Ghirah

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa Kategori
tanpa alih
Dari wikishia

Ghirah (bahasa Arab: الغيرة) adalah salah satu kebajikan akhlak yang membuat seseorang akan menjaga kehormatan, keluarga, agama, keyakinan, harta dan tanah air. Menurut tinjauan riwayat, memiliki ghirah adalah salah satu sifat Allah swt. Mullah Ahmad Naraqi dalam kitab Mi'raj al-Sa'adah berkata, "Seorang mukmin tidak boleh abai dengan keadaan keluarganya. Ia harus memerintahkan agar menjauhi pekerjaan yang berakibat pada keburukan." Ia juga mengatakan menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar serta membenci bid'ah dalam agama adalah perwujudan dari ghirah.

Dalam riwayat Syiah, kemuliaan dan kesucian, menjaga keluarga dan mencegah diri dari keburukan adalah fahilah dari ghirah. Sementara bercampur baur dengan non mahram, mendengarkan musik yang haram, memandang yang bukan mahram, minum-minuman keras adalah diantara bentuk perilaku yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan ghirah.

Sesuai dengan riwayat dari Imam Ali as, berlebihan dalam ghirah ini dapat menyebabkan hal sebaliknya dan mengundang datangnya keburukan.

Pengenalan Konsep

Dalam budaya Islam, ghirah dianggap sebagai kebajikan moral [1] yang akan menggerakkan seseorang untuk mempertahankan reputasi, menjaga kehormatan keluarga, agama, harta benda dan tanah air.[2]

Kata ghirah di dalam Alquran tidak tersampaikan secara langsung. Namun Nashir Makarim Shirazi, salah seorang ulama marja taklid Syiah dan mufasir Alquran, mengatakan Alquran surah Al-Ahzab ayat 60 sampai 62 adalah ayat-ayat yang menjelaskan mengenai defenisi ghirah. Ayat ini mengandung ancaman kepada orang-orang munafik yang senantiasa menyebar desas desus, mengganggu perempuan muslimah dan menyebarkan rumor mengenai perempuan beriman akan mendapat hukuman berat, bisa berupa pengasingan atau hukuman mati.[3]

Menurut riwayat Syiah, memiliki ghirah adalah salah satu sifat Allah swt dan Allah swt tidak menerima mereka yang tidak memiliki ghirah.[4]Ghirah dalam riwayat yang dimaksud disertai dengan kemuliaan dan keagungan. [5] Menurut sejumlah riwayat, laki-laki yang tidak memiliki ghirah disebut sebagai orang gila. [6]

Bentuk-Bentuk Ghirah

Mullah Ahmad Naraqi, seorang fakih pada abad 13 H, dalam kitab Mi'raj al-Sa'adah, bukan hanya menjelaskan mengenai ghirah terkait dengan perempuan, ghirah terkait dengan agama, namun juga mengenai ghirah yang terkait dengan kehormatan diri dan harta. Menurut Naraqi, kaum mukmin tidak boleh mengabaikan kondisi keluarganya dan tidak boleh lalai karena akibatnya akan menimbulkan kerusakan.[7]Naraqi juga menganggap implementasi lengkap dari amar ma'ruf nahi mungkar adalah contoh dari adanya ghirah.[8]

Husain Madzahiri salah seorang ulama kontemporer, selain adanya ghirah pribadi, dengan bersandar pada riwayat ia menjelaskan mengenai adanya jenis ghirah yang lain. Diantaranya adalah ghirah umum dan sosial, yang artinya adalah adanya ghirah dari seorang laki-laki terhadap semua perempuan [9], ghirah terhadap tanah air yang artinya kecintaannya pada tanah air akan membuatnya bersungguh-sungguh untuk menjaga dan memajukannya[10] dan ghirah pada agama yaitu kesungguhannya menjaga batasan-batasan Islam.[11]

