Lompat ke isi

Ismailiyah: Perbedaan antara revisi

280 bita ditambahkan ,  7 Agustus 2015
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Diding
(←Membuat halaman berisi ''''Ismailiyah''' (Bahasa Arab: '''اسماعلیة''') adalah nama sebuah kelompok dari kalangan Syiah yang meyakini bahwa setelah Imam Shadiq As keimamaha...')
 
imported>Diding
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Ismailiyah''' ([[Bahasa Arab]]: '''اسماعلیة''') adalah nama sebuah kelompok dari kalangan [[Syiah]] yang meyakini bahwa setelah [[Imam Shadiq As]] keimamahan beralih kepada [[Ismail]] putra Imam Shadiq As atau kepada cucunya, [[Muhammad bin Ismail]].  Kelompok Islmailiyah di berbagai tempat memiliki sebutan yang berbeda-beda, seperti Bathiniyah,<ref>Berdasarkan keyakinannya pada makna batin teks agama (Shabari, ''Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 103).</ref> Ta’limiyah,<ref>Karena Ismailiyah meyakini bahwa urusan agama harus diajarkan oleh seorang imam maksum dan para utusannya. ''Ibid''.</ref> Sab’iyah,<ref>Berdasarkan pada kenyataan sebagai salah satu yang paling utama di antara tujuh imam Syiah. ''Ibid''.</ref> Hasyisyiyah, Mulahadah dan Qaramithah.<ref>Karena sebagian mereka adalah pengikut Hamdan Qaramith. ''Ibid''.</ref><ref>Asy’ari, ''Al-Maqalat wa al-Firq'', hlm. 213.</ref> Kelompok Ismailiyah yang terkenal adalah Bathiniyah dan Ta’limiyah.<ref>Lihat: Syahrestani, ''Kitab al-Milal wa al-Nihal'', hlm.149.</ref>
'''Ismailiyah''' ([[Bahasa Arab]]: '''اسماعلیة''') adalah nama sebuah kelompok dari kalangan [[Syiah]] yang meyakini bahwa setelah [[Imam Shadiq As]] keimamahan beralih kepada [[Ismail]] putra Imam Shadiq As atau kepada cucunya, [[Muhammad bin Ismail]].  Kelompok Islmailiyah di berbagai tempat memiliki sebutan yang berbeda-beda, seperti Bathiniyah,<ref>Berdasarkan keyakinannya pada makna batin teks agama (Shabari, ''Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 103).</ref> Ta’limiyah,<ref>Karena Ismailiyah meyakini bahwa urusan agama harus diajarkan oleh seorang imam maksum dan para utusannya. ''Ibid''.</ref> Sab’iyah,<ref>Berdasarkan pada kenyataan sebagai salah satu yang paling utama di antara tujuh imam Syiah. ''Ibid''.</ref> Hasyisyiyah, Mulahadah dan Qaramithah.<ref>Karena sebagian mereka adalah pengikut Hamdan Qaramith. ''Ibid''.</ref><ref>Asy’ari, ''Al-Maqalat wa al-Firq'', hlm. 213.</ref> Kelompok Ismailiyah yang terkenal adalah Bathiniyah dan Ta’limiyah.<ref>Lihat: Syahrestani, ''Kitab al-Milal wa al-Nihal'', hlm.149.</ref>
[[Berkas:Shiite_Calligraphy_symbolising_Ali_as_Tiger_of_God.png‎|400 px|thumbnail|<center>Kaligrafi: Ali Singa Allah</center>]]




Dalam berbagai sumber Ismailiyah disebutkan bahwa Abul Khattab Muhammad bin Abi Zainab atau Muqlash bin Abil Khattab adalah orang yang mengakui keimamahan Ismail.<ref>Lihat: Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 47.</ref> Penjelasan terperinci tentang keyakinan Abul Khattab disebutkan dalam Ummul Kitab yang merupakan kitab tersembunyi para penganut Ismailiyah.<ref>Lihat: ''Ibid'', hlm 48.</ref>
Dalam berbagai sumber Ismailiyah disebutkan bahwa Abul Khattab Muhammad bin Abi Zainab atau Muqlash bin Abil Khattab adalah orang yang mengakui keimamahan Ismail.<ref>Lihat: Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 47.</ref> Penjelasan terperinci tentang keyakinan Abul Khattab disebutkan dalam Ummul Kitab yang merupakan kitab tersembunyi para penganut Ismailiyah.<ref>Lihat: ''Ibid'', hlm 48.</ref>


