Lompat ke isi

Imam Muhammad al-Jawad as: Perbedaan antara revisi

imported>Hinduwan
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Hinduwan
Baris 61: Baris 61:
Menurut penuturan para sejarawan, Imam Jawad as lahir di kota [[Madinah]], pada tahun 195 H/811.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 273; Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91</ref> Namun terdapat perbedaan terkait hari dan bulan kelahirannya.<ref>Lihat: Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91; Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Āl Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref> Kebanyakan referensi meyakini hari kelahiran Imam terjadi pada [[bulan Ramadhan]].<ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 273; Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91</ref> Sebagian referensi tersebut menyebut [[15 Ramadhan]]<ref>sebagain contoh, silakan lihat: Asy'ari, ''al-Maqālāt wa al-Firaq'', hlm. 99</ref> dan sebagian lagi menyebut [[19 Ramadhan]].<ref>Arbili, ''Kasyf al-Gummah'', jld. 2, hlm. 867; Masudi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm. 216; Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Āl Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref><ref>Ibnu Fattal, ''Raudhah al-Wā'izhin'', jld. 1, hlm.243</ref> [[Syekh Thusi]] dalam kitab ''[[Mishbah al-Mutahajjid]]'' menyebut [[10 Rajab]] sebagai tanggal lahirnya.<ref>Thusi, ''Misbah al-Mutahajjid'', hlm. 805</ref>
Menurut penuturan para sejarawan, Imam Jawad as lahir di kota [[Madinah]], pada tahun 195 H/811.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 273; Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91</ref> Namun terdapat perbedaan terkait hari dan bulan kelahirannya.<ref>Lihat: Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91; Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Āl Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref> Kebanyakan referensi meyakini hari kelahiran Imam terjadi pada [[bulan Ramadhan]].<ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 2, hlm. 273; Thabrisi, ''I'lām al-Wara'', jld. 2, hlm. 91</ref> Sebagian referensi tersebut menyebut [[15 Ramadhan]]<ref>sebagain contoh, silakan lihat: Asy'ari, ''al-Maqālāt wa al-Firaq'', hlm. 99</ref> dan sebagian lagi menyebut [[19 Ramadhan]].<ref>Arbili, ''Kasyf al-Gummah'', jld. 2, hlm. 867; Masudi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm. 216; Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Āl Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 379</ref><ref>Ibnu Fattal, ''Raudhah al-Wā'izhin'', jld. 1, hlm.243</ref> [[Syekh Thusi]] dalam kitab ''[[Mishbah al-Mutahajjid]]'' menyebut [[10 Rajab]] sebagai tanggal lahirnya.<ref>Thusi, ''Misbah al-Mutahajjid'', hlm. 805</ref>


Dari beberapa riwayat dapat dipahami bahwa sebelum kelahiran Jawad al-Aimmah sebagian kelompok Waqifi mengatakan, bagaimana [[Ali bin Musa as]] bisa menjadi seorang imam padahal ia tidak memiliki keturunan.<ref>Kulaini, ''al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 320</ref> Dari sini tatkala Jawad al-Aimmah terlahir ke dunia, Imam Ridha as menyifati kelahirannya dengan kelahiran yang penuh berakah.<ref>Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 50, hlm. 20, 23, 35</ref>. Dengan semua itu bahkan setelah kelahirannya, sebagian kelompok Waqifi tetap mengingkari penisbatan dia kepada Imam Ridha as. Mereka mengatakan, 'Jawad al-Aimmah tidak memiliki kemiripan wajah dengan ayahnya', hingga didatangkan para ahli dan mereka menyatakan bahwa Imam Jawad as putra Imam Ridha as.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.323 </ref>{{enote|Meskipun perkataan ahli tersebut dalam syariat tidak dianggap dalil yang muktabar, namun karena orang-orang tersebut mempercayainya, maka itu membuat mereka yakin}}
Dari beberapa riwayat dapat dipahami bahwa sebelum kelahiran [[Jawad al-Aimmah]] sebagian kelompok Waqifi mengatakan, bagaimana [[Ali bin Musa as]] bisa menjadi seorang imam padahal ia tidak memiliki keturunan.<ref>Kulaini, ''al-Kāfi'', jld. 1, hlm. 320</ref> Oleh karena itu, tatkala Jawad al-Aimmah terlahir ke dunia, Imam Ridha as menyifati kelahirannya dengan kelahiran yang penuh berkah.<ref>Majlisi, ''Bihār al-Anwār'', jld. 50, hlm. 20, 23, 35</ref>. Dengan semua itu bahkan setelah kelahirannya, sebagian kelompok Waqifi tetap mengingkari penisbatan dia kepada Imam Ridha as. Mereka mengatakan, 'Jawad al-Aimmah tidak memiliki kemiripan wajah dengan ayahnya', hingga didatangkan para ahli dan mereka menyatakan bahwa Imam Jawad as putra Imam Ridha as.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 1, hlm.323 </ref>{{enote|Meskipun perkataan ahli tersebut dalam syariat tidak dianggap dalil yang mu'tabar, namun karena orang-orang tersebut mempercayainya, maka itu membuat mereka yakin}}


