Pengguna anonim
Abu Thalib bin Abdul Muththalib: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Esmail Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Maitsam Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
Abu Thalib di kalangan penduduk Mekah, dikenal sebagai seseorang yang bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan kepada para jamaah haji. Setelah ayahnya [[Abdul Muthalib]] wafat, maka hak pengasuhan kemenakannya Muhammad yang ditinggal mati oleh ayahnya sejak kecil, beralih ke tangannya. Dimasa penyebaran risalah, Abu Thalib diantara yang paling keras pembelaannya kepada Nabi dan paling besar dukungannya terhadap tersebarnya dakwah tauhid. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, “Semasa Abu Thalib masih hidup, tidak seorang pun dari [[Bani | Abu Thalib di kalangan penduduk Mekah, dikenal sebagai seseorang yang bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan kepada para jamaah haji. Setelah ayahnya [[Abdul Muthalib]] wafat, maka hak pengasuhan kemenakannya Muhammad yang ditinggal mati oleh ayahnya sejak kecil, beralih ke tangannya. Dimasa penyebaran risalah, Abu Thalib diantara yang paling keras pembelaannya kepada Nabi dan paling besar dukungannya terhadap tersebarnya dakwah tauhid. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, “Semasa Abu Thalib masih hidup, tidak seorang pun dari [[Bani Quraisy]] yang mengusikku.” Berdasarkan riwayat, ketika Abu Thalib wafat, Malaikat [[Jibril]] menyampaikan pesan kepada Nabi Muhammad Saw yang sedang larut dalam kesedihan, “Keluarlah dari kota Mekah, sebab tidak ada lagi penolongmu di kota ini.” | ||
Baris 14: | Baris 14: | ||
Abu Thalib adalah nama kunyahnya yang masyhur dan namanya yang populer adalah [[Abdu Manaf]]. <ref> | Abu Thalib adalah nama kunyahnya yang masyhur dan namanya yang populer adalah [[Abdu Manaf]]. <ref>Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 288. Tabaqāt Ibnu Sa’ad, jld. 1, hlm. 121. </ref>. [[Ibnu ‘Anbah]] berkata, “Riwayat yang menyebutkan bahwa namanya adalah Imran adalah tidwayat yang lemah/dhaif.” <ref> ‘Umdah al-Thālib, hlm. 20. </ref>. Abu Thalib lahir 35 tahun sebelum masa kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ayahnya adalah Abdul Muthalib, kakek Rasulullah Saw, yang sepanjang usianya dikenal mendakwahkan ajaran tauhid Ibrahim dikalangan kabilah-kabilah Arab. Ibu Abu Thalib bernama [[Fatimah binti ‘Amru bin ‘Aidz Makhzumi]]. <ref> Tārikh Thabari, jld. 2, hlm. 2. Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 111. </ref> | ||
Baris 28: | Baris 28: | ||
Abu Thalib memiliki dua peran sosial di tengah-tengah masyarakat Arab Mekah, yaitu sebagai pelayan para peziarah dan jamaah haji serta yang menyediakan bagi mereka air minum <ref> Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 13. </ref>. Pekerjaan sehari-harinya adalah seorang pedagang. Ia membeli minyak wangi dan gandum kemudian memperdagangkannya. <ref> Al Ma’ārif, hlm. 575. </ref> | Abu Thalib memiliki dua peran sosial di tengah-tengah masyarakat Arab Mekah, yaitu sebagai pelayan para peziarah dan jamaah haji serta yang menyediakan bagi mereka air minum <ref> Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 13. </ref>. Pekerjaan sehari-harinya adalah seorang pedagang. Ia membeli minyak wangi dan gandum kemudian memperdagangkannya. <ref> Al Ma’ārif, hlm. 575. </ref> | ||