Menurut literatur yang tersebar, terdapat banyak orang yang meyakini bahwa yang menjadi imam setelah Imam Shadiq As adalah anak tertunya, yaitu Ismail. Namun ternyata Ismail meninggal dunia ketika Imam Shadiq As masih hidup. Kematian Ismail ini menimbulkan kekacauan dan perselisihan dalam penentuan imam setelah Imam Shadiq As. Sebagian orang meyakini bahwa tradisi peralihan imam tidak bisa berubah. Oleh karena itu, mereka mengatakan Ismail masih hidup dan suatu hari akan muncul sebagai Al-Qaim. Sebagian kelompok lain yang meyakini bahwa selain khusus terjadi pada kasus Imam Hasan as dan Imam Husain as, keimamahan tidak berpindah saudara, maka kelompok ini meyakini imamah berpindah dari Ismail bin Ja’far ke anaknya, Muhammad, dan bukan ke saudaranya, Musa bin Ja’far As. Sekelompok lagi mempercayai adanya bada’ dengan meyakini keimamahan Musa bin Ja’far as. Silsilah para Imam Syiah Itsna ‘Asyari (Syiah Dua Belas Imam) kemudian berlanjut dari jalur kelompok terakhir ini.<ref>Asy’ari, ''Al-Maqalat wa al-Firq'', hlm. 213-214.</ref> Pada saat ini para penganut Ismailiyah tersebar di lebih dari 25 negara di benua Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.  
 
Menurut literatur yang tersebar, terdapat banyak orang yang meyakini bahwa yang menjadi imam setelah Imam Shadiq As adalah anak tertunya, yaitu Ismail. Namun ternyata Ismail meninggal dunia ketika Imam Shadiq As masih hidup. Kematian Ismail ini menimbulkan kekacauan dan perselisihan dalam penentuan imam setelah Imam Shadiq As. Sebagian orang meyakini bahwa tradisi peralihan imam tidak bisa berubah. Oleh karena itu, mereka mengatakan Ismail masih hidup dan suatu hari akan muncul sebagai Al-Qaim. Sebagian kelompok lain yang meyakini bahwa selain khusus terjadi pada kasus Imam Hasan as dan Imam Husain as, keimamahan tidak berpindah saudara, maka kelompok ini meyakini imamah berpindah dari Ismail bin Ja’far ke anaknya, Muhammad, dan bukan ke saudaranya, Musa bin Ja’far As. Sekelompok lagi mempercayai adanya bada’ dengan meyakini keimamahan Musa bin Ja’far as. Silsilah para Imam Syiah Itsna ‘Asyari (Syiah Dua Belas Imam) kemudian berlanjut dari jalur kelompok terakhir ini.<ref>Asy’ari, ''Al-Maqalat wa al-Firq'', hlm. 213-214.</ref> Pada saat ini para penganut Ismailiyah tersebar di lebih dari 25 negara di benua Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.




==Cabang-Cabang Ismailiyah==
==Cabang-Cabang Ismailiyah==
Berdasarkan pembagian dalam kitab [[Athlas Syi’ah]],<ref>''Ibid'', hlm. 29.</ref> kelompok-kelompok Ismailiyah terbagi sebagai berikut:  
Berdasarkan pembagian dalam kitab [[Athlas Syi’ah]],<ref>''Ibid'', hlm. 29.</ref> kelompok-kelompok Ismailiyah terbagi sebagai berikut:
* '''Ismailiyah Khalishah'''; mereka meyakini bahwa keimamahan Ismail telah ditetapkan oleh ayahnya. Karena seorang imam tidak akan mengatakan sesuatupun selain kebenaran, maka tentunya Ismail pada hakikatnya belum meninggal dan ia adalah pengganti ayahnya.<ref>Sebagian meyakini Mubarak adalah gelar bagi Muhammad bin Ismail. Sebagian lagi menyebutkan sebagai gelar dari Ismail sendiri.</ref>
* '''Ismailiyah Khalishah'''; mereka meyakini bahwa keimamahan Ismail telah ditetapkan oleh ayahnya. Karena seorang imam tidak akan mengatakan sesuatupun selain kebenaran, maka tentunya Ismail pada hakikatnya belum meninggal dan ia adalah pengganti ayahnya.<ref>Sebagian meyakini Mubarak adalah gelar bagi Muhammad bin Ismail. Sebagian lagi menyebutkan sebagai gelar dari Ismail sendiri.</ref>


