Lompat ke isi

Halimