Lompat ke isi

Hadis Tsaqalain: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
imported>Hindr
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Hindr
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13: Baris 13:
}}}}</onlyinclude>
}}}}</onlyinclude>
[[Berkas:روایت ثقلین- انی تارک فیکم الثقلین.jpg|jmpl|Teks Riwayat Hadis Tsaqalain]]
[[Berkas:روایت ثقلین- انی تارک فیکم الثقلین.jpg|jmpl|Teks Riwayat Hadis Tsaqalain]]
'''Hadis Tsaqalain''' (bahasa Arab: {{ia|حديث الثقلين}}) adalah sebuah hadis yang sangat masyhur dan ''mutawatir'' dari [[Nabi Muhammad saw]] yang bersabda, ''“Sesungguhnya kutinggalkan dua pusaka bagi kalian, Kitab Allah ([[Al-Quran]]) dan itrahku ([[Ahlulbait]]). Keduanya tidak akan terpisah sampai hari kiamat.”''
'''Hadis Tsaqalain''' (bahasa Arab: {{ia|حديث الثقلين}}) adalah sebuah hadis yang sangat masyhur dan ''mutawatir'' dari [[Nabi Muhammad saw]] yang bersabda, ''“Sesungguhnya kutinggalkan dua pusaka bagi kalian, Kitab Allah ([[Alquran]]) dan itrahku ([[Ahlulbait]]). Keduanya tidak akan terpisah sampai hari kiamat.”''


Hadis ini diterima oleh seluruh kaum [[Muslimin]] baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan termaktub dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut.
Hadis ini diterima oleh seluruh kaum [[Muslimin]] baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan termaktub dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut.
Baris 26: Baris 26:
''"Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka yang jika kalian mengambil (mengikuti) keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitab Allah swt dan Ahlulbaitku dari keturunanku (itrahku). Wahai manusia, dengarlah dan sesungguhnya telah aku sampaikan kepada kalian bahwa sesungguhnya kalian akan menemuiku di tepi telaga (al-Haudh), maka aku akan mempertanyakan kalian, atas apa yang telah kalian perbuat terhadap dua pusaka berharga ini, yaitu Kitab Allah yang sangat agung penyebutannya dan Ahlulbaitku.”''<ref>Kulaini, ''Kāfi'', jld. 1, hlm. 294.</ref>
''"Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka yang jika kalian mengambil (mengikuti) keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitab Allah swt dan Ahlulbaitku dari keturunanku (itrahku). Wahai manusia, dengarlah dan sesungguhnya telah aku sampaikan kepada kalian bahwa sesungguhnya kalian akan menemuiku di tepi telaga (al-Haudh), maka aku akan mempertanyakan kalian, atas apa yang telah kalian perbuat terhadap dua pusaka berharga ini, yaitu Kitab Allah yang sangat agung penyebutannya dan Ahlulbaitku.”''<ref>Kulaini, ''Kāfi'', jld. 1, hlm. 294.</ref>


''Sunan Nasai'', salah satu dari enam kitab sahih [[Ahlusunnah]] (''kutub sittah''), meriwayatkan:
''Sunan Nasai'', salah satu dari enam kitab sahih [[Ahlusunah]] (''kutub sittah''), meriwayatkan:
<center>
<center>
{{ia|کأنی قد دعیت فاجبت، انی قد ترکت فیکم الثقلین احدهما اکبر من الآخر، کتاب الله و عترتی اهل بیتی، فانظروا کیف تخلفونی فیهما، فانهما لن یفترقا حتی یردا علی الحوض}}
{{ia|کأنی قد دعیت فاجبت، انی قد ترکت فیکم الثقلین احدهما اکبر من الآخر، کتاب الله و عترتی اهل بیتی، فانظروا کیف تخلفونی فیهما، فانهما لن یفترقا حتی یردا علی الحوض}}
</center>
</center>
''“seakan-akan ajalku sudah mendekat. Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua hal yang sangat berharga, yang salah satu  lebih besar dari yang lainnya, (yaitu) Kitab Allah dan keturunanku (Itrahku) Ahlulbaitku. maka lihat dan perhatikan bagaimana kalian memperlakukan keduanya. maka sesungguh keduanya tidak akan terpisah sampai kalian menemuiku di tepi telaga (al-Haudh).”''<ref>Nasai, ''al-Sunan al-Kubra'', hadis 8148.</ref>
''“seakan-akan ajalku sudah mendekat. Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua hal yang sangat berharga, yang salah satu  lebih besar dari yang lainnya, (yaitu) Kitab Allah dan keturunanku (itrahku) Ahlulbaitku. maka lihat dan perhatikan bagaimana kalian memperlakukan keduanya. maka sesungguh keduanya tidak akan terpisah sampai kalian menemuiku di tepi telaga (al-Haudh).”''<ref>Nasai, ''al-Sunan al-Kubra'', hadis 8148.</ref>


==Sumber  dan Sanad Hadis==
==Sumber  dan Sanad Hadis==
Hadis ini termasuk dalam riwayat yang diterima oleh semua ulama [[Islam]] baik dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Sunni]], yang dari sisi sanadnya tidak seorangpun yang mampu melemahkan dan mengkritiknya.
Hadis ini termasuk dalam riwayat yang diterima oleh semua ulama [[Islam]] baik dari kalangan [[Syiah]] maupun [[Sunni]], yang dari sisi sanadnya tidak seorangpun yang mampu melemahkan dan mengkritiknya.


===Sumber dari Literatur Ahlusunnah===
===Sumber dari Literatur Ahlusunah===
Menurut kitab ''Hadits al-Tsaqalain wa Maqāmāt Ahl al-Bait'' <ref>Atsar Ahmad Mahauzi. </ref>, hadis ''Tsaqalain'' ini diriwayatkan lebih dari 25 orang perawi dari kalangan [[sahabat]] yang mendengarkan langsung dari [[Nabi Muhammad saw]].
Menurut kitab ''Hadits al-Tsaqalain wa Maqāmāt Ahl al-Bait'' <ref>Atsar Ahmad Mahauzi. </ref>, hadis ''Tsaqalain'' ini diriwayatkan lebih dari 25 orang perawi dari kalangan [[sahabat]] yang mendengarkan langsung dari [[Nabi Muhammad saw]].
Berikut di antara nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis Tsaqalain:
Berikut di antara nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis Tsaqalain:
Baris 50: Baris 50:
#Sejumlah orang dari para sahabat. <Ref>Penukilan hadis ini secara lengkap dimuat dalam buku ''Istijlabu Irtiqa'il Ghuraf'' karya Syamsuddin Sakhawi, hlm.23, dan dalam buku ''Yanabiul Mawaddah'', Qunduzi , jld.1, hlm.106-107 dan al-Ishabah, Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 7, hlm. 245-274, juga telah disinggung.</ref>  
#Sejumlah orang dari para sahabat. <Ref>Penukilan hadis ini secara lengkap dimuat dalam buku ''Istijlabu Irtiqa'il Ghuraf'' karya Syamsuddin Sakhawi, hlm.23, dan dalam buku ''Yanabiul Mawaddah'', Qunduzi , jld.1, hlm.106-107 dan al-Ishabah, Ibnu Hajar al-Asqalani, jld. 7, hlm. 245-274, juga telah disinggung.</ref>  