* '''Ismailiyah Mubarakiyah'''; mereka meyakini bahwa Imam Shadiq As menunjuk cucunya, Muhammad bin Ismail, sebagai imam setelah Ismail. Hali ini karena keimamahan tidak dapat berpindah dari seorang saudara (Ismail bin Ja’far) ke saudaranya yang lain (Musa bin Ja’far), dan perkara ini hanya khusus berlaku pada Imam Hasan As dan Imam Husain As. Nama kelompok Mubarakiyah ini diambil dari nama pendirinya, yaitu Mubarak.  
* '''Ismailiyah Mubarakiyah'''; mereka meyakini bahwa Imam Shadiq As menunjuk cucunya, Muhammad bin Ismail, sebagai imam setelah Ismail. Hali ini karena keimamahan tidak dapat berpindah dari seorang saudara (Ismail bin Ja’far) ke saudaranya yang lain (Musa bin Ja’far), dan perkara ini hanya khusus berlaku pada Imam Hasan As dan Imam Husain As. Nama kelompok Mubarakiyah ini diambil dari nama pendirinya, yaitu Mubarak.


* '''Qaramithah Bahrain'''; berbarengan dengan penyebaran dakwah Ismailiyah yang cepat, pada tahun 286 H terjadi pemisahan penting dalam kebangkitan Ismailiyah. Hamdan Qaramith menjadi pimpinan dakwah daerah di Irak dan wilayah sekitarnya sejak tahun 260 H dan melakukan surat menyurat secara teratur dengan para pimpinan Salamiyah. Ketika Ubaidillah, pimpinan Ismailiyah, meninggal pada tahun 286 H, Hamdan Qaramith mengklaim imamah atas dirinya dan kakek-kakeknya yang menjadi para pimpinan pusat sebelumnya. Hamdan memutus hubungan dengan Salamiyah dan pimpinan pusat. Ia pun meminta mereka untuk menghentikan kegiatan dakwah di wilayah pengaruhnya. Tak lama setelah itu, Hamdan pun lenyap. ‘Abdan (suami saudarinya) juga terbunuh dengan jebakan Zakrawiyah bin Mahdawiyah, seorang pendakwah di Irak yang pada awalnya setia kepada Ubaidillah dan keyakinannya. Pada tahun yang sama, Abu Said Janabi yang diutus ke Bahrain oleh Hamdan dan ‘Abdan, menjadikan Bahrain sebagai pusat Qaramithah dan pencegah dari penyebaran pengaruh politik Fathimiyah di wilayah timur hingga tahun 470 H. Sementara itu, pengikut Ubaidillah berpusat di Yaman. Namun, Ali bin Fadhl di Yaman bergabung dengan kubu Qaramithah dan mendeklarasikan dirinya sebagai Mahdi Mau’ud. Sedangkan Ibn Khusyab tetap setia kepada Ubaidilah sampai akhir hayatnya. Zakrawiyah yang pada awalnya setia pada Ubaidilah, kemudian bergabung dengan Qaramithah. Ia memimpin perlawanan-perlawanan kelompok Qaramithah di Syam dan Irak. Bahkan pada tahun 290 H ia menyerang basis Ubaidilah di Salamiyah. Kelompok Qaramithah tersebar di berbagai tempat seperti Jabal, Khurasan, Mawaranahr, Fars dan lain sebagainya.
* '''Qaramithah Bahrain'''; berbarengan dengan penyebaran dakwah Ismailiyah yang cepat, pada tahun 286 H terjadi pemisahan penting dalam kebangkitan Ismailiyah. Hamdan Qaramith menjadi pimpinan dakwah daerah di Irak dan wilayah sekitarnya sejak tahun 260 H dan melakukan surat menyurat secara teratur dengan para pimpinan Salamiyah. Ketika Ubaidillah, pimpinan Ismailiyah, meninggal pada tahun 286 H, Hamdan Qaramith mengklaim imamah atas dirinya dan kakek-kakeknya yang menjadi para pimpinan pusat sebelumnya. Hamdan memutus hubungan dengan Salamiyah dan pimpinan pusat. Ia pun meminta mereka untuk menghentikan kegiatan dakwah di wilayah pengaruhnya. Tak lama setelah itu, Hamdan pun lenyap. ‘Abdan (suami saudarinya) juga terbunuh dengan jebakan Zakrawiyah bin Mahdawiyah, seorang pendakwah di Irak yang pada awalnya setia kepada Ubaidillah dan keyakinannya. Pada tahun yang sama, Abu Said Janabi yang diutus ke Bahrain oleh Hamdan dan ‘Abdan, menjadikan Bahrain sebagai pusat Qaramithah dan pencegah dari penyebaran pengaruh politik Fathimiyah di wilayah timur hingga tahun 470 H. Sementara itu, pengikut Ubaidillah berpusat di Yaman. Namun, Ali bin Fadhl di Yaman bergabung dengan kubu Qaramithah dan mendeklarasikan dirinya sebagai Mahdi Mau’ud. Sedangkan Ibn Khusyab tetap setia kepada Ubaidilah sampai akhir hayatnya. Zakrawiyah yang pada awalnya setia pada Ubaidilah, kemudian bergabung dengan Qaramithah. Ia memimpin perlawanan-perlawanan kelompok Qaramithah di Syam dan Irak. Bahkan pada tahun 290 H ia menyerang basis Ubaidilah di Salamiyah. Kelompok Qaramithah tersebar di berbagai tempat seperti Jabal, Khurasan, Mawaranahr, Fars dan lain sebagainya.


