Pengguna anonim
Abdul Mutthalib: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ismail Dg naba Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Ismail Dg naba Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11: | Baris 11: | ||
| Afiliasi agama = Penyembah Tuhan Yang Esa | | Afiliasi agama = Penyembah Tuhan Yang Esa | ||
| Garis keturunan = [[Quraisy]], Arab | | Garis keturunan = [[Quraisy]], Arab | ||
| Kerabat termasyhur = [[Abu Thalib]], Nabi saw, [[Abdullah]] | | Kerabat termasyhur = [[Abu Thalib]], Nabi saw, [[Abdullah bin Abdul Muththalib|Abdullah]] | ||
| Lahir = 127 sebelum Hijrah, [[Madinah]] Semenanjung Jazirah Arab | | Lahir = 127 sebelum Hijrah, [[Madinah]] Semenanjung Jazirah Arab | ||
| Tempat tinggal = Mekah | | Tempat tinggal = Mekah | ||
Baris 61: | Baris 61: | ||
Sehabis menyampaikan hal tersebut, ia kembali ke kota Mekah dan memerintahkan kepada penduduk kota Mekah untuk berlindung di balik bukit sembari membawa harta benda mereka untuk diselamatkan. <ref>Affarinasy wa Thārikh/terj, jld. 1, hlm. 532. </ref> Hari berikutnya, terjadilah peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika pasukan bergajah Abrahah hendak menghancurkan Kakbah, tiba-tiba berdatangan sekelompok burung dari langit yang menyerang pasukan tersebut sehingga pasukan tersebut kocar-kacir. Banyak dari pasukan bergajah tersebut yang tewas dan sebagian kecil dari mereka melarikan diri.<ref>Ibn Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld. 1, hlm. 47. </ref> | Sehabis menyampaikan hal tersebut, ia kembali ke kota Mekah dan memerintahkan kepada penduduk kota Mekah untuk berlindung di balik bukit sembari membawa harta benda mereka untuk diselamatkan. <ref>Affarinasy wa Thārikh/terj, jld. 1, hlm. 532. </ref> Hari berikutnya, terjadilah peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika pasukan bergajah Abrahah hendak menghancurkan Kakbah, tiba-tiba berdatangan sekelompok burung dari langit yang menyerang pasukan tersebut sehingga pasukan tersebut kocar-kacir. Banyak dari pasukan bergajah tersebut yang tewas dan sebagian kecil dari mereka melarikan diri.<ref>Ibn Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld. 1, hlm. 47. </ref> | ||
==Penggalian | ==Penggalian Sumur Zam-zam== | ||
Menurut catatan sejarah kota Mekah, sebelum Mekah dibawah dominasi Qushay bin Kilab (nenek moyang [[Rasulullah saw]]), kabilah Jurhum lebih dulu berkuasa di Mekah. Namun karena kabilah Jurhum bertindak sewenang-wenang dan menindas kabilah lain, maka terjadi perebutan kekuasaan yang diawali dengan perang antar kabilah yang berlarut-larut. Saat Umar bin Harits menjadi kepala kabilah, Jurhum mengalami kekalahan. Untuk menyelamatkan harta kabilah yang tersimpan di dalam [[Kakbah]], Umar bin Harits mengeluarkannya dan menjatuhkannya ke [[sumur Zam-zam]] kemudian menutupinya dengan tanah supaya tidak bisa ditemukan. Beberapa tahun setelahnya saat Mekah dibawah kekuasaan Abdul Muthalib, ia memerintahkan untuk menemukan kembali sumur Zam-zam dan melakukan penggalian atasnya. Beruntung, lokasi sumur Zam-zam bisa ditemukan dan pasca penggalian, Abdul Muthalib menemukan harta dan perhiasan yang tersembunyi didalamnya. Dengan harta tersebut, Abdul Muthalib mendanai renovasi Kakbah, termasuk renovasi sumur Zam-zam sehingga akhirnya bisa dimanfaatkan kembali oleh penduduk kota Mekah. <ref>Ibn Katsir al-Damsiqi, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 2, hlm. 244. </ref> | Menurut catatan sejarah kota Mekah, sebelum Mekah dibawah dominasi Qushay bin Kilab (nenek moyang [[Rasulullah saw]]), kabilah Jurhum lebih dulu berkuasa di Mekah. Namun karena kabilah Jurhum bertindak sewenang-wenang dan menindas kabilah lain, maka terjadi perebutan kekuasaan yang diawali dengan perang antar kabilah yang berlarut-larut. Saat Umar bin Harits menjadi kepala kabilah, Jurhum mengalami kekalahan. Untuk menyelamatkan harta kabilah yang tersimpan di dalam [[Kakbah]], Umar bin Harits mengeluarkannya dan menjatuhkannya ke [[sumur Zam-zam]] kemudian menutupinya dengan tanah supaya tidak bisa ditemukan. Beberapa tahun setelahnya saat Mekah dibawah kekuasaan Abdul Muthalib, ia memerintahkan untuk menemukan kembali sumur Zam-zam dan melakukan penggalian atasnya. Beruntung, lokasi sumur Zam-zam bisa ditemukan dan pasca penggalian, Abdul Muthalib menemukan harta dan perhiasan yang tersembunyi didalamnya. Dengan harta tersebut, Abdul Muthalib mendanai renovasi Kakbah, termasuk renovasi sumur Zam-zam sehingga akhirnya bisa dimanfaatkan kembali oleh penduduk kota Mekah. <ref>Ibn Katsir al-Damsiqi, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 2, hlm. 244. </ref> | ||
Baris 67: | Baris 67: | ||
Menurut sebagian perawi, pada peristiwa penggalian sumur Zam-zam, ia mendapat penentangan dan protes dari pembesar-pembesar Quraisy lainnya, untuk memuluskan langkahnya, Abdul Muthalib melakukan nazar (janji) kepada dirinya sendiri bahwa jika ia mempunyai 10 anak, maka ia akan mengurbankan salah satu dari kesepuluh anaknya tersebut di jalan Allah swt di sisi [[Kakbah]]. Proses penggalian sumur Zam-zampun mendapat kemudahan dari [[Allah swt]] dan akhirnya bisa kembali dimanfaatkan seperti semula. | Menurut sebagian perawi, pada peristiwa penggalian sumur Zam-zam, ia mendapat penentangan dan protes dari pembesar-pembesar Quraisy lainnya, untuk memuluskan langkahnya, Abdul Muthalib melakukan nazar (janji) kepada dirinya sendiri bahwa jika ia mempunyai 10 anak, maka ia akan mengurbankan salah satu dari kesepuluh anaknya tersebut di jalan Allah swt di sisi [[Kakbah]]. Proses penggalian sumur Zam-zampun mendapat kemudahan dari [[Allah swt]] dan akhirnya bisa kembali dimanfaatkan seperti semula. | ||
Beberapa tahun kemudian, Abdul Muthalib dikaruniai anak sampai sepuluh orang. Ia mengundi nama kesepuluh anaknya dan anak yang bernama Abdullah yang keluar namanya. namun keputusan terakhir adalah mengorbankan seratus onta untuk menggantikan posisi Abdullah. | Beberapa tahun kemudian, Abdul Muthalib dikaruniai anak sampai sepuluh orang. Ia mengundi nama kesepuluh anaknya dan anak yang bernama [[Abdullah bin Abdul Muththalib|Abdullah]] yang keluar namanya. namun keputusan terakhir adalah mengorbankan seratus onta untuk menggantikan posisi Abdullah. | ||
Ali Dawani dengan bersandar pada keyakinan bahwa Abdul Mutthalib adalah seorang yang ber[[tauhid]] dan bentuk nazar yang dilakukan oleh Abdul Mutthalib dengan mengorbankan anaknya adalah perbuatan penyembah berhala, menolak kesahihan riwayat tersebut dengan mengajukan beberapa alasan, diantaranya yaitu silsilah perawi pada riwayat berkenaan dengan peristiwa tersebut adalah orang-orang yang tidak bisa ditelusuri identitasnya dan menurutnya, peristiwa nazar Abdul Mutthalib merupakan cerita legenda buatan dinasti Bani Umayyah dan riwayat buatan ini baru muncul pada masa dinasti [[Bani Umayyah]], untuk menunjukkan Abdul Muthalib termasuk seorang yang musyrik, sehingga mereka bisa menjatuhkan posisi [[Imam Ali bin Abi Thalib as]] yang memiliki nasab dan silsilah yang terhormat.<ref>Dawani, Ali, ''Tarikh Isla az Agaz ta Hijrat'', hlm. 45. </ref> | Ali Dawani dengan bersandar pada keyakinan bahwa Abdul Mutthalib adalah seorang yang ber[[tauhid]] dan bentuk nazar yang dilakukan oleh Abdul Mutthalib dengan mengorbankan anaknya adalah perbuatan penyembah berhala, menolak kesahihan riwayat tersebut dengan mengajukan beberapa alasan, diantaranya yaitu silsilah perawi pada riwayat berkenaan dengan peristiwa tersebut adalah orang-orang yang tidak bisa ditelusuri identitasnya dan menurutnya, peristiwa nazar Abdul Mutthalib merupakan cerita legenda buatan dinasti Bani Umayyah dan riwayat buatan ini baru muncul pada masa dinasti [[Bani Umayyah]], untuk menunjukkan Abdul Muthalib termasuk seorang yang musyrik, sehingga mereka bisa menjatuhkan posisi [[Imam Ali bin Abi Thalib as]] yang memiliki nasab dan silsilah yang terhormat.<ref>Dawani, Ali, ''Tarikh Isla az Agaz ta Hijrat'', hlm. 45. </ref> | ||
