepada pemerintahan dari pada peduli kepada agama(58)

Pembakaran pintu, Cederahnya Sayidah Fatimah sa dan Gugurnya Muhsin as

Di Sebagian sumber-sumber lama Syiah telah dinukil bahwa pada peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa, mereka membakar pintu rumah dan Sayidah Fatimah sa mengalami cedera serta mengalami keguguran pada janin yang dikandungnya. Dalam kitab Sulaim bin Qays di nukil bahwa Umar bin Khattab membuktikan ancamannya tersebut dengan membakar pintu rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa, lalu memasuki rumahnya dan ketika ia memperoleh perlawanan dari Sayidah Fatimah sa maka ia memukul sisi perut Sayidah Fatimah az-Zahra sa dengan sarung pedang (59). Hal ini juga disebutkan dalam kitab "Itsbat al-Washiyah" yang dinisbahkan kepada Ali bin Husain Mas’udi sebagai sejarawan abad keempat bahwa mereka menyerang rumah dan membakar pintunya serta menyeret Imam Ali as dari rumahnya secara paksa dan menjepit pemimpin para wanita dua alam ini di belakang pintu hingga Muhsin yang masih dalam kandungan gugur. Menurut nukilan kitab "Dalaail al-Imamah", bahwa Umar memerintahkan kepada Qunfuz untuk memukul Sayidah Fatimah sa. 'Ayyasyi seorang Muhaddis Syiah pada masa kegaiban kecil juga mengatakan bahwa Umar menendang pintu rumah yang terbuat dari pelepah kurma hingga rusak lalu memasuki rumahnya dan membawa Imam Ali as keluar dari rumah dengan bahu terikat. (62)

Waktu Kejadian

Muhammad Hadi Yusufi Gharavi, seorang peneliti sejarah Islam dan Tasayyu dengan bersandar pada beberapa bukti meyakini bahwa waktu penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa tidak langsung terjadi setelah peristiwa Saqifah dan pembaiatan kepada Abu Bakar, akan tetapi hal itu terjadi sekitar lima puluh hari atau lebih setelah wafatnya Rasulullah saw(63). Bukti pertama adalah bahwa seseorang yang bernama Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami yang ikut bersama pasukan Usamah menuju Muta, setelah kembali ke Madina dan memperoleh kabar tentang peristiwa Saqifah, ia bersama dengan beberapa orang dari kabilahnya mengungkapkan bahwa ia adalah pengikut Imam Ali as dan mengatakan bahwa selama Imam Ali as belum berbaiat maka kami juga tidak akan berbait. Setelah kejadian tersebut, Abu Bakar bersama orang-orang yang berada di sekelilingnya berpikir untuk mengambil baiat dari Imam Ali as. Menurut perkataan Yusuf Gharavi dengan bersandar pada waktu pulang perginya pasukan dan peristiwa sebelum dan setelahnya itu maka peristiwa penyerangan terjadi sekitar lima puluh hari setelah wafatnya Rasulullah saw(63). Bukti lain adalah bahwa setelah perampasan Tanah Fadak yang terjadi setelah sepuluh hari wafatnya Rasulullah saw. Sayidah Fatimah sa pergi ke Masjid dan berkhutbah yang dikenal dengan "Khutbah Fadakiyah". Yusuf Gharavi dalam menguraikan tentang bagaimana Sayidah Fatimah az-Zahra sa berjalan menuju Masjid (cara berjalannya sama sekali tidak berbeda dengan cara berjalannya Rasulullah saw (64)) menyimpulkan bahwa peristiwa penyerangan tidak terjadi sebelum masa Sayidah Fatimah az-Zahra berkhutbah, karena Sayidah Fatimah sa tidak akan bisa berjalan seperti itu ketika ia mengalami cedera akibat serangan tersebut (63). Bukti ketiga adalah setelah peristiwa Saqifah dan penyitaan "Tanah Fadak", Imam Ali as bersama Sayidah Fatimah sa dan Imam Hasan as dan Imam Husain as pergi ke rumah-rumah kaum Muhajirin dan Anshar di malam hari untuk meminta pertolongan kepadanya supaya hak-hak mereka yang telah dirampas dikembalikan. Ketika peristiwa penyerangan tersebut terjadi sebelum peristiwa yang mendatangi rumah kaum Muhajirin dan Anshar, maka Sayidah Fatimah sa tidak akan mungkin bisa bersama mereka dengan adanya cedera yang dialaminya (63).

Konsekwensi

Beberapa konsekwensi akibat penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah sa :

  • Ketidak Ridhaan Sayidah Fatimah sa terhadap Abu Bakar dan Umar

Dalam "kitab Sulaim bin Qays", "al-Imamah wa al-Siyasah" dan "kitab Dalail al-Imamah" disebutkan bahwa setelah peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah sa, Abu Bakar dan Umar mencoba meminta maaf dan meminta ridha dari Sayidah Fatimah az-Zahra sa dengan mendatanginya. Sayidah Fatimah sa menolak mereka berdua, namun mereka menjadikan Imam Ali as sebagai perantara sehingga mereka berdua berhasil menemui Sayidah Fatimah sa. Dalam pertemuan tersebut Sayidah Fatimah sa berpaling dari mereka dan mengingatkan mereka akan sabda Nabi saw bahwa "Fatimah adalah bagian dari diriku, barang siapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku", kemudian beliau berkata bahwa saya menjadikan Tuhan sebagai saksi bahwa kalian berdua telah menyakitiku dan membuatku marah (65).

  • Gugurnya Muhsin as dan syahidnya Sayidah Fatimah az-Zahra sa

Sumber-sumber paling tertua yang meriwayatkan gugurnya Muhsin as dalam peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra adalah "Kitab Sulaim bin Qays" yang merupakan salah satu sumber abad pertama hijriyah dan sebagian besar sumber-sumber syiah setelahnya seperti "al-Ihtijaj" karya Ahmad bin Ali Tabarsi, "Ghayat al-Maram" karya Sayid Hasyim al-Bahrani dan "Bihar al-Anwar" karya Allamah Majlisi mengutip peristiwa tersebut dari Kitab Sulaim bin Qays(66). Menurut suatu riwayat dari Iman Ja'far al-Shadiq as bahwa penyebab gugurnya Sayidah Fatimah az-Zahra sa adalah cedera yang di alaminya akibat serangan yang terjadi atas peristiwa penyerangan ke rumahnya (67).

  • Penyesalan Abu Bakar

Beberapa sumber Ahlusunah seperti "Tarikh Madinah al-Dimasyq"(68) karya Ibnu Asakir, "al-Mu’jam al-Kabir"(69) karya Tabarani dan "Tarikh al-Islam" (70) karya Dzahabi menyatakan bahwa di detik-detik akhir kehidupan Abu Bakar, ia menyesali tiga hal yang telah dilakukannya, salah satunya adalah ia mengatakan bahwa seandainya ia tidak memerintahkan untuk memasuki rumah Fatimah sa.