Penyebab yang membuat seseorang tidak memiliki ghirah, telah disebutkan dalam sejumlah riwayat. Diantaranya adalah bercampur baur antara yang mahram dengan non mahram, [12] [catatan 1], menikmati musik-musik yang diharamkan,[13]memandang kepada yang bukan mahram,[14] meminum minuman keras [15]dan mengkonsumsi daging babi.[16]

Pengaruh Ghirah

Pengaruh dan manfaat adanya ghirah dengan bersumber dari riwayat maksumin dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Melahirkan kemuliaan dan kesucian: Disebutkan jika seseorang menghargai dirinya sendiri dan terkait dengan itu senantiasa meningkatkan ghirahnya maka ia tidak akan mengizinkan dirinya sendiri untuk merendahkan kehormatan orang lain. [17] Terkait ini, sebuah riwayat dari Imam Ali as menyebutkan ما زنیٰ غیورٌ قطُّ؛ yang artinya seseorang yang memiliki ghirah tidak akan melakukan zina.[18]
  • Mencegah diri dari keburukan: Sebagaimana tidak adanya ghirah dan merasa bebas melakukan apa saja adalah akar dari keburukan, maka ghirah dan sensitivitas pada kemungkaran juga memiliki pengaruh besar dalam mencegah diri dari keburukan.[19]
  • Menjaga keutuhan keluarga: Memiliki ghirah dapat menyebabkan keutuhan dan semakin menguatkan ikatan keluarga. Dalam masyarakat yang dipenuhi laki-laki yang memiliki ghirah, maka orang-orang yang bermaksud jahat tidak akan tenang melakukan kejahatannya, sehingga keamanan akan tercipta dan kaum perempuan akan mendapatkan ketenangan.[20]

Ghirah yang Berlebihan

Disebutkan dalam riwayat dari Maksumin, ghirah yang bukan pada tempatnya, dapat menimbulkan rasa curiga yang berlebihan pada perempuan dan mencari-cari kesalahan sehingga justru akan menyebabkan timbulnya keburukan.[21] Terkait hal ini, surat Imam Ali as kepada putranya Imam Hasan as dapat dijadikan pegangan, yaitu: Hindari ghirah dalam posisi yang salah, karena ghirah yang tidak pada tempatnya dapat menyebabkan perempuan yang bersih menjadi kotor dan perempuan yang tidak bersalah akan tercemar.[22]

Demikian juga sebuah riwayat dalam Imam Shadiq as menyebutkan, لا غیرة فی الحلال) tidak ada ghirah dalam urusan yang halal.[23]

Monografi

Buku-buku yang telah diterbitkan dengan tema ghirah; seperti:

  • Guhar Ghairat, karya Fatimah A'dhami, Isfahan: Markaz-e Hifz Atsar va Nasyr Arzisy-hai Defa'-e Muqaddas, 1390 S.
  • Maqam-e Ghairat dar Akhlak va Irfan-e Eslami, karya Ali Akbar Iftikharifar, penerbit: Ashr Modern, 1394 S.
  • Ghairat dar Maktab-e 'Itrat, karya Farid Najaf Naya, penerbit: Uswah, 1394 S.
  • Ghairat Husaini va 'Iffat-e Zainabi, karya Muhammad Hasan Wakili, penerbit: Muassasah Muthale'at Rahburdi-e 'Ulum va Ma'arif Eslami, 1395 S.
  • Rabethe-e Ghairat-e Dini ba Amr be Ma'ruf wa Nahi az Munkar, karya Ridha Ali Karami, penerbit: Qalamgah, 1393 S.

catatan

  1. Imam Ali as berkata, telah sampai berita kepadaku bahwa wanita-wanita kalian menggoda laki-laki saat berjalan, apakah kalian tidak maluiu? Allah swt melaknat seseorang yang tidak memiliki ghirah. (Hur Amili, Wasail al-Syiah, jld. 14, hlm. 174.

