Lompat ke isi

Ma'ad: Perbedaan antara revisi

4 bita ditambahkan ,  12 Desember 2017
imported>E.amini
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ismail Dg naba
Baris 53: Baris 53:
Menurut pandangan kelompok ini, pandangan mereka dapat dijelaskan melalui beberapa bentuk:
Menurut pandangan kelompok ini, pandangan mereka dapat dijelaskan melalui beberapa bentuk:
*Kembalinya ruh ke badan materi duniawi: Para teolog berdasarkan teks-teks al-Quran dan riwayat yang membahas mengenai hari kiamat, badan jasad duniawi atau badan lain yang sepertinya akan dibangkitkan bersama ruhnya. <ref>Hilli, Bab 11, hlm. 207; Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
*Kembalinya ruh ke badan materi duniawi: Para teolog berdasarkan teks-teks al-Quran dan riwayat yang membahas mengenai hari kiamat, badan jasad duniawi atau badan lain yang sepertinya akan dibangkitkan bersama ruhnya. <ref>Hilli, Bab 11, hlm. 207; Fahr al-Razi, jld. 2, hlm. 55. </ref>
*Kebersamaan ruh dan badan mitsali. Mulla Shadra menjelaskannya dengan dua hal: Dari satu sisi, bentuk lahir ayat-ayat al-Quran dengan gamblang menjelaskan tentang kembalinya badan manusia namun dari sisi lain karena adanya permasalahan-permasalahan dan keraguan-keraguan seperti syubhah akil dan ma'kul, maka menerima adanya ma'ad jasmani dengan tubuh fisikal dan material adalah tidak benar dan tidak masuk akal. Oleh itu, ia memaparkan pandangan ma'ad dengan badan imaginal (mitsali) dan menyatukan antara dua pandangan itu. Berdasarkan pandangan ini, setelah jiwa berpisah dari badan fisik, jiwa manusia akan memiliki kesesuaian dengan alam barzah dan kiamat serta dari semua sisi akan memiliki kemiripan dengan badan dunianya. Badan ini, seperti badan duniwi, namun bukan badan duniawi itu sendiri meskipun memiliki sifat-sifat materi yang sama, tapi bukan materi. <ref>Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9 hlm. 189-200. </ref>
*Kebersamaan ruh dan badan mitsali. [[Mulla Shadra]] menjelaskannya dengan dua hal: Dari satu sisi, bentuk lahir ayat-ayat al-Quran dengan gamblang menjelaskan tentang kembalinya badan manusia namun dari sisi lain karena adanya permasalahan-permasalahan dan keraguan-keraguan seperti syubhah akil dan ma'kul, maka menerima adanya ma'ad jasmani dengan tubuh fisikal dan material adalah tidak benar dan tidak masuk akal. Oleh itu, ia memaparkan pandangan ma'ad dengan badan imaginal (mitsali) dan menyatukan antara dua pandangan itu. Berdasarkan pandangan ini, setelah jiwa berpisah dari badan fisik, jiwa manusia akan memiliki kesesuaian dengan alam barzah dan kiamat serta dari semua sisi akan memiliki kemiripan dengan badan dunianya. Badan ini, seperti badan duniwi, namun bukan badan duniawi itu sendiri meskipun memiliki sifat-sifat materi yang sama, tapi bukan materi. <ref>Mulla Shadra, Asfar Arba'ah, jld. 9 hlm. 189-200. </ref>
*Pendapat kembalinya badan ke ruh mujarad: Sebagian pengikut Hikmah Muta'aliyah (Filsafat Hikmah) berkeyakinan, badan manusia pada hari kiamat tidak akan dikenali oleh jiwa, kebalikan pendapat Mulla Shadra, namun badan dunia setelah berpisah dengan jiwanya, masih bergerak menuju kesempurnaannya.  Geraan substansial (harakah jauhari) ini akan melanjutkan gerakan sedemikian sehingga memiliki kelayakan lagi untuk disatukan dengan jiwanya kelak di akherat. Oleh itu, pada ma'ad, bukan jiwa yang bergerak menuju badan dunianya, namun badan yang bergerak menuju jiwa dan gerakan ini adalah gerakan naik dan badan akan kembali kepada jiwa. <ref>Kadyur, jld. 2, hlm. 93. </ref>
*Pendapat kembalinya badan ke ruh mujarad: Sebagian pengikut Hikmah Muta'aliyah (Filsafat Hikmah) berkeyakinan, badan manusia pada hari kiamat tidak akan dikenali oleh jiwa, kebalikan pendapat Mulla Shadra, namun badan dunia setelah berpisah dengan jiwanya, masih bergerak menuju kesempurnaannya.  Geraan substansial (harakah jauhari) ini akan melanjutkan gerakan sedemikian sehingga memiliki kelayakan lagi untuk disatukan dengan jiwanya kelak di akherat. Oleh itu, pada ma'ad, bukan jiwa yang bergerak menuju badan dunianya, namun badan yang bergerak menuju jiwa dan gerakan ini adalah gerakan naik dan badan akan kembali kepada jiwa. <ref>Kadyur, jld. 2, hlm. 93. </ref>