Bahrani, penulis kitab ''Ghayatul Maram wa Hujjatul Khisham'' menukil hadis ini melalui 39 jalur dari buku-buku [[Ahlusunnah]]. Menurut penukilan buku tadi, hadis ini dimuat dan bisa ditemukan dalam beberapa buku seperti ''Musnad Ahmad'', ''Shahih Muslim'', ''Manāqib Ibnul Maghazili'', ''Sunan Tirmidzi'', ''al-‘Umdah Tsa’labi'', ''Musnad Abi Ya’la, al-Mu’jamul Ausath Thabrani, ''al-‘Umdah'' Ibn al-Bathriq, ''Yanābi'ul Mawaddah'' Qunduzi, ''al-Tharaif'' Ibnul-Maghāzili, Faraidus Simthain'' dan ''Syarah Nahj al-Balāgah'' Ibnu Abi al-Hadid. <ref>Bahrani, ''Ghayatul Maram wa Hujjatul Khisham'', jld. 2, hlm. 304-320. </ref>  
Bahrani, penulis kitab ''Ghayatul Maram wa Hujjatul Khisham'' menukil hadis ini melalui 39 jalur dari buku-buku [[Ahlusunah]]. Menurut penukilan buku tadi, hadis ini dimuat dan bisa ditemukan dalam beberapa buku seperti ''Musnad Ahmad'', ''Shahih Muslim'', ''Manāqib Ibnul Maghazili'', ''Sunan Tirmidzi'', ''al-‘Umdah Tsa’labi'', ''Musnad Abi Ya’la, al-Mu’jamul Ausath Thabrani, ''al-‘Umdah'' Ibn al-Bathriq, ''Yanābi'ul Mawaddah'' Qunduzi, ''al-Tharaif'' Ibnul-Maghāzili, Faraidus Simthain'' dan ''Syarah Nahj al-Balāgah'' Ibnu Abi al-Hadid. <ref>Bahrani, ''Ghayatul Maram wa Hujjatul Khisham'', jld. 2, hlm. 304-320. </ref>  


===Sumber dari Literatur Syiah===
===Sumber dari Literatur Syiah===
Baris 63: Baris 63:
Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, Ibnu Hajar Haitami <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan Nabi Muhammad saw sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di [[Thaif]], namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut.
Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, Ibnu Hajar Haitami <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan Nabi Muhammad saw sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di [[Thaif]], namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut.


Perbedaan pendapat yang terjadi tidak bisa ditinggalkan begitu saja, namun setidaknya bisa diambil kesimpulan bahwa terjadinya perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena memang Nabi Muhammad saw telah menyampaikan hadis tersebut di berbagai tempat dan waktu yang berbeda-beda. Terutama di waktu-waktu terakhir dari kehidupannya, beliau sering mengingatkan kaum muslimin akan keutamaan Tsaqalain (dua pusaka berharga) yang ditinggalkannya, yaitu [[Al-Quran]] dan [[Ahlulbait]]. <ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 1, hlm. 180; Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150; Syarafuddin, ''al-Murājā’at'', hlm. 74. </ref>
Perbedaan pendapat yang terjadi tidak bisa ditinggalkan begitu saja, namun setidaknya bisa diambil kesimpulan bahwa terjadinya perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena memang Nabi Muhammad saw telah menyampaikan hadis tersebut di berbagai tempat dan waktu yang berbeda-beda. Terutama di waktu-waktu terakhir dari kehidupannya, beliau sering mengingatkan kaum muslimin akan keutamaan Tsaqalain (dua pusaka berharga) yang ditinggalkannya, yaitu [[Alquran]] dan [[Ahlulbait]]. <ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 1, hlm. 180; Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150; Syarafuddin, ''al-Murājā’at'', hlm. 74. </ref>


Berikut riwayat-riwayat yang menyebutkan tempat dan waktu pengeluaran hadis ini:
Berikut riwayat-riwayat yang menyebutkan tempat dan waktu pengeluaran hadis ini:
Baris 76: Baris 76:


==Sunnah atau Itrah?==
==Sunnah atau Itrah?==
Sebagian literatur [[Ahlusunnah]] menyebutkan “sunnati” sebagai pengganti “itrahti” dalam hadis Tsaqalain. <ref>Rujuk ke: Muttaqi Hindi, Kanz al-‘Ummāl, jld. 1, hlm. 187, hadis 948. </ref> Namun teks tersebut jarang ditemukan, bahkan tidak terdapat sama sekali dalam kitab-kitab masyhur Ahlusunnah. Para ulama Ahlusunnah sendiri tidak memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hadis yang memuat teks “sunnati” termasuk dari kalangan teolog khususnya dalam pembahasan perbedaan antar mazhab.
Sebagian literatur [[Ahlusunah]] menyebutkan “sunnati” sebagai pengganti “itrahti” dalam hadis Tsaqalain. <ref>Rujuk ke: Muttaqi Hindi, Kanz al-‘Ummāl, jld. 1, hlm. 187, hadis 948. </ref> Namun teks tersebut jarang ditemukan, bahkan tidak terdapat sama sekali dalam kitab-kitab masyhur Ahlusunah. Para ulama Ahlusunah sendiri tidak memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hadis yang memuat teks “sunnati” termasuk dari kalangan teolog khususnya dalam pembahasan perbedaan antar mazhab.