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As sebagaimana yang dinukilkan oleh para sejarahwan mengenai Abu Thalib, “Meskipun ia dikenal miskin namun ia memiliki kemuliaan, kehormatan dan disegani. Ia tetap diakui sebagai bangsawan Qurays yang memiliki harga diri, martabat dan kebijaksanaan.” <ref> Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 14. Al Kani wa al Lālaqāb, jld. 1, hlm. 108, 109. </ref>. Mengenai keadilan dan kedermawanannya, disebutkan, “Di hari dimana ia membagikan makanan, maka tidak seorangpun dari Qurays yang tidak makan.” <ref> | Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As sebagaimana yang dinukilkan oleh para sejarahwan mengenai Abu Thalib, “Meskipun ia dikenal miskin namun ia memiliki kemuliaan, kehormatan dan disegani. Ia tetap diakui sebagai bangsawan Qurays yang memiliki harga diri, martabat dan kebijaksanaan.” <ref> Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 14. Al Kani wa al Lālaqāb, jld. 1, hlm. 108, 109. </ref>. Mengenai keadilan dan kedermawanannya, disebutkan, “Di hari dimana ia membagikan makanan, maka tidak seorangpun dari Qurays yang tidak makan.” <ref>Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 288. </ref>. Dia adalah yang pertama kali di masa Jahiliyah menggunakan sumpah dalam pemberian kesaksian yang kemudian dengan kedatangan Islam hal tersebut ditetapkan sebagai aturan dalam peradilan. <ref> Al-Nasai, Al-Sunan al-Kubra, jld. 8, hlm. 2-4. </ref>. Halabi mengatakan, “Mengikuti tradisi dan kebiasaan ayahnya, ia mengharamkan bagi dirinya sendiri untuk meminum khamar.” <ref> Sirah Halabi, jld. 1, hlm. 184. </ref>. | ||
Baris 37: | Baris 37: | ||
[[Ibnu | [[Ibnu Hisyam]] juga menulis, “Ia memiliki perhatian yang sangat khusus kepada Muhammad, bahkan mengistimewakannya dan lebih menyayanginya dari anak-anak kandungnya sendiri. Ia memberikan makanan terbaik kepada Muhammad dan ia menempatkan tempat tidurnya disisinya. Kemanapun ia pergi, ia selalu membawa dan menyertakan Muhammad.” <ref> Tabaqāt Ibnu Sa’ad, jld. 1, hlm. 119. </ref> Abu Thalib setiap ia sudah seharusnya memberikan makanan kepada anak-anaknya bagi diwaktu siang maupun malam, ia akan berkata kepada mereka, “Tunggulah, sampai anakku Muhammad, datang.” <ref> Manāqib, jld. 1, hlm. 37. </ref>. | ||
Baris 43: | Baris 43: | ||
Catatan-catatan sejarahwan mengenai Abu Thalib lebih banyak berkisar mengenai dukungan dan pembelaan yang diberikan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan ajaran Islam pasca diangkatnya menjadi Nabi. Buku-buku tarikh mengisahkan pengorbanan Abu Thalib yang sedemikian besar dalam membela Nabi Muhammad Saw yang tidak henti-hentinya mendapat gangguan dari kaum Qurays yang menolak dakwahnya. Betapa Abu Thalib yang sudah berusia sedemikian lanjut, yaitu 75 tahun ketika Muhammad diutus menjadi Nabi dan Rasul, menjadi pembela terdepan. Ia menyatakan secara terbuka dan terang-terangan dalam setiap pertemuan dengan para pembesar Qurays bahwa dirinya mendukung dan membela dakwah tauhid Rasulullah Saw. <ref> Sirah | Catatan-catatan sejarahwan mengenai Abu Thalib lebih banyak berkisar mengenai dukungan dan pembelaan yang diberikan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad Saw dalam menyebarkan ajaran Islam pasca diangkatnya menjadi Nabi. Buku-buku tarikh mengisahkan pengorbanan Abu Thalib yang sedemikian besar dalam membela Nabi Muhammad Saw yang tidak henti-hentinya mendapat gangguan dari kaum Qurays yang menolak dakwahnya. Betapa Abu Thalib yang sudah berusia sedemikian lanjut, yaitu 75 tahun ketika Muhammad diutus menjadi Nabi dan Rasul, menjadi pembela terdepan. Ia menyatakan secara terbuka dan terang-terangan dalam setiap pertemuan dengan para pembesar Qurays bahwa dirinya mendukung dan membela dakwah tauhid Rasulullah Saw. <ref> Sirah Ibnu Hisyām, jld. 1, hlm. 172, 173. </ref> Ia dengan tegas menolak memberikan Muhammad yang akan ditukarkan dengan ‘Amarah bin Walid, seorang anak muda Qurays yang gagah, tampan dan berfisik kuat, sebagaimana saran sejumlah pembesar Qurays. <ref> Sirah Ibn Hisyām, jld. 1, hlm. 173. Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 31. </ref>. Pembelaan atas Muhammad yang diberikan Abu Thalib dan istrinya tidak ubahnya dengan pembelaan kedua orang tua terhadap anak kandungnya sendiri. <ref> Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 14. </ref>. Nabi Muhammad Saw dihari kepergian Abu Thalib meninggalkan dunia, mengatakan, “Semasa Abu Thalib masih hidup, tidak seorangpun dari kaum Qurays yang berani mengusikku.” <ref> Tārikh Madinah Damsyik, jld. 66, hlm. 339. Al Bidāyah wa al Nihāyah, jld. 3. Hlm. 164. </ref>. Syaikh Mufid menukilkan riwayat disaat meninggalnya Abu Thalib, malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad Saw kemudian memesankan, “Keluarlah dari kota Mekah, sebab tidak ada lagi pembelamu di kota itu.” <ref> Imān Abi Thālib, hlm. 24. </ref>. | ||
Baris 61: | Baris 61: | ||
Berkenaan dengan hari dan bulan wafatnya Abu Thalib, terdapat pandangan yang beragam. Berdasarkan sebagian besar sumber rujukan dari kitab-kitab Syiah menyebutkan, Abu Thalib wafat pada tanggal 26 Rajab tahun kesepuluh Bi’tsat tiga hari setelah Siti Khadijah meninggal dunia dalam usia 85 tahun. <ref> Janāt al Khulud, hlm. 16. Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 35. </ref>. Sebagian lagi menyebutkan hari wafatnya adalah awal Dzulqa’dah atau pada pertengahan bulan Syawal. Wafatnya istri Nabi Saw, Siti Khadijah dan paman beliau Abu Thalib dalam waktu yang hampir bersamaan pada tahun yang sama membuat Nabi berduka dan menamakan tahun tersebut sebagai “Tahun Kesedihan”. <ref> Imtā’a al Ismā’a, jld. 1, hlm. 45. </ref>. Dikarenakan di hari kematian Abu Thalib, Nabi Saw sedemikian sedih dan berduka, ia memerintahkan kepada Imam Ali As untuk memandikan dan mengkafaninya dan meminta agar Abu Thalib di do’akan agar mendapatkan rahmat dan ampunan Ilahi. <ref> Bihār al Anwār, jld. 35, hlm. 163. Tadzkirah al | Berkenaan dengan hari dan bulan wafatnya Abu Thalib, terdapat pandangan yang beragam. Berdasarkan sebagian besar sumber rujukan dari kitab-kitab Syiah menyebutkan, Abu Thalib wafat pada tanggal 26 Rajab tahun kesepuluh Bi’tsat tiga hari setelah Siti Khadijah meninggal dunia dalam usia 85 tahun. <ref> Janāt al-Khulud, hlm. 16. Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 35. </ref>. Sebagian lagi menyebutkan hari wafatnya adalah awal Dzulqa’dah atau pada pertengahan bulan Syawal. Wafatnya istri Nabi Saw, Siti Khadijah dan paman beliau Abu Thalib dalam waktu yang hampir bersamaan pada tahun yang sama membuat Nabi berduka dan menamakan tahun tersebut sebagai “Tahun Kesedihan”. <ref> Imtā’a al-Ismā’a, jld. 1, hlm. 45. </ref>. Dikarenakan di hari kematian Abu Thalib, Nabi Saw sedemikian sedih dan berduka, ia memerintahkan kepada Imam Ali As untuk memandikan dan mengkafaninya dan meminta agar Abu Thalib di do’akan agar mendapatkan rahmat dan ampunan Ilahi. <ref> Bihār al Anwār, jld. 35, hlm. 163. Tadzkirah al-Khawwāsh, jld. 1, hlm. 145. </ref>. Ketika Nabi Saw tiba ditempat persinggahan terakhir Abu Thalib, ia berkata, “Sedemikian getolnya aku memintakan ampunan dan syafaat untukmu, jin dan manusiapun menjadi heran karenanya.” <ref> Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahj Balāghah, jld. 7, hlm. 29. </ref>. Jasad beliau dimakamkan dengan penuh hormat di Pekuburan Hujun, di sisi makam ayahnya, Abdul Muthalib. <ref>Ansāb al-Asyrāf, jld. 1, hlm. 29. </ref> | ||
=='''Catatan Kaki'''== | =='''Catatan Kaki'''== | ||
<references/> | <references/> |