Pengguna anonim
Hadis Tsaqalain: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>E.amini Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>E.amini Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Hadis Tsaqalain''' (Bahasa Arab: | '''Hadis Tsaqalain''' (Bahasa Arab: {{ia|حديث الثقلين}}) adalah sebuah hadis yang sangat masyhur dan ''mutawatir'' dari [[Nabi Muhammad Saw]] yang bersabda, ''“Kutinggalkan dua pusaka bagi kalian, Kitab Allah (Al-Quran) dan itrahku (Ahlulbait). Keduanya tidak akan terpisah sampai hari kiamat.”'' | ||
Hadis ini diterima oleh seluruh kaum Muslimin baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan termaktub dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut. | Hadis ini diterima oleh seluruh kaum Muslimin baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan termaktub dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut. | ||
Bagi muslim Syiah, hadis ini merupakan pegangan utama untuk menguatkan doktrin pentingnya keimamahan, menguatkan dalil kemaksuman para Imam As dan juga sebagai dalil yang menetapkan keharusan adanya imam di setiap zaman. | Bagi muslim Syiah, hadis ini merupakan pegangan utama untuk menguatkan doktrin pentingnya keimamahan, menguatkan dalil kemaksuman para Imam As dan juga sebagai dalil yang menetapkan keharusan adanya imam di setiap zaman. | ||
==Matan Hadis== | ==Matan Hadis== | ||
Baris 20: | Baris 19: | ||
==Sumber dan Sanad Hadis== | ==Sumber dan Sanad Hadis== | ||
Hadis ini termasuk dalam riwayat yang diterima oleh semua ulama Islam baik dari kalangan Syiah maupun Sunni, yang dari sisi sanad tidak seorangpun yang mampu melemahkan dan mengkritiknya. | Hadis ini termasuk dalam riwayat yang diterima oleh semua ulama Islam baik dari kalangan Syiah maupun Sunni, yang dari sisi sanad tidak seorangpun yang mampu melemahkan dan mengkritiknya. | ||
===Sumber dari Literatur Ahlusunnah=== | ===Sumber dari Literatur Ahlusunnah=== | ||
Menurut kitab ''Hadits al-Tsaqalain wa Maqāmāt Ahl al-Bait'' <ref>Atsar Ahmad Mahauzi. </ref>, hadis ''Tsaqalain'' ini diriwayatkan lebih dari 25 orang perawi dari kalangan sahabat yang mendengarkan langsung dari [[Nabi Muhammad Saw]]. | Menurut kitab ''Hadits al-Tsaqalain wa Maqāmāt Ahl al-Bait'' <ref>Atsar Ahmad Mahauzi. </ref>, hadis ''Tsaqalain'' ini diriwayatkan lebih dari 25 orang perawi dari kalangan sahabat yang mendengarkan langsung dari [[Nabi Muhammad Saw]]. | ||
Berikut di antara nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis Tsaqalain: | Berikut di antara nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadis Tsaqalain: | ||
Baris 53: | Baris 50: | ||
===Sumber dari Literatur Syiah=== | ===Sumber dari Literatur Syiah=== | ||
Bahrani, penulis kitab ''Ghāyah al-Marām wa Hujjat al-Khishām'' menyebutkan dalam sumber periwayatan Syiah terdapat 82 hadis yang mengandung muatan sebagaimana hadis Tsaqalain, diantaranya terdapat dalam kitab ''al-Kāfi, Kamāl al-Din, Amāli Shaduq, Amāli Mufid, Amāli Thusi, ‘Uyun Akhbar al-Ridha, al-Ghaibat Nu’māni, Bashāir al-Darajāt'' dan banyak lagi dari kitab yang lain. <ref>Bahrani, ''Ghāyat al-Marām wa Hujat al-Khishām'', jld. 2, hlm. 320-367. </ref> | Bahrani, penulis kitab ''Ghāyah al-Marām wa Hujjat al-Khishām'' menyebutkan dalam sumber periwayatan Syiah terdapat 82 hadis yang mengandung muatan sebagaimana hadis Tsaqalain, diantaranya terdapat dalam kitab ''al-Kāfi, Kamāl al-Din, Amāli Shaduq, Amāli Mufid, Amāli Thusi, ‘Uyun Akhbar al-Ridha, al-Ghaibat Nu’māni, Bashāir al-Darajāt'' dan banyak lagi dari kitab yang lain. <ref>Bahrani, ''Ghāyat al-Marām wa Hujat al-Khishām'', jld. 2, hlm. 320-367. </ref> | ||