Catatan Kaki

  1. Naraqi, Jami' al-Sa'adat, jld. 1, hlm. 266; Thabathabai, al-Mizan, jld. 4, hlm. 280
  2. Makarim Shirazi, Akhlak dar Quran, jld. 3, hlm. 431
  3. Makarim Shirazi, Akhlak dar Quran, hlm. 433 dan 434
  4. Kulaini, Ushul al-Kafi, jld. 8, hlm. 372
  5. Nahjul Balaghah, Penyunting: Subhi Shaleh, hikmat. 305, hlm. 529
  6. Syekh Hurr Amuli, Wasail al-Syi'ah, jld. 20, hlm. 235
  7. Naraqi, Mi'raj al-Sa'adah, hlm. 152-153
  8. Naraqi, Mi'raj al-Sa'adah, hlm. 152-153
  9. Madzahiri, Ma'rifat Nafs, jld. 3, hlm. 135
  10. Madzahiri, Ma'rifat Nafs, jld. 3, hlm. 137
  11. Madzahiri, Ma'rifat Nafs, jld. 3, hlm. 138
  12. Hurr Amuli, Wasail al-Syiah, jld. 14, hlm. 174
  13. Hurr Amili, Wasail al-Syiah, Kitab-e Tijarat, bab. 100, jld. 12, hlm. 232, hadis. 1; Kulaini, Ushul al-Kafi, jld. 6, hlm. 655, hadis no. 14
  14. Nuri, Mustadrak al-Wasail, jld. 14, hlm. 268
  15. Hurr Amuli, Wasail al-Syiah, jld. 17, hlm. 253
  16. Burujerdi, Tafsir Jami', jld. 2, hlm. 156
  17. Akbari, Ghairatmandi wa Asibha, hlm. 38
  18. Nahjul Balaghah, hikmat: 305, hlm. 529
  19. Akbari, Ghairatmandi wa Asibha, hlm. 38
  20. Akbari, Ghairatmandi wa Asibha, hlm. 40-41
  21. Amadi, Ghurar al-Hikam wa Durur al-Kalam, hadis no. 2704, hlm. 169; Jazairi, Durus Akhlak Islami, hlm. 163
  22. Amadi, Ghurur al-Hikam, hadis no. 2704, hlm. 169
  23. 'Abdus, 25 Ashl az Ushul Akhlaqi Imaman, hlm. 313

Daftar Pustaka

  • Akbari, Mahmud. Ghairatmandi wa Asibha. Qom,: Fityan, 1390 S
  • Burujerdi, Sayid Muhammad Ibrahim. Tafsir Jami'. Teheran: Intisyarat Shadr, 1366 S.
  • Hurr Amuli, Muhammad bin Hasan. Wasail al-Syiah. Qom: Ali al-Bait, 1414 H.
  • Jazairi, Muhammad Ali. Durus Akhlak Islami. Qom: Markaz Mudiriyat-e Hauzeh-e Ilmiah, 1388 S.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Beirut: cet. Ali Akbar Ghiffari, 1401 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Akhlak Dar Quran. Qom: Madrasah al-Imam Ali bin Abi Thalib as, 1387 S.
  • Nahjul Balaghah. Penyunting: Shubhi Shaleh. Beirut: Dar al-Kitab al-Lub nani, 1980 M.
  • Nahjul Fashahah, Sukhanan-e Payambar. Abu al-Qasemi Paindah. Riset: Abdul Rasul Paimani dan Muhammad dan Amin Syariati. Isfahan: Khatam al-Anbiya, 1383 S.
  • Naraqi, Ahmad. Mi'raj al-Sa'adah. Qom: Hijrat, 1377 S.
  • Naraqi, Mahdi bin Abi Dzar. 'Ilm-e Akhlaq-e Eslami. diterjemahkan dari Jami' al-Sa'adat. penerjemah: Jalaluddin Mujtabawi. Teheran: 1381 S.
  • Nuri, Mirza Husain. Mustadrak al-Wasail. Beirut: Muassasah Ali al-Bait li al-Ihya al-Turats, 1408 H
  • Thabathaba'i, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir al-Quran. penerjemah: Muhammad Bagir Musawi. Qom: Daftar Nasr-e Eslami, 1374 S.