Mengenai kehidupan Imam Jawad as tidak banyak informasi yang dimuat dalam sumber-sumber historis. Hal itu dikarenakan keterbatasan-keterbatasan politik dari pihak pemerintahan Abbasiyah, [[taqiyah]] dan usianya yang pendek.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm.476-477</ref>Ia hidup di Madinah. Menurut laporan Ibnu Baihaqi, ia melakukan safar sekali ke Khurasan untuk bertemu dengan sang ayah.<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Dan setelah menjadi imam pun, ia beberapa kali didatangkan ke Baghdad oleh para penguasa Abbasiyah.
Mengenai kehidupan Imam Jawad as tidak banyak informasi yang dimuat dalam sumber-sumber historis. Hal itu dikarenakan keterbatasan-keterbatasan politik dari pihak pemerintahan Abbasiyah, [[taqiyah]] dan usianya yang pendek.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm.476-477</ref>Ia hidup di Madinah. Menurut laporan Ibnu Baihaqi, ia melakukan safar sekali ke Khurasan untuk bertemu dengan sang ayah.<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Dan setelah menjadi imam pun, ia beberapa kali didatangkan ke Baghdad oleh para penguasa Abbasiyah.


===Pernikahan===
===Pernikahan===
Makmun Abbasi pada tahun 202 H/817 M<ref>Thabari, ''Tarikh al-Umam wa al-Muluk'', jld. 8, hlm. 566</ref> atau 215 H/830 M<ref>Mas'udi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm.223</ref>  mengawinkan putrinya, Ummul Fadhl dengan Imam Jawad as. Sebagian mengatakan bahwa ada kemungkinan pada pertemuan Imam Jawad dengan sang ayah di [[Thus]],<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Makmun mengakadkan Ummul Fadhl dengannya.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref>. Menurut pernyataan Ibnu Katsir (701-774 H), khutbah akad Imam Jawad as dengan putri Makmun dibacakan di masa hidupnya Imam Ridha as, namun resepsi pernikahannya dilangsungkan pada tahun 215 H/830 M di Tikrit.<ref> Ibn Katsir, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 10, hlm. 295</ref>  
Ma'mun Abbasi pada tahun 202 H/817 M<ref>Thabari, ''Tarikh al-Umam wa al-Muluk'', jld. 8, hlm. 566</ref> atau 215 H/830 M<ref>Mas'udi, ''Itsbāt al-Washiyah'', hlm.223</ref>  mengawinkan putrinya, [[Ummul Fadhl]] dengan Imam Jawad as. Sebagian mengatakan bahwa ada kemungkinan pada pertemuan Imam Jawad dengan sang ayah di [[Thus]],<ref>Baihaqi, ''Tarikh Baihaqi'', hlm. 46</ref> Ma'mun mengakadkan Ummul Fadhl dengannya.<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref>. Menurut pernyataan Ibnu Katsir (701-774 H), khutbah akad Imam Jawad as dengan putri Makmun dibacakan di masa hidupnya Imam Ridha as, namun resepsi pernikahannya dilangsungkan pada tahun 215 H/830 M di Tikrit.<ref> Ibn Katsir, ''al-Bidāyah wa al-Nihāyah'', jld. 10, hlm. 295</ref>  