Ulama-ulama Syiah yang secara khusus membahas hadis Tsaqalain dalam karyanya diantaranya terdapat dalam kitab-kitab berikut: | Ulama-ulama Syiah yang secara khusus membahas hadis Tsaqalain dalam karyanya diantaranya terdapat dalam kitab-kitab berikut: | ||
Baris 62: | Baris 58: | ||
===Waktu dan Tempat Keluarnya Hadis=== | ===Waktu dan Tempat Keluarnya Hadis=== | ||
Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah Saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, [[Ibnu Hajar Haitami]] <ref>Al-Haitami, ''al-Shawāiq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan [[Nabi Muhammad Saw]] sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di Thaif, namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut. | Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah Saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, [[Ibnu Hajar Haitami]] <ref>Al-Haitami, ''al-Shawāiq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan [[Nabi Muhammad Saw]] sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di Thaif, namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut. | ||
Baris 85: | Baris 80: | ||
==Sunnah atau Itrah?== | ==Sunnah atau Itrah?== | ||
Sebagian literatur Ahlusunnah menyebutkan “sunnati” sebagai pengganti “itrahti” dalam hadis Tsaqalain. <ref>Rujuk ke: Muttaqi Hindi, Kanz al-‘Ummāl, jld. 1, hlm. 187, hadis 948. </ref> Namun teks tersebut jarang ditemukan, bahkan tidak terdapat sama sekali dalam kitab-kitab muktabar Ahlusunnah. Para ulama Ahlusunnah sendiri tidak memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hadis yang memuat teks “sunnati” termasuk dari kalangan ahli kalam khususnya dalam pembahasan ikhtilaf antar mazhab. | Sebagian literatur Ahlusunnah menyebutkan “sunnati” sebagai pengganti “itrahti” dalam hadis Tsaqalain. <ref>Rujuk ke: Muttaqi Hindi, Kanz al-‘Ummāl, jld. 1, hlm. 187, hadis 948. </ref> Namun teks tersebut jarang ditemukan, bahkan tidak terdapat sama sekali dalam kitab-kitab muktabar Ahlusunnah. Para ulama Ahlusunnah sendiri tidak memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hadis yang memuat teks “sunnati” termasuk dari kalangan ahli kalam khususnya dalam pembahasan ikhtilaf antar mazhab. | ||
===Siapakah yang Dimaksud Itrah?=== | ===Siapakah yang Dimaksud Itrah?=== | ||
Dalam banyak periwayatan, kata ‘Ahlulbait’ mucul sebagai penjelas dari ‘Itrahti’, namun sebagian riwayat hanya menyebutkan ‘Itrat’<ref>Rujuk ke: Shaduq, ''‘Uyun Akhbār al-Ridhā'', jld. 2, hlm. 92, hadis 259; Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, jld. 3, hlm. 109. </ref> dan sebagian lainnya hanya menyebut ‘Ahlulbait’ <ref>Rujuk ke: Juwaini Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 268; Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 23, hlm. 131, hadis 64. </ref> yang kemudian terulang lagi ketika Nabi Saw menyampaikan pesannya. <ref>Rujuk ke: Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, jld. 4, hlm. 367; Darami, ''Sunan al-Darami'', hlm. 828; Naisyaburi, ''Shahih Muslim'', jld. 2, hlm. 1873, hadis 36; Jauni Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 250, 268. </ref> | Dalam banyak periwayatan, kata ‘Ahlulbait’ mucul sebagai penjelas dari ‘Itrahti’, namun sebagian riwayat hanya menyebutkan ‘Itrat’<ref>Rujuk ke: Shaduq, ''‘Uyun Akhbār al-Ridhā'', jld. 2, hlm. 92, hadis 259; Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, jld. 3, hlm. 109. </ref> dan sebagian lainnya hanya menyebut ‘Ahlulbait’ <ref>Rujuk ke: Juwaini Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 268; Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 23, hlm. 131, hadis 64. </ref> yang kemudian terulang lagi ketika Nabi Saw menyampaikan pesannya. <ref>Rujuk ke: Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, jld. 4, hlm. 367; Darami, ''Sunan al-Darami'', hlm. 828; Naisyaburi, ''Shahih Muslim'', jld. 2, hlm. 1873, hadis 36; Jauni Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 250, 268. </ref> | ||