Pandangan Ahlusunah

Laporan yang berkaitan dengan ancaman Umar bin Khattab akan membakar rumah Sayidah Fatimah sa disebutkan dalam sumber-sumber Ahlusunah, "Ansab al-Asyraf"(71), "Tarikh Thabari"(72), "al-Aqd al-Farid"(73), "al-Musannaf"(74) dan "al-Imamah wa al-Siyasah"(75). Namun ada beberapa hal yang telah diingkarinya yaitu pemrakarsa pembakaran pintu rumah, cedaranya Sayidah Fatimah sa akibat tekanan pintu dan gugurnya Muhsin karena serangan tersebut. Mereka menuduh bahwa perawi laporan peristiwa ini adalah Rafidhah. Muhammad bin Abdul Karim Syahrestani, penulis kitab "Milal wa Nihal" dan pengikut mazhab asy'ariah (wafat 548 H) dalam menerangkan pandangan Abu Huzail (pendiri Firqah Huzailiyah yang termasuk Firqah Mu'tazilah) mengatakan mereka berkeyakinan bahwa Umar mencederai Sayidah Fatimah az-Zahra sa pada hari pengambilan baiat yang menyebabkan anak di kandungnya gugur. Syahrestani menyebutkan bahwa laporan ini adalah dusta(76). Khalil bin Ibak al-Safdi (wafat 746 H) di kitab "al- Wafi bil Wafayat" dalam memperkenalkan Ibrahim bin Sayyar yang di kenal sebagai Nazzam dari pembesar Mu'tazilah menganggap bahwa ia condong ke Rafidha dan ia menukil perkataannya bahwa Umar mencederai Fatimah dan menyebabkan Muhsin gugur (77). Syamsuddin Dzahabi (wafat 748 H) di kitab "Sair A'lam al-Nubalah" dalam memperkenalkan Ibnu Abi Daram sebagai Muhaddis abad keempat di Kufah bahwa ia adalam pemimpin, penghafal dan ulama, tetapi ia lebih cenderung ke Rafidhah sebagai faktor tidak bisanya dipercaya dan menyebutkan bahwa di akhir hidupnya ia disebut sebagai Matsaalib Khulafah (Pengungkap keburukan-keburukan para khalifah), salah satunya bahwa Umar mencederai Sayidah Fatimah sa dan sebab gugurnya putra Fatimah sa. Karena alasan inilah Dzahabi menganggapnya sesat. (78). Ibnu Hajar al-'Asqalani (wafat 852 H) juga menganggap Ibnu Abi Daram sebagai seorang Rafidhah dan pembohong atau pendusta karena menukil laporan tentang kecacatan khalifah, diantaranya menyebabkan gugurnya janin Sayidah Fatimah yang tertulis dalam kitab "lisan al-Mizan"(79).

Monografi

Buku-buku independen yang berkaitan tentang peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa telah ditulis, diantaranya :

  • "Al-Hujum 'ala Baiti Fatimah 'alaihassalam" (serangan ke rumah Fatimah alaihassalam) karya Mahdi Abdul Zahra dalam bahasa Arab. Tujuan dari buku ini adalah menyajikan gambaran yang jelas tentang peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa yang dikutip dari sumber-sumber mu'tabar Syiah dan Sunni. Kitab ini telah diterjemahkan dan dipublikasikan oleh beberapa penerbit dengan judul "Pandangan terhadap dokumen penyerangan ke rumah Siddiqah Thahirah sa dari abad pertama hijriyah sampai sekarang"(80).
  • "Haqiqat-e Hujum be Khane-e Fatimah az-Zahra sa az Manobe-e ommeh". (Hakekat penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra dari sumber-sumber Ahlusunah) karya Ja'far Tabrizi dalam bahasa Persia. Menurut penulis, kitab ini berbicara tentang kumpulan peristiwa dan penindasan yang terjadi terhadap Sayidah Fatimah az-Zahra sa setelah wafatnya Rasulullah saw. Buku ini mencoba meriwayatkan peristiwa penyerangan ke rumah Sayidah Fatimah az-Zahra sa dari sumber-sumber Ahlusunah dan menjawab beberapa isykalan berkaitan dengan hal tersebut(81). Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab(82).

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld.1, hal.30-31
  2. Thabari Imami, Dalail al-Imamah, hal.134
  3. Sulaim bin Qays, Kitab Sulaim bin Qays, jld.1, hal.150; Mas'udi, Itsbat al-Washiah, jld.1, hal.146; 'Ayasyi, Tafsir al-'Ayasyi, jld.2, hal.67

Daftar Pustaka