Menurut catatan sumber-sumber sejarah, pernikahan Imam Jawad as dengan Ummul Fadhl dilangsungkan atas permintaan Makmun.<ref>Sebagi contoh lihatlah: Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Tujuan Makmun adalah hendak menjadi kakek dari seorang anak dari keturunan [[Nabi saw]] dan [[Imam Ali as]].<ref>Ya'qubi, ''Tarikh Ya'qubi'', jld. 2, hlm. 455</ref> Menurut Syekh Mufid dalam kitab ''[[al-Irsyad]]'', Makmun mengawinkan Ummul Fadhl dengan Muhammad bin Ali dikarenakan kepribadian ilmiahnya dan kecintaan kepadanya,<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281-282</ref> namun beberapa peneliti meyakini bahwa [[perkawinan]] ini berlangsung dengan motivasi dan kepentingan-kepentingan politik, diantaranya Makmun dengan cara ini ingin mengontrol Imam Jawad as dan juga mengontrol hubungannya dengan para Syiahnya<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref> atau hendak menampakkan kecenderungannya kepada kelompok Alawi (Syiah) dan mencegah mereka melakukan pemberontak kepada Makmun.<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 558</ref> Pernikahan ini menuai protes dari sebagian pendukung Makmun, sebab mereka khawatir tampuk kekhalifahan akan berpindah dari kelompok Abbasi ke kelompok Alawi.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281; Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380-381</ref> Imam Jawad as menentukan mahar Ummul Fadhl setara dengan maharnya [[Sayidah Fatimah sa]], yakni 500 Dirham.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 285</ref> Imam tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl<ref> Ibnu Syahr Asyub, jld. 4, hlm. 380.</ref>
Menurut catatan sumber-sumber sejarah, pernikahan Imam Jawad as dengan Ummul Fadhl dilangsungkan atas permintaan Makmun.<ref>Sebagi contoh lihatlah: Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281</ref> Tujuan Makmun adalah hendak menjadi kakek dari seorang anak dari keturunan [[Nabi saw]] dan [[Imam Ali as]].<ref>Ya'qubi, ''Tarikh Ya'qubi'', jld. 2, hlm. 455</ref> Menurut Syekh Mufid dalam kitab ''[[al-Irsyad]]'', Makmun mengawinkan Ummul Fadhl dengan Muhammad bin Ali dikarenakan kepribadian ilmiahnya dan kecintaan kepadanya,<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281-282</ref> namun beberapa peneliti meyakini bahwa [[perkawinan]] ini berlangsung dengan motivasi dan kepentingan-kepentingan politik, diantaranya Makmun dengan cara ini ingin mengontrol Imam Jawad as dan juga mengontrol hubungannya dengan para Syiahnya<ref>Jakfariyan, ''Hayat Fikri wa Siyasi Imamani Syiah'', hlm. 478</ref> atau hendak menampakkan kecenderungannya kepada kelompok Alawi (Syiah) dan mencegah mereka melakukan pemberontak kepada Makmun.<ref>Pisywai, ''Sire-e Pisywayan'', hlm. 558</ref> Pernikahan ini menuai protes dari sebagian pendukung Makmun, sebab mereka khawatir tampuk kekhalifahan akan berpindah dari kelompok Abbasi ke kelompok Alawi.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 281; Ibnu Syahrasyub, ''Manaqib Al Abi Thalib'', jld. 4, hlm. 380-381</ref> Imam Jawad as menentukan mahar Ummul Fadhl setara dengan maharnya [[Sayidah Fatimah sa]], yakni 500 Dirham.<ref>Mufid, ''al-Irsyad'', jld. 2, hlm. 285</ref> Imam tidak memiliki keturunan dari Ummul Fadhl<ref> Ibnu Syahr Asyub, jld. 4, hlm. 380.</ref>
Pengguna anonim