* '''Fathimiyah Maroko dan Mesir''' (297-567 H); dibentuk pertama kali oleh Ubaidilah Mahdi di Ruqadah, kemudian di Qairawan dan beberapa lama kemudian dibentuk di Kairo. Dengan dimulainya kepemimpinan Ubaidilah Mahdi, masa ketersembunyian para imam dalam sejarah Ismailiyah pertama pun berakhir. Pemerintahan ini dihancurkan oleh Salahuddin al-Ayyubi.  
* '''Fathimiyah Maroko dan Mesir''' (297-567 H); dibentuk pertama kali oleh Ubaidilah Mahdi di Ruqadah, kemudian di Qairawan dan beberapa lama kemudian dibentuk di Kairo. Dengan dimulainya kepemimpinan Ubaidilah Mahdi, masa ketersembunyian para imam dalam sejarah Ismailiyah pertama pun berakhir. Pemerintahan ini dihancurkan oleh Salahuddin al-Ayyubi.


* '''Druze'''; aliran ini muncul pada tahun 408 H melalui para pendakwah di Kairo (masjid Raidan). Namun pendiri sebenarnya aliran ini adalah Hamzah bin Ali bin Ahmad Zuzani yang dikenal dengan Al-Bad. Mereka meyakini ketuhanan (hakim dengan perintah Allah) dan bahkan para khalifah Bani Fathimiyah sebelumnya mulai dari al-Qaim dan seterusnya meyakini hal yang sama. Aliran ini banyak berkembang dan tersebar di Wadi Taim yang terletak di wilayah Hasibiya, Baniyan bagian utara, Halab Barat, serta pegunungan Hirman dan Hauran yang saat ini terletak di Suriah dan Lebanon. Secara bertahap setelah tahun 435 H, dakwah kelompok Deruze dilakukan dalam bentuk masyarakat tertutup, dimana mereka tidak menerima anggota baru dan tidak pula mengizinkan pengikutnya murtad.  
* '''Druze'''; aliran ini muncul pada tahun 408 H melalui para pendakwah di Kairo (masjid Raidan). Namun pendiri sebenarnya aliran ini adalah Hamzah bin Ali bin Ahmad Zuzani yang dikenal dengan Al-Bad. Mereka meyakini ketuhanan (hakim dengan perintah Allah) dan bahkan para khalifah Bani Fathimiyah sebelumnya mulai dari al-Qaim dan seterusnya meyakini hal yang sama. Aliran ini banyak berkembang dan tersebar di Wadi Taim yang terletak di wilayah Hasibiya, Baniyan bagian utara, Halab Barat, serta pegunungan Hirman dan Hauran yang saat ini terletak di Suriah dan Lebanon. Secara bertahap setelah tahun 435 H, dakwah kelompok Deruze dilakukan dalam bentuk masyarakat tertutup, dimana mereka tidak menerima anggota baru dan tidak pula mengizinkan pengikutnya murtad.