Baris 95: | Baris 88: | ||
==Keutamaan Hadis== | ==Keutamaan Hadis== | ||
Para ulama Syiah meriwayatkan hadis ini dalam banyak kitab-kitab mereka. Yang dengan keberadaan hadis tersebut, mereka menggunakannya sebagai dalil yang menguatkan aqidah Syiah mereka. Mirhamad Husain Kunturi Hindi (w. 1306 H) dalam kitab ‘Abaqāt al-Anwar, jilid 1 sampai 3 menukilkan hadis ini dengan menyandarkan pada periwayatan Ahlusunnah, dan menyebutkan betapa penting dan tingginya posisi hadis ini di sisi mereka. Dalam pembahasan mengenai imamah, hadis ini ia dahulukan sebagai hujjah dibandingkan hadis yang lain. | Para ulama Syiah meriwayatkan hadis ini dalam banyak kitab-kitab mereka. Yang dengan keberadaan hadis tersebut, mereka menggunakannya sebagai dalil yang menguatkan aqidah Syiah mereka. Mirhamad Husain Kunturi Hindi (w. 1306 H) dalam kitab ‘Abaqāt al-Anwar, jilid 1 sampai 3 menukilkan hadis ini dengan menyandarkan pada periwayatan Ahlusunnah, dan menyebutkan betapa penting dan tingginya posisi hadis ini di sisi mereka. Dalam pembahasan mengenai imamah, hadis ini ia dahulukan sebagai hujjah dibandingkan hadis yang lain. | ||
Dari hadis ini, dapat diambil beberapa poin penting yang dapat menetapkan dan membuktikan kesahihan ajaran Syiah: | Dari hadis ini, dapat diambil beberapa poin penting yang dapat menetapkan dan membuktikan kesahihan ajaran Syiah: | ||
===Kewajiban Mengikuti Ahlulbait=== | ===Kewajiban Mengikuti Ahlulbait=== | ||
Dalam riwayat ini, Ahlulbait diposisikan berdampingan dengan Al-Quran. Sebagaimana kaum muslimin diwajibkan untuk menataati Al-Quran, maka menaati Ahlulbait juga wajib hukumnya. | Dalam riwayat ini, Ahlulbait diposisikan berdampingan dengan Al-Quran. Sebagaimana kaum muslimin diwajibkan untuk menataati Al-Quran, maka menaati Ahlulbait juga wajib hukumnya. | ||
===Kemaksuman Ahlulbait=== | ===Kemaksuman Ahlulbait=== | ||
Ada dua poin yang terdapat dalam hadis Tsaqalain yang menguatkan bukti kemaksuman Ahlulbait: | Ada dua poin yang terdapat dalam hadis Tsaqalain yang menguatkan bukti kemaksuman Ahlulbait: | ||
*Menegaskan jika Al-Quran dan Ahlulbait dijadikan pedoman dan petunjuk, maka tidak akan terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Hal ini menunjukkan dalam bimbingan dan ajaran Ahlulbait tidak terdapat kesalahan sedikitpun. | *Menegaskan jika Al-Quran dan Ahlulbait dijadikan pedoman dan petunjuk, maka tidak akan terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Hal ini menunjukkan dalam bimbingan dan ajaran Ahlulbait tidak terdapat kesalahan sedikitpun. | ||
Baris 112: | Baris 102: | ||
===Keharusan Adanya Imam=== | ===Keharusan Adanya Imam=== | ||
Pada matan hadis, juga terdapat poin penting yang menguatkan dalil akan keharusan adanya imam sampai akhir zaman. | Pada matan hadis, juga terdapat poin penting yang menguatkan dalil akan keharusan adanya imam sampai akhir zaman. | ||
Baris 124: | Baris 113: | ||
===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber=== | ===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber=== | ||