===Siapakah yang Dimaksud Itrah?===
===Siapakah yang Dimaksud Itrah?===
Baris 84: Baris 84:


==Keutamaan Hadis==
==Keutamaan Hadis==
Para ulama [[Syiah]] meriwayatkan hadis ini dalam banyak kitab mereka, yang dengan keberadaan hadis tersebut, mereka menggunakannya sebagai dalil yang menguatkan aqidah Syiah mereka. Mir Hamid Husain Kunturi Hindi (w. 1306 H) dalam kitab ‘''Abaqāt al-Anwar'', jilid 1 sampai 3 menukil hadis ini dengan menyandarkan pada periwayatan [[Ahlusunnah]], dan menyebutkan betapa penting dan tingginya posisi hadis ini di sisi mereka. Dalam pembahasan mengenai [[imamah]], hadis ini ia dahulukan sebagai hujjah dibandingkan hadis yang lain.
Para ulama [[Syiah]] meriwayatkan hadis ini dalam banyak kitab mereka, yang dengan keberadaan hadis tersebut, mereka menggunakannya sebagai dalil yang menguatkan aqidah Syiah mereka. Mir Hamid Husain Kunturi Hindi (w. 1306 H) dalam kitab ‘''Abaqāt al-Anwar'', jilid 1 sampai 3 menukil hadis ini dengan menyandarkan pada periwayatan [[Ahlusunah]], dan menyebutkan betapa penting dan tingginya posisi hadis ini di sisi mereka. Dalam pembahasan mengenai [[imamah]], hadis ini ia dahulukan sebagai hujjah dibandingkan hadis yang lain.


Dari hadis ini, dapat diambil beberapa poin penting yang dapat menetapkan dan membuktikan kesahihan ajaran Syiah:
Dari hadis ini, dapat diambil beberapa poin penting yang dapat menetapkan dan membuktikan kesahihan ajaran Syiah:
Baris 96: Baris 96:
*Ketidakterpisahan Al-Qur'an dan Ahlulbait, Posisi keduanya sama sebagai pusaka [[Nabi Muhammad saw]] yang sangat berharga dan menjadi pedoman bagi umat manusia. Sebagimana telah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa dalam kitab Al-Qur'an tidak terdapat kesalahan, maka "tsiql" (perkara} lainnya yaitu Ahlulbait, sudah tentu juga tidak terdapat kesalahan padanya.
*Ketidakterpisahan Al-Qur'an dan Ahlulbait, Posisi keduanya sama sebagai pusaka [[Nabi Muhammad saw]] yang sangat berharga dan menjadi pedoman bagi umat manusia. Sebagimana telah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa dalam kitab Al-Qur'an tidak terdapat kesalahan, maka "tsiql" (perkara} lainnya yaitu Ahlulbait, sudah tentu juga tidak terdapat kesalahan padanya.


Sebagian dari peneliti Ahlusunnah juga menjadikan hadis Tsaqalain sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan besar yang dimiliki Ahlulbait dan hujjah atas kesucian mereka dari kekotoran, kekejian dan kesalahan. <ref>Manawi, Faidh al-Qadir, jld. 3, hlm. 18-19; Zarqani, ''Syarah al-Mawāhib al-Diniyah'', jld. 8, hlm. 2; Sanadi, ''Dirāsāt al-Labaib'', hlm. 233, sebagaimana dinukil oleh Husaini Milani dalam ''Nafahāt al-Azhār'', jld. 2, hlm. 266-269. </ref>
Sebagian dari peneliti Ahlusunah juga menjadikan hadis Tsaqalain sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan besar yang dimiliki Ahlulbait dan hujjah atas kesucian mereka dari kekotoran, kekejian dan kesalahan. <ref>Manawi, Faidh al-Qadir, jld. 3, hlm. 18-19; Zarqani, ''Syarah al-Mawāhib al-Diniyah'', jld. 8, hlm. 2; Sanadi, ''Dirāsāt al-Labaib'', hlm. 233, sebagaimana dinukil oleh Husaini Milani dalam ''Nafahāt al-Azhār'', jld. 2, hlm. 266-269. </ref>


===Keharusan Adanya Imam===
===Keharusan Adanya Imam===
Baris 107: Baris 107:
*Nabi saw menjamin, barangsiapa mengikuti keduanya, tanpa memisahkannya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya.
*Nabi saw menjamin, barangsiapa mengikuti keduanya, tanpa memisahkannya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya.