* '''Nazariyah'''; dengan kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H, terjadi perpecahan di dalam Bani Fathimiyah. Mereka yang meyakini Nazar sebagai pemimpin–dengan memperhatikan dalil pergantian kepemimpinan Mustanshir kepada putranya, Nazar—dikenal sebagai kelompok Nazariyah.  
* '''Nazariyah'''; dengan kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H, terjadi perpecahan di dalam Bani Fathimiyah. Mereka yang meyakini Nazar sebagai pemimpin–dengan memperhatikan dalil pergantian kepemimpinan Mustanshir kepada putranya, Nazar—dikenal sebagai kelompok Nazariyah.


* '''Musta’lawiyah'''; setelah kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H, mereka yang meyakini kepemimpinan Musta’la dikenal sebagai kelompok Musta’lawiyah.  
* '''Musta’lawiyah'''; setelah kematian Mustanshir Fathimi pada tahun 487 H, mereka yang meyakini kepemimpinan Musta’la dikenal sebagai kelompok Musta’lawiyah.


* '''Hafiziyah''' ('''Majidiah'''); pada tahun 526 H, Abdul Majid yang bergelar Al-Hafiz, salah seorang keponakan Amir, menduduki kekuasaan dan para penguasa Bani Fathimiyah hingga tahun 567 H berasal dari keturunannya. Kepemimpinan keluarga ini mengalami banyak kemajuan di Mesir dan Suriah. Namun, di Yaman para penguasa terakhir Bani Fathimiyah yang secara resmi diakui hanyalah para penguasa ‘Adn dan beberapa orang dari penguasa Shan’a. Kelompok ini tidak ada lagi yang tersisa dalam Ismailiyah.
* '''Hafiziyah''' ('''Majidiah'''); pada tahun 526 H, Abdul Majid yang bergelar Al-Hafiz, salah seorang keponakan Amir, menduduki kekuasaan dan para penguasa Bani Fathimiyah hingga tahun 567 H berasal dari keturunannya. Kepemimpinan keluarga ini mengalami banyak kemajuan di Mesir dan Suriah. Namun, di Yaman para penguasa terakhir Bani Fathimiyah yang secara resmi diakui hanyalah para penguasa ‘Adn dan beberapa orang dari penguasa Shan’a. Kelompok ini tidak ada lagi yang tersisa dalam Ismailiyah.