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Quran adalah rujukan utama aqidah dan ahkam amali semua kaum muslimin, sementara hadis ini menyebutkan bahwa Ahlulbait tidak akan pernah terpisah dengan Al-Quran, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ahlulbait adalah juga sumber rujukan keilmuan Islam yang tidak terdapat di dalamnya kesalahan. | Sebagaimana diketahui bahwa Al-Quran adalah rujukan utama aqidah dan ahkam amali semua kaum muslimin, sementara hadis ini menyebutkan bahwa Ahlulbait tidak akan pernah terpisah dengan Al-Quran, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ahlulbait adalah juga sumber rujukan keilmuan Islam yang tidak terdapat di dalamnya kesalahan. | ||
Sayid Abdul -Husain Syaraf al-Din dalam dialognya dengan Syaikh Salim Bisyri –sebagaimana dimuat dalam kitab al-Murāja’āt- menjelaskan dengan sangat baik mengenai kemarjaan ilmu para Aimmah As dan wajibnya untuk mengikuti petunjuk dan ajaran-ajaran mereka. <ref>Silahkan merujuk ke kitab ''al-Murājāt'' oleh Syaraf al-Din, hlm. 71-76. </ref> | Sayid Abdul -Husain Syaraf al-Din dalam dialognya dengan Syaikh Salim Bisyri –sebagaimana dimuat dalam kitab al-Murāja’āt- menjelaskan dengan sangat baik mengenai kemarjaan ilmu para Aimmah As dan wajibnya untuk mengikuti petunjuk dan ajaran-ajaran mereka. <ref>Silahkan merujuk ke kitab ''al-Murājāt'' oleh Syaraf al-Din, hlm. 71-76. </ref> | ||
==Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab== | ==Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab== | ||
Sebagaimana telah disebutkan bahwa hadis Tsaqalain adalah hadis mutawatir yang diakui kesahihannya oleh Syiah dan Sunni, maka sepatutnya keberadaan hadis ini menjadi penyebab dan pendorong upaya persatuan Islam dan upaya pendekatan antar mazhab. Sebagaimana misalnya, yang pernah diupayakan oleh [[Sayid Abdul Husain Syarafuddin]], salah seorang ulama Syiah dengan [[Syaikh Salim Bisyri]] dari ulama Ahlusunnah. Dialog keduanya yang penuh semangat ukhuwah dan persaudaraan Islami dapat dirujuk dalam kitab ''al-Murājā’at''. Atau sebagaimana upaya keras dan konsisten dari Ayatullah Burujerdi untuk menggalakkan aktivitas pendekatan antar mazhab yang tersinpirasi dari pesan hadis Tsaqalain ini. <ref>Rujuk ke: ''Wa’idzhazadeh Khurasani'', Hadits Tsaqalain, hlm. 39-40. </ref> | Sebagaimana telah disebutkan bahwa hadis Tsaqalain adalah hadis mutawatir yang diakui kesahihannya oleh Syiah dan Sunni, maka sepatutnya keberadaan hadis ini menjadi penyebab dan pendorong upaya persatuan Islam dan upaya pendekatan antar mazhab. Sebagaimana misalnya, yang pernah diupayakan oleh [[Sayid Abdul Husain Syarafuddin]], salah seorang ulama Syiah dengan [[Syaikh Salim Bisyri]] dari ulama Ahlusunnah. Dialog keduanya yang penuh semangat ukhuwah dan persaudaraan Islami dapat dirujuk dalam kitab ''al-Murājā’at''. Atau sebagaimana upaya keras dan konsisten dari Ayatullah Burujerdi untuk menggalakkan aktivitas pendekatan antar mazhab yang tersinpirasi dari pesan hadis Tsaqalain ini. <ref>Rujuk ke: ''Wa’idzhazadeh Khurasani'', Hadits Tsaqalain, hlm. 39-40. </ref> | ||
==Catatan Kaki== | ==Catatan Kaki== | ||
{{Catatan Kaki}} | |||
==Daftar Pustaka== | ==Daftar Pustaka== | ||
{{referensi}} | |||
*Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karam, ''Asad al-Ghābah fi Ma’rifah al-Shahābah'', Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H. | *Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karam, ''Asad al-Ghābah fi Ma’rifah al-Shahābah'', Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H. | ||
*Ahmad bin Hanbal, ''Musnad al-Imām Ahmad bin Hanbal'', Kairo, tanpa tahun. | *Ahmad bin Hanbal, ''Musnad al-Imām Ahmad bin Hanbal'', Kairo, tanpa tahun. |