Pengguna anonim
Peristiwa Saqifah Bani Sa'idah: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Hindr |
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 95: | Baris 95: | ||
Pasca peristiwa Saqifah Ali as tidak berbaiat dengan Abu Bakar. Menurut keyakinan sebagian, Amirul Mukminin as tidak pernah berbaiat dengan Abu Bakar [46] dan sekelompok lain mengklaim bahwa Imam Ali as berbaiat dengan Abu Bakar setelah kesyahidan Sayidah Zahra sa. [47] Ali as di hari-hari pertama ketika para pembesar Saqifah mencoba memaksanya untuk berbaiat dengan Abu Bakar, beliau dalam ucapan-ucapannya berkata kepada mereka, "Aku pantas menjadi khilafah lebih daripada kalian, dan aku tidak akan pernah memberikan baiatku kepada kalian dan kalian lebih berhak untuk berbaiat denganku, kalian telah mengambil baiat dari golongan Anshar, dan kalian berdalil kepada mereka dengan kekerabatan dan kedekatan kalian dengan Rasulullah, dan kalian katakan kepada mereka: Karena kami dekat dengan Nabi dan kami dari kerabat beliau, kami lebih layak mendapatkan kekhalifahan daripada kalian, dan mereka juga berdasarkan hal ini, memberikan kepemimpinan dan Imamah kepada kalian. Aku juga berdalil dengan hak keistimewaan dan atribut yang sama yang telah kalian gunakan terhadap Anshar (yaitu kekerabatan dan kedekatan dengan Rasulullah) jadi jika kalian takut kepada Tuhan, sadarlah dan keluarlah kalian dengan berperasaan dan sebagaimana halnya Anshar telah menerima kalian maka kalian juga menerima kami, dan jika kalian tidak melakukannya, kalian telah bertindak kejam, menindas dan melakukan ketidakadilan. "<ref>Ibnu Abi al-Hadid, ''Syarh Nahjul Balaghah'', jld.6, hlm.11.</ref> | Pasca peristiwa Saqifah Ali as tidak berbaiat dengan Abu Bakar. Menurut keyakinan sebagian, Amirul Mukminin as tidak pernah berbaiat dengan Abu Bakar [46] dan sekelompok lain mengklaim bahwa Imam Ali as berbaiat dengan Abu Bakar setelah kesyahidan Sayidah Zahra sa. [47] Ali as di hari-hari pertama ketika para pembesar Saqifah mencoba memaksanya untuk berbaiat dengan Abu Bakar, beliau dalam ucapan-ucapannya berkata kepada mereka, "Aku pantas menjadi khilafah lebih daripada kalian, dan aku tidak akan pernah memberikan baiatku kepada kalian dan kalian lebih berhak untuk berbaiat denganku, kalian telah mengambil baiat dari golongan Anshar, dan kalian berdalil kepada mereka dengan kekerabatan dan kedekatan kalian dengan Rasulullah, dan kalian katakan kepada mereka: Karena kami dekat dengan Nabi dan kami dari kerabat beliau, kami lebih layak mendapatkan kekhalifahan daripada kalian, dan mereka juga berdasarkan hal ini, memberikan kepemimpinan dan Imamah kepada kalian. Aku juga berdalil dengan hak keistimewaan dan atribut yang sama yang telah kalian gunakan terhadap Anshar (yaitu kekerabatan dan kedekatan dengan Rasulullah) jadi jika kalian takut kepada Tuhan, sadarlah dan keluarlah kalian dengan berperasaan dan sebagaimana halnya Anshar telah menerima kalian maka kalian juga menerima kami, dan jika kalian tidak melakukannya, kalian telah bertindak kejam, menindas dan melakukan ketidakadilan. "<ref>Ibnu Abi al-Hadid, ''Syarh Nahjul Balaghah'', jld.6, hlm.11.</ref> | ||
Menurut keterangan beberapa sumber, Ali as pernah berdiskusi ramah dan sopan namun terperinci dan eksplisit dengan Abu | Menurut keterangan beberapa sumber, Ali as pernah berdiskusi ramah dan sopan namun terperinci dan eksplisit dengan Abu Bakar, di mana Abu Bakar di situ dihukumi atas pelanggarannya dalam peristiwa Saqifah karena tidak mengindahkan dan tidak prihatin atas hak keluarga Nabi, Abu Bakar dengan menerima argumen-argumen yang disampaikan Amirul Mukminin dan hatinya terunggah dan sampai batas akan berbaiat dengan Ali as sebagai penerus Nabi yang pada dia akhirnya ia menolak untuk melakukannya setelah berkonsultasi dan musyawarah dengan beberapa rekannya. <ref>Rujuk: Thabrasi, ''al-Ihtijaj'', jld.1, hlm.115-130.</ref> | ||
Ali as telah berkali-kali mengajukan protes dan keberatan-keberatannya atas apa yang terjadi pada kasus Saqifah dalam berbagai kesempatan dan senantiasa mengingatkan haknya akan suksesi Nabi Muhammad saw. Khotbah Syiqsyiqiyah adalah salah satu khotbahnya yang paling terkenal yang mana beliau di dalamnya mengisyaratkan khusus pada kejadian ini. Beliau pada awal khotbahnya berkata: "Aku bersumpah demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu | Ali as telah berkali-kali mengajukan protes dan keberatan-keberatannya atas apa yang terjadi pada kasus Saqifah dalam berbagai kesempatan dan senantiasa mengingatkan haknya akan suksesi Nabi Muhammad saw. Khotbah Syiqsyiqiyah adalah salah satu khotbahnya yang paling terkenal yang mana beliau di dalamnya mengisyaratkan khusus pada kejadian ini. Beliau pada awal khotbahnya berkata: "Aku bersumpah demi Allah, putra Abu Quhafah (Abu Bakar) telah menempatkan khalifah seperti sebuah kemeja. Meskipun dia tahu bahwa aku untuk kekhalifahan bagaikan sumbu pabrik, yang mana pengetahun dan keutamaan dariku bagaikan air bah yang mengalir dan burung-burung di udara pun tidak akan sampai pada posisi puncakku. "<ref>Ibnu Abi al-Hadid, ''Syarh Nahjul Balaghah'', jld.1, hlm.151.</ref> Berdasarkan sebagian sumber-sumber lainnya, pasca peristiwa Saqifah, Ali as di masa hidupnya Sayidah Zahra sa, malam-malam beliau menaikkan putri Nabi untuk duduk di atas sebuah tunggangan dan membawanya ke kompleks perumahan dan acara-acara Anshar dan beliau meminta bantuan dan mendengar jawaban: "Wahai putri Nabi, kami telah berbaiat dengan Abu Bakar, jika Ali datang terlebih dahulu, kami tidak akan meninggalkannya, Ali juga akan menjawabnya: Apakah Nabi tidak perlu dikuburkan sehingga aku harus berselisih konflik tentang kekhalifahan? <ref>Ibnu Qutaibah, ''al-Imāmah wa al-Siyāsah'', jld.1, hlm.29-30.</ref> <ref>Ibnu Abi al-Hadid, ''Syarh Nahjul Balaghah'', jld.6, hlm.13.</ref> | ||
==Reaksi Fatimah== | ==Reaksi Fatimah== | ||
Baris 105: | Baris 105: | ||
==Saqifah dari Sudut Pandang Orientalis== | ==Saqifah dari Sudut Pandang Orientalis== | ||
*Teori Henry Lamnes dan Teori Segitiga Kekuatan: Pada tahun 1910, seorang ahli teori asal Belgia Henry Lamens (1862-1937). Menerbitkan satu makalah berjudul "Segitiga kekuatan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah", dia dalam artikel ini mengklaim bahwa tujuan bersama dan kerja sama yang erat dari ketiganya yang dimulai sejak masa hidup Nabi Muhammad saw dan kekuatan ini diberikan kepada mereka supaya kekhalifahan Abu | *Teori Henry Lamnes dan Teori Segitiga Kekuatan: Pada tahun 1910, seorang ahli teori asal Belgia Henry Lamens (1862-1937). Menerbitkan satu makalah berjudul "Segitiga kekuatan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah", dia dalam artikel ini mengklaim bahwa tujuan bersama dan kerja sama yang erat dari ketiganya yang dimulai sejak masa hidup Nabi Muhammad saw dan kekuatan ini diberikan kepada mereka supaya kekhalifahan Abu Bakar dan Umar ditetapkan, dan jika Abu Ubaidah tidak meninggal pada masa periode Umar, dia pasti akan menjadi khalifah berikutnya setelah Umar. Meskipun Lamens tidak berbicara tentang sebuah konspirasi untuk mendapatkan kekhalifahan, namun dia dengan menjelaskan "segitiga kekuatan" ini secara tidak langsung dia telah mengisyaratkannya. | ||
Dia dalam suatu klaiman meyakini bahwa Aisyah dan Hafshah, anak perempuan Abu | Dia dalam suatu klaiman meyakini bahwa Aisyah dan Hafshah, anak perempuan Abu Bakar dan Umar, dan Istri- istri Nabi, telah memberi tahu ayah mereka tentang semua gerakan dan pemikiran rahasia suami mereka, dan kedua orang ini telah berhasil melakukan banyak pengaruh dalam pekerjaan dan tugas Nabi Islam saw dan dengan cara inilah mereka berusaha meraih kekuasaan. <ref> Lamnes, ''Mutsalast Qudrat Abu Bakar, Umar wa Abu Ubaideh, hlm.126, dinukil dari: Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> | ||
*Teori Caetani: Orientalis Italia, Leone Caetani dalam pembahasannya dalam pendahuluan buku sejarah Islam yang memuat tentang kedalaman perbedaan antara Abu Bakar dan Bani Hasyim, dia mengungkapkan kekejutannya atas klaim kekhalifahan Abu | *Teori Caetani: Orientalis Italia, Leone Caetani dalam pembahasannya dalam pendahuluan buku sejarah Islam yang memuat tentang kedalaman perbedaan antara Abu Bakar dan Bani Hasyim, dia mengungkapkan kekejutannya atas klaim kekhalifahan Abu Bakar dalam perkumpulan Anshar di Saqifah Bani Saidah, tepat beberapa saat setelah wafatnya Nabi saw. Caetani secara implisit menegaskan potensi keseriusan akan klaiman Ali as atas kekhalifahan, dengan menolak riwayat umum yang mengatakan bahwa Abu Bakar, di hadapan kelompok Anshar, dalam klaimannya untuk suksesi Nabi telah bertawasul pada prioritas hak-hak Quraisy sebagai kabilah dan suku Nabi, karena argumen semacam ini aakan memperkuat klaiman Ali as yang merupakan kerabat terdekat Nabi. Dalam pandangannya, jika Muhammad saw dapat memilih untuk sukses bagi dirinya, ada kemungkinan dia lebih memilih Abu Bakar daripada orang lain; namun dengan adanya ini semua, Caetani dalam salah satu jilid berikutnya buku sejarah Islam, teori "segitiga kekuatan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah" milik Lamnes, menyatakannya sebagai teori yang paling tepat tentang akar kekhalifahan. <ref> rujuk: Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.17-18.</ref> | ||
*Wilfred Madelung: Termasuk salah satu orientalis yang telah membahas tentang suksesi Nabi Muhammad saw dalam sebuah buku yang rinci. Dia kebalikan sebagian besar para sejarawan meyakini bahwa, dewan Saqifah pada awalnya tidak dibentuk untuk menentukan khalifah kaum muslimin; dikarenakan teori khilafah, sebagai penerus Nabi belum pernah terjadi dalam masyarakat Islam, jadi asumsi perkumpulan Ansar diadakan untuk menentukan sebuah kepemimpinan, sangat jauh dari pikiran.<ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> Madelung berkeyakinan: Ansar dengan asumsi bahwa dengan meninggalnya Nabi Muhammad saw maka baiat dengannya juga telah berakhir, dan ada kemungkinan masyarakat dan komunitas politik yang diciptakan Nabi akan runtuh maka dengan begitu Anshar mengadakan perkumpulan untuk memilih pemimpin dari Anshar yang bertugas untuk menjalankan urusan kota Madinah tanpa terlebih dahulu bermusyawarah dengan Muhajirin. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> Pandangan Anshar adalah bahwa kelompok Muhajirin tidak memiliki alasan yang tepat untuk tinggal di Madinah dan hendaknya mereka kembali ke kota Mekah, dan mereka yang berkendak tinggal ada kemungkinan akan menerima pemerintahan Anshar. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> | *Wilfred Madelung: Termasuk salah satu orientalis yang telah membahas tentang suksesi Nabi Muhammad saw dalam sebuah buku yang rinci. Dia kebalikan sebagian besar para sejarawan meyakini bahwa, dewan Saqifah pada awalnya tidak dibentuk untuk menentukan khalifah kaum muslimin; dikarenakan teori khilafah, sebagai penerus Nabi belum pernah terjadi dalam masyarakat Islam, jadi asumsi perkumpulan Ansar diadakan untuk menentukan sebuah kepemimpinan, sangat jauh dari pikiran.<ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> Madelung berkeyakinan: Ansar dengan asumsi bahwa dengan meninggalnya Nabi Muhammad saw maka baiat dengannya juga telah berakhir, dan ada kemungkinan masyarakat dan komunitas politik yang diciptakan Nabi akan runtuh maka dengan begitu Anshar mengadakan perkumpulan untuk memilih pemimpin dari Anshar yang bertugas untuk menjalankan urusan kota Madinah tanpa terlebih dahulu bermusyawarah dengan Muhajirin. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> Pandangan Anshar adalah bahwa kelompok Muhajirin tidak memiliki alasan yang tepat untuk tinggal di Madinah dan hendaknya mereka kembali ke kota Mekah, dan mereka yang berkendak tinggal ada kemungkinan akan menerima pemerintahan Anshar. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51.</ref> | ||
Dia menyampaikan asumsi serius ini bahwa hanya Abu | Dia menyampaikan asumsi serius ini bahwa hanya Abu Bakar dan Umar yang meyakini bahwa suksesi Nabi Muhammad saw saja lah yang mampu menguasai seluruh kaum Arab, dan kekhalifahan semacam ini hanya layak dan pantas dipegang oleh orang Quraisy. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.51-52.</ref> | ||
Madelung berkeyakinan bahwa Abu | Madelung berkeyakinan bahwa Abu Bakar sebelum Nabi saw wafat, bermaksud untuk mengambil gelar Khilafah dan untuk mencapai keinginan tersebut, dia bermaksud untuk menggulingkan lawan-lawan kuatnya. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.62.</ref> Di puncak penghalang ini terdapat Ahlulbait Nabi Muhammad saw yang di dalam Alquran telah diberikan kepada mereka jenjang yang lebih tinggi dari kaum muslimin lainnya. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.62.</ref> | ||
Prakarsa Anshar dalam mengadakan sebuah pertemuan di Saqifah, telah memberikan kesempatan yang baik bagi Abu | Prakarsa Anshar dalam mengadakan sebuah pertemuan di Saqifah, telah memberikan kesempatan yang baik bagi Abu Bakar untuk mencapai tujuannya, pertama-tama dia menyampaikan bahwa Umar dan Abu Ubaidah adalah calon-calon kandidat suksesi Nabi saw yang sejatinya mereka dalam hal ini tidak memiliki peluang untuk menang namun hal itu mereka sekenariokan dalam bentuk drama dan merupakan hal yang jelas bahwa proposal ini tidak serius dan diciptakan hanya untuk membuat sebuah kontroversi di tengah-tengah komunitas sehingga pada akhirnya cerita akan berakhir demi kemanfaatnya. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.62.</ref> | ||
Menurut keyakinan Madelung, argumen Ahlusunnah dan cendikiawan Barat yang mengatakan bahwa Ali as masih muda dan tidak berpengalaman dibandingkan dengan sahabat lainnya seperti Abu | Menurut keyakinan Madelung, argumen Ahlusunnah dan cendikiawan Barat yang mengatakan bahwa Ali as masih muda dan tidak berpengalaman dibandingkan dengan sahabat lainnya seperti Abu Bakar dan Umar sama sekali tidak serius dan betul-betul diluar kenyataan dan alasan-alasan lainnya yang datang dari sisi Abu Bakar akan menyebabkan nama Ali as sama sekali tidak disebut. <ref> Madelung, ''Janisyine Muhammad'', hlm.65.</ref> | ||
==Peristiwa Saqifah dari Perspektif Syiah== | ==Peristiwa Saqifah dari Perspektif Syiah== | ||
Baris 130: | Baris 130: | ||
==Saqifah dan Prinsip Ijmak== | ==Saqifah dan Prinsip Ijmak== | ||
Ijmak adalah salah satu sumber untuk menyimpulkan hukum-hukum, di kalangan Ahlusunah, ijmak juga dijadikan sandaran sebagai salah satu alasan legitimasi pemilihan Abu | Ijmak adalah salah satu sumber untuk menyimpulkan hukum-hukum, di kalangan Ahlusunah, ijmak juga dijadikan sandaran sebagai salah satu alasan legitimasi pemilihan Abu Bakar dalam peristiwa Saqifah.<ref> Husaini Khurasani, ''Bazkawi Dalil Ijma''', hlm.19-57.</ref> | ||
Menurut keyakinan sebagian para peneliti Syiah, Ahlusunah menggunakan dan bersandar pada konsep ijmak umat Islam untuk melegitimasi kekuasaan dan kekhalifahan Abu | Menurut keyakinan sebagian para peneliti Syiah, Ahlusunah menggunakan dan bersandar pada konsep ijmak umat Islam untuk melegitimasi kekuasaan dan kekhalifahan Abu Bakar. <ref> Husaini Khurasani, ''Bazkawi Dalil Ijma''', hlm.19-57.</ref> Mereka juga dalam kepemimpinan umum maupun kepemimpinan khusus, pembahasan Ijmak yang membuktikan integritas kesepakatan rakyat, diciptakan dengan tujuan berkonfrontasi dengan keyakinan Syiah dan negasi kebutuhan akan keberadaan Imam yang maksum. <ref> Husaini Khurasani, ''Bazkawi Dalil Ijma''', hlm.19-57.</ref> Menurut pandangan para peneliti ini, gagasan pemikiran tentang ijmak mencerminkan sebuah interasksi dalam peristiwa Saqifah dan kekhalifahan Abu Bakar serta pembenaran untuknya dan perluasannya ke semua disiplin lain seperti Imamah umum dan permasalahan fikih (cabang-cabang agama) yang kesemuanya ini adalah upaya untuk mempromosikan keyakinan ini. <ref> Husaini Khurasani, ''Bazkawi Dalil Ijma''', hlm.19-57.</ref> | ||
==Catatan Kaki== | ==Catatan Kaki== |