Imam Zarqani Maliki, salah seorang ulama Ahlusunnah, dalam kitab ''Syarhul Mawāhib'' <ref>Jilid 8, hlm. 7. </ref> menukil dari Allamah Samhudi yang menyatakan, “Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, sampai kiamat akan tetap ada dari kalangan Itrah Nabi saw yang layak untuk dijadikan pegangan. Jadi sebagaimana yang tersurat, maka hadis ini menjadi dalil akan keberadaannya. Sebagaimana kitab (Al-Qur'an) tetap ada, maka mereka (yaitu Itrah) juga tetap ada di muka bumi. <ref>Sebagaimana yang dinukil oleh Allamah Amini dalam kitabnya ''al-Ghadir'', jld. 3, hlm. 118. </ref>
Imam Zarqani Maliki, salah seorang ulama Ahlusunah, dalam kitab ''Syarhul Mawāhib'' <ref>Jilid 8, hlm. 7. </ref> menukil dari Allamah Samhudi yang menyatakan, “Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, sampai kiamat akan tetap ada dari kalangan Itrah Nabi saw yang layak untuk dijadikan pegangan. Jadi sebagaimana yang tersurat, maka hadis ini menjadi dalil akan keberadaannya. Sebagaimana kitab (Al-Qur'an) tetap ada, maka mereka (yaitu Itrah) juga tetap ada di muka bumi. <ref>Sebagaimana yang dinukil oleh Allamah Amini dalam kitabnya ''al-Ghadir'', jld. 3, hlm. 118. </ref>


===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber===
===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber===
Baris 115: Baris 115:


===Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab===
===Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab===
Sebagaimana telah disebutkan bahwa hadis Tsaqalain adalah hadis mutawatir yang diakui kesahihannya oleh Syiah dan Sunni, maka sepatutnya keberadaan hadis ini menjadi penyebab dan pendorong upaya persatuan Islam dan upaya pendekatan antar mazhab. Sebagaimana misalnya, yang pernah diupayakan oleh Sayid Abdul Husain Syarafuddin, salah seorang ulama Syiah dengan Syaikh Salim Bisyri dari ulama Ahlusunnah. Dialog keduanya yang penuh semangat ukhuwah dan persaudaraan Islami dapat dirujuk dalam kitab ''al-Murājā’at''. Atau sebagaimana upaya keras dan konsisten dari [[Ayatullah Burujerdi]] untuk menggalakkan aktivitas pendekatan antar mazhab yang terinspirasi dari pesan hadis Tsaqalain ini. <ref>Rujuk ke: ''Wa’idzhazadeh Khurasani'', Hadits Tsaqalain, hlm. 39-40. </ref>
Sebagaimana telah disebutkan bahwa hadis Tsaqalain adalah hadis mutawatir yang diakui kesahihannya oleh Syiah dan Sunni, maka sepatutnya keberadaan hadis ini menjadi penyebab dan pendorong upaya persatuan Islam dan upaya pendekatan antar mazhab. Sebagaimana misalnya, yang pernah diupayakan oleh Sayid Abdul Husain Syarafuddin, salah seorang ulama Syiah dengan Syaikh Salim Bisyri dari ulama Ahlusunah. Dialog keduanya yang penuh semangat ukhuwah dan persaudaraan Islami dapat dirujuk dalam kitab ''al-Murājā’at''. Atau sebagaimana upaya keras dan konsisten dari [[Ayatullah Burujerdi]] untuk menggalakkan aktivitas pendekatan antar mazhab yang terinspirasi dari pesan hadis Tsaqalain ini. <ref>Rujuk ke: ''Wa’idzhazadeh Khurasani'', Hadits Tsaqalain, hlm. 39-40. </ref>


==Pranala Terkait==
==Pranala Terkait==
Pengguna anonim