* '''Thayyibiyah''' ('''Amiriyah'''); dengan kematian penguasa Bani Fathimiyah pada tahun 524 H, Amir (pengganti Musta’la), muncul banyak cabang dalam dakwah Ismailiyah. Amir memiliki putra berusia 8 bulan yang bernama Thayyib. Ia terpilih sebagai pengganti ayahnya. Namun alur kekuasaan berada dalam genggaman salah satu putra pamannya yang bernama Abul Majid dan bergelar Al-Hafiz. Mereka yang meyakini kepemimpinan Thayyib dikenal dengan sebutan Thayyibiyah. Dakwah kelompok Thayyibiyah pada awalnya diterima oleh sejumlah kecil dari kelompok Musta’lawiyah di Mesir dan Syam dan sejumlah besar dari pengikut Ismailiyah Yaman, dimana para pengikut Shalihiyah secara resmi mengakui kebenaran ajaran Thayyibiyah. Ibrahim Hamidi adalah pendiri ajaran Thayyibiyah . Ia aktif di Shan’a dan juga di perkumpulan para pembesar selain Ismailiyah hingga tahun 557 H. Secara bertahap kelompok ini pun lenyap dalam masa yang pendek di Mesir dan Suriah. Namun ajaran ini masih tetap ada di Yaman dan India hingga saat ini.  
* '''Thayyibiyah''' ('''Amiriyah'''); dengan kematian penguasa Bani Fathimiyah pada tahun 524 H, Amir (pengganti Musta’la), muncul banyak cabang dalam dakwah Ismailiyah. Amir memiliki putra berusia 8 bulan yang bernama Thayyib. Ia terpilih sebagai pengganti ayahnya. Namun alur kekuasaan berada dalam genggaman salah satu putra pamannya yang bernama Abul Majid dan bergelar Al-Hafiz. Mereka yang meyakini kepemimpinan Thayyib dikenal dengan sebutan Thayyibiyah. Dakwah kelompok Thayyibiyah pada awalnya diterima oleh sejumlah kecil dari kelompok Musta’lawiyah di Mesir dan Syam dan sejumlah besar dari pengikut Ismailiyah Yaman, dimana para pengikut Shalihiyah secara resmi mengakui kebenaran ajaran Thayyibiyah. Ibrahim Hamidi adalah pendiri ajaran Thayyibiyah . Ia aktif di Shan’a dan juga di perkumpulan para pembesar selain Ismailiyah hingga tahun 557 H. Secara bertahap kelompok ini pun lenyap dalam masa yang pendek di Mesir dan Suriah. Namun ajaran ini masih tetap ada di Yaman dan India hingga saat ini.


* '''Bahrahiyah'''; seiring waktu, para pendakwah Thayyibiyah berhasil mendapat pengikut yang banyak di India Barat. Mereka menamakan ajaranya di India dengan sebutan “Ajaran Petunjuk” dan juga memakai nama Bahrah yang berarti pedagang. Selama beberapa lama, pendakwah mutlak dari Yaman dianggap sebagai pemimpin dan rujukan para pengikut Thayyibiyah di India Barat. Ajaran Fathimiyah kemungkinan sebelumnya dibawa ke India oleh seorang pendakwah dari Yaman bernama Abdullah yang berada di Gujarat pada tahun 460 H. Pada tahun 999 H setelah kematian pendakwah mutlak, Dawud bin Ajabsyah, para pengikut Thayyibiyah terbagi menjadi dua bagian, kelompok Dawudiyah dan Sulaimaniyah.  
* '''Bahrahiyah'''; seiring waktu, para pendakwah Thayyibiyah berhasil mendapat pengikut yang banyak di India Barat. Mereka menamakan ajaranya di India dengan sebutan “Ajaran Petunjuk” dan juga memakai nama Bahrah yang berarti pedagang. Selama beberapa lama, pendakwah mutlak dari Yaman dianggap sebagai pemimpin dan rujukan para pengikut Thayyibiyah di India Barat. Ajaran Fathimiyah kemungkinan sebelumnya dibawa ke India oleh seorang pendakwah dari Yaman bernama Abdullah yang berada di Gujarat pada tahun 460 H. Pada tahun 999 H setelah kematian pendakwah mutlak, Dawud bin Ajabsyah, para pengikut Thayyibiyah terbagi menjadi dua bagian, kelompok Dawudiyah dan Sulaimaniyah.


