Lompat ke isi

Ishmah: Perbedaan antara revisi

2.993 bita ditambahkan ,  28 September 2016
imported>Hindr
imported>Hindr
Baris 85: Baris 85:
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)


Ayat ini mengisyaratkan saat nabi Ibrahim As berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku maqom nubuwah atau kenabian dan termasuk Ulul Azmi, sampai pada maqom imamah. Argumentasi para teolog dan para mufasir Imamiah adalah sebagai berikut:
Ayat ini mengisyaratkan saat nabi Ibrahim As berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku maqom nubuwah atau kenabian dan termasuk Ulul Azmi, sampai pada maqom imamah. Argumentasi para teolog dan para mufasir [[Imamiyah|Imamiah]] adalah sebagai berikut:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
Baris 92: Baris 92:
:- Zalim dalam ayat ini, mencakup zalim terhadap diri sendiri, zalim kepada selainnya dan zalim dalam hak Allah. Demikian juga mencakup seseorang, yang melakukan kezaliman bahkan jika hal itu dilakukan dalam sekejap saja dari umurnya.
:- Zalim dalam ayat ini, mencakup zalim terhadap diri sendiri, zalim kepada selainnya dan zalim dalam hak Allah. Demikian juga mencakup seseorang, yang melakukan kezaliman bahkan jika hal itu dilakukan dalam sekejap saja dari umurnya.
Dengan demikian, orang yang tidak maksum akan melakukan kezaliman dan orang yang zalim tidak akan sampai pada maqom imamah. <ref>Syarif Murtadha, al-Syafi, jild. 3, hlm. 141. </ref>
Dengan demikian, orang yang tidak maksum akan melakukan kezaliman dan orang yang zalim tidak akan sampai pada maqom imamah. <ref>Syarif Murtadha, al-Syafi, jild. 3, hlm. 141. </ref>
*'''Ayat Ulil Amr'''
:Artikel Utama: [[Ayat Ulil Amri]]
Argumentasi untuk membuktikan kemaksuman dengan ayat ini dengan dua bentuk:
:'''Bentuk pertama''': Ketika Allah memerintahkan untuk mentaati seseorang dengan tanpa syarat apapun, maka orang tersebut adalah maksum yaitu terjaga dari dosa; karena jika orang tersebut tidak maksum dan kemudian memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan dosa, maka dia harus mentaatinya (karena ketaatannya adalah wajib) dan juga tidak mentaatinya (karena taat dan patuh terhadap makhluk selama hal itu menyebabkan kepatuhan kepada Tuhan, bukan sebaliknya). Dengan demikian, terjadilah pertentangan dua hal, kontradiksi, dan itu mustahil. <ref>Mudzaffar, jild. 2, hlm. 17. </ref>
:'''Bentuk kedua''': Dalam ayat ini, Ulil Amri dikembalikan ke Rasul; ketaatan terhadap keduanya dengan satu kata kerja Athi’u; ketaatan terhadap rasul sama sekali tidak ada syaratnya; dengan demikian ketaatan terhadap Ulil Amri juga dengan tanpa syarat adalah wajib. Hal ini tidak masalah ketika Ulil Amri adalah seorang yang maksum. <ref>Thabarsi, jild. 2, hlm. 64. </ref>
*'''Ayat Tathir'''
:Artikel Utama:[[Ayat Tathir]]
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sesuci-sucinya”. (QS. Al-Ahzab: 33)
Dalam sebagian referensi-referensi Syiah dan [[Ahlusunnah]] dikemukakan bahwa Rasulullah Saw dalam menjelaskan ayat ini berkata, “Aku dan Ahlulbaitku adalah suci”. <ref>''Dalail al-Nubuwwah'', jild. 1, hlm. 171; Imta’ al-Asma’, jild. 3, hlm. 208, fa Ana wa Ahlubaiti Muthahharun min al-Dzunub (Maka Saya dan Ahlulbait saya disucikan dari dosa-dosa). </ref>  Ali As juga membuktikan kesucian dari dosa Az-Zahra Sa dalam peristiwa Fadak dengan bersandar pada ayat ini. <ref>Kamil Bahai, Imad Thabari, hlm. 256. </ref>
Argumentasi dengan ayat ini memerlukan beberapa pendahuluan:
:'''Pendahuluan pertama''': Allah hanya menghendaki pensucian [[Ahlulbait As]].
:'''Pendahuluan kedua''': Irodah tasyri’i Allah tentang pensucian dan pembersihan para hamba tidak dikhususkan kepada seorangpun.
:'''Pendahuluan ketiga''': Ketika irodah tasyri’i tidak dikhususkan untuk seseorang, dengan demikian irodah takwini Allah menghendaki hamba-hamba-Nya ini suci.
:'''Pendahuluan keempat''': Irodah takwini Allah juga pasti terealisasi dan tidak akan melenceng.
:'''Pendahuluan kelima''': Kesucian yang dijelaskan dalam ayat ini sama sekali tidak ada syaratnya dan dalam bentuk mutlak dan menafikan segala bentuk kotoran dan ketidaksucian.
:'''Pendahuluan keenam''': Tidak ada satu kelompokpun dari kaum muslim yang mengklaimkan ishmah orang-orang yang dinisbatkan kepada Rasulullah kecuali kelompok [[Syiah]] saja, yang berkeyakinan akan kemaksuman [[Sayidah Zahra|Sayidah Zahra Sa]] dan para imam dua belas As. Dengan demikian, ayat ini membuktikan kemaksuman dan keterjagaan [[Imam-imam Syiah|para imam Syiah]] dari dosa dan kesalahan. <ref>Thabathabai, jild. 16, hlm. 310-312. </ref>


==Catatan Kaki==
==Catatan Kaki==
Pengguna anonim