Baris 81: | Baris 81: | ||
Ia menemukan harta yang terpendam (maksudnya adalah harta yang ditemukannya pada saat penggalian [[sumur Zam-zam]]) dan mengeluarkan khumusnya.<ref>Tarikh Tahqiqi Islam, jld. 1, hlm. 206. </ref> [[Allah swt]] berfirman mengenai hal tersebut, ''"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah…"'' <ref>Al- Anfal: 41. </ref> | Ia menemukan harta yang terpendam (maksudnya adalah harta yang ditemukannya pada saat penggalian [[sumur Zam-zam]]) dan mengeluarkan khumusnya.<ref>Tarikh Tahqiqi Islam, jld. 1, hlm. 206. </ref> [[Allah swt]] berfirman mengenai hal tersebut, ''"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah…"'' <ref>Al- Anfal: 41. </ref> | ||
Sewaktu sumur Zam-zam bisa kembali dimanfaatkan, Abdul Muthalib menyebutnya سقایة الحاج (tempat minum jamaah haji) yang diperuntukkan untuk menjamu jamaah haji. Mengenai pelayanan terhadap jamaah [[haji]] yang dilakukan Abdul Muthalib, [[Allah swt]] berfirman, ''"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus [[ | Sewaktu sumur Zam-zam bisa kembali dimanfaatkan, Abdul Muthalib menyebutnya سقایة الحاج (tempat minum jamaah haji) yang diperuntukkan untuk menjamu jamaah haji. Mengenai pelayanan terhadap jamaah [[haji]] yang dilakukan Abdul Muthalib, [[Allah swt]] berfirman, ''"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus [[Masjid al-Haram]] kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah?"'' <ref>At-Taubah, ayat 19. </ref> | ||
Abdul Muthalib menetapkan aturan diyah (denda) terhadap pembunuhan satu jiwa manusia sebanyak seratus ekor unta, dan hukum itu pula yang berlakukan oleh Allah swt dalam agama [[Islam]]. Ketika melakukan putaran saat tawaf di [[Kakbah]] yang dilakukan kaum Quraisy, sebelumnya tidak memiliki ketentuan jumlah, lalu oleh Abdul Muthalib ditetapkan ketentuan, saat [[tawaf]] yang dilakukan adalah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh putaran. Aturan tawaf tujuh kali putaran itu pula yang kemudian hari ditetapkan dalam aturan fiqh haji dalam Islam. <ref>Shaduq, ''Khashāl'', jld. 1, hlm. 455. </ref> | Abdul Muthalib menetapkan aturan diyah (denda) terhadap pembunuhan satu jiwa manusia sebanyak seratus ekor unta, dan hukum itu pula yang berlakukan oleh Allah swt dalam agama [[Islam]]. Ketika melakukan putaran saat tawaf di [[Kakbah]] yang dilakukan kaum Quraisy, sebelumnya tidak memiliki ketentuan jumlah, lalu oleh Abdul Muthalib ditetapkan ketentuan, saat [[tawaf]] yang dilakukan adalah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh putaran. Aturan tawaf tujuh kali putaran itu pula yang kemudian hari ditetapkan dalam aturan fiqh haji dalam Islam. <ref>Shaduq, ''Khashāl'', jld. 1, hlm. 455. </ref> | ||
Baris 94: | Baris 94: | ||
==Keturunannya== | ==Keturunannya== | ||
Diriwayatkan Abdul Mutthalib memiliki 10 orang putra yang bernama: Harits, Abdullah, Zubair, [[Abu Thalib]], [[Hamzah]], Maqum, [[Abbas bin Abdul Muthalib|Abbas]], Dharar, Qatsam, [[Abu Lahab]] (nama lainnya Abdul 'Azi) dan Ghaidaq.<ref>Affarinasy wa Tārikh/trej, jld. 2, hlm. 722. </ref> | Diriwayatkan Abdul Mutthalib memiliki 10 orang putra yang bernama: Harits, [[Abdullah bin Abdul Muththalib|Abdullah]], Zubair, [[Abu Thalib]], [[Hamzah]], Maqum, [[Abbas bin Abdul Muthalib|Abbas]], Dharar, Qatsam, [[Abu Lahab]] (nama lainnya Abdul 'Azi) dan Ghaidaq.<ref>Affarinasy wa Tārikh/trej, jld. 2, hlm. 722. </ref> | ||
Ia juga memiliki enam anak perempuan yang bernama: Atikah, Shafiyah, Amimah, Barah, Urwa dan Ummu Hakim.<ref>Affarinasy wa Tārikh/trej, jld. 2, hlm. 722. </ref> | Ia juga memiliki enam anak perempuan yang bernama: Atikah, Shafiyah, Amimah, Barah, Urwa dan Ummu Hakim.<ref>Affarinasy wa Tārikh/trej, jld. 2, hlm. 722. </ref> |