* '''Dawudiyah'''; kelompok Thayyibiyah yang menerima kepemimpinan Dawud bin Burhanuddin dikenal sebagai kelompok Dawudiyah. Meskipun pemimpin mereka berada di Bombay, namun pusatnya terdapat di Surat. Saat kini lebih dari separuh pengikut kelompok Dawudiyah India tinggal di Gujarat dan sisanya tinggal di Bombay dan wilayah pusat India. Kelompok ini juga bisa ditemukan tersebar di Pakistan, Yaman dan di negara-negara Timur Jauh. Mereka termasuk kelompok pertama Asia yang melakukan hijrah ke Zanzibar dan pantai-pantai timur Afrika.
* '''Dawudiyah'''; kelompok Thayyibiyah yang menerima kepemimpinan Dawud bin Burhanuddin dikenal sebagai kelompok Dawudiyah. Meskipun pemimpin mereka berada di Bombay, namun pusatnya terdapat di Surat. Saat kini lebih dari separuh pengikut kelompok Dawudiyah India tinggal di Gujarat dan sisanya tinggal di Bombay dan wilayah pusat India. Kelompok ini juga bisa ditemukan tersebar di Pakistan, Yaman dan di negara-negara Timur Jauh. Mereka termasuk kelompok pertama Asia yang melakukan hijrah ke Zanzibar dan pantai-pantai timur Afrika.
Baris 39: Baris 41:




Kelompok Ismailiyah juga seperti Imamiyah meyakini khatamiyat pada kenabian. Namun mereka meyakini nabi ulul azmi berjumlah enam orang dan setiap nabi memiliki seorang washi (imam). Nabi-nabi nathiq atau ulul azmi menurut mereka adalah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw. Setiap nabi ulul azmi memiliki seorang washi. Para washi mereka secara tertib adalah Syits, Sam, Ismail, Harun atau Yusya’, Syam’un Shafa, Ali As. Kelompok Ismailiyah mengatakan bahwa alam imam terdapat tujuh tingkatan  dan tingkat ketujuh akan mencapai derajat nathiq. Imam ketujuh pada masa keenam<ref>Dalam keyakinan Ismailiyah awal.</ref> (masa nabi ulul azmi yang keenam, yaitu Nabi Muhammad Saw) adalah Muhammad bin Ismail yang gaib atau bersembunyi. Ketika kelak muncul, ia akan menjadi nathiq ketujuh, Mahdi atau Qaim. Hanya pada masanya saja dua tingkatan nathiq dan asas akan bersatu. Pada akhir zaman, ia akan menyingkap seluruh hakikat alam, menyebarkan keadilan dan alam materi akan berakhir setelah zamannya (kiamat).<ref>Lihat: ''Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 151-152.</ref>  
Kelompok Ismailiyah juga seperti Imamiyah meyakini khatamiyat pada kenabian. Namun mereka meyakini nabi ulul azmi berjumlah enam orang dan setiap nabi memiliki seorang washi (imam). Nabi-nabi nathiq atau ulul azmi menurut mereka adalah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw. Setiap nabi ulul azmi memiliki seorang washi. Para washi mereka secara tertib adalah Syits, Sam, Ismail, Harun atau Yusya’, Syam’un Shafa, Ali As. Kelompok Ismailiyah mengatakan bahwa alam imam terdapat tujuh tingkatan  dan tingkat ketujuh akan mencapai derajat nathiq. Imam ketujuh pada masa keenam<ref>Dalam keyakinan Ismailiyah awal.</ref> (masa nabi ulul azmi yang keenam, yaitu Nabi Muhammad Saw) adalah Muhammad bin Ismail yang gaib atau bersembunyi. Ketika kelak muncul, ia akan menjadi nathiq ketujuh, Mahdi atau Qaim. Hanya pada masanya saja dua tingkatan nathiq dan asas akan bersatu. Pada akhir zaman, ia akan menyingkap seluruh hakikat alam, menyebarkan keadilan dan alam materi akan berakhir setelah zamannya (kiamat).<ref>Lihat: ''Shabari, Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 151-152.</ref>




Baris 53: Baris 55:




===Para Ulama Ismailiyah===  
===Para Ulama Ismailiyah===
# Abu Hatim Razi
# Abu Hatim Razi
# Abu Abdullah Nasafi (Nakhasybi)
# Abu Abdullah Nasafi (Nakhasybi)
Baris 79: Baris 81:




Keimamah dari Abul Qosim Muhammad pindah kepada Abdul Majid al-Hafiz. Lalu dari Al-Hafiz pindah kepada dua orang, Yusuf dan Zhafir. Dari Yusuf beralih kepada Al-‘Adhid, lalu Dawud dan para imam lainnya dari kelompok Hafizhiyah.  
Keimamah dari Abul Qosim Muhammad pindah kepada Abdul Majid al-Hafiz. Lalu dari Al-Hafiz pindah kepada dua orang, Yusuf dan Zhafir. Dari Yusuf beralih kepada Al-‘Adhid, lalu Dawud dan para imam lainnya dari kelompok Hafizhiyah.
Sementara keimamahan dari Al-Zhafir diteruskan oleh Al-Faiz.<ref>Shabari, ''Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 123; Daftari, ''Tarikh va Aqaid-e Ismailiyah'', hlm. 628.</ref>
Sementara keimamahan dari Al-Zhafir diteruskan oleh Al-Faiz.<ref>Shabari, ''Tarikh-e Ferq-e Islami'', jld. 2, hlm. 123; Daftari, ''Tarikh va Aqaid-e Ismailiyah'', hlm. 628.</ref>




==Wilayah-Wilayah Ismailiyah==
==Wilayah-Wilayah Ismailiyah==
Pertama kali ajaran Ismailiyah muncul pada tahun 268 H di wilayah Yaman.<ref>Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 50</ref> Dalam waktu yang relatif singkat, Ismailiyah berhasil membentuk pemerintahan setelah terpisahnya dari induk Syiah. Ismailiyah berhasil membentuk Dinasti Fathimiyah di Mesir. Setelah terjadi perpecahan di dalam, kemudian berdiri pemerintahan Nazariyah di Al-Maut. Mereka melakukan perlawanan serius terhadap Bani Abasiyah dari timur sampai barat.<ref>''Site Andisheh Qom, Mazkaz-e Muthaliat va Pasukhguyi be Shubahat Hauzeh Ilmiyah Qom''.</ref>
Pertama kali ajaran Ismailiyah muncul pada tahun 268 H di wilayah Yaman.<ref>Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 50</ref> Dalam waktu yang relatif singkat, Ismailiyah berhasil membentuk pemerintahan setelah terpisahnya dari induk Syiah. Ismailiyah berhasil membentuk Dinasti Fathimiyah di Mesir. Setelah terjadi perpecahan di dalam, kemudian berdiri pemerintahan Nazariyah di Al-Maut. Mereka melakukan perlawanan serius terhadap Bani Abasiyah dari timur sampai barat.<ref>''Site Andisheh Qom, Mazkaz-e Muthaliat va Pasukhguyi be Shubahat Hauzeh Ilmiyah Qom''.</ref>
[[Berkas:Almaut.jpg ‎‎|400 px|thumbnail|<center>Wilayah Al-Maut</center>]]




Baris 90: Baris 94:




Pada era sekarang, Ismailiyah terbagi pada dua kelompok, yaitu Aghakhaniyah dan Bahrahiyah. Dua kelompok ini adalah yang tersisa dari kelompok Nazariyah dan Musta’lawiyah.  
Pada era sekarang, Ismailiyah terbagi pada dua kelompok, yaitu Aghakhaniyah dan Bahrahiyah. Dua kelompok ini adalah yang tersisa dari kelompok Nazariyah dan Musta’lawiyah.
 
 
Kelompok Aghakhaniyah memililki jumlah sekitar satu juta orang yang tersebar di wilayah Iran, Asia Tengah, Afrika dan India. Pimpinan mereka adalah Aghakhan. Sedangkan kelompok Bahrahiyah yang berjumlah kurang lebih lima ribu orang tersebar di Jazirah Arab, Pesisir Selat Persia dan Suriah.<ref>Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 53.</ref>




Kelompok Aghakhaniyah memililki jumlah sekitar satu juta orang yang tersebar di wilayah Iran, Asia Tengah, Afrika dan India. Pimpinan mereka adalah Aghakhan. Sedangkan kelompok Bahrahiyah yang berjumlah kurang lebih lima ribu orang tersebar di Jazirah Arab, Pesisir Selat Persia dan Suriah.<ref>Masykur, ''Farhang-e Ferq-e Islami'', hlm. 53.</ref>  
[[Berkas:Al_qadamus.jpg‎‎|400 px|thumbnail|<center>Wilayah Al-Qadmus</center>]]




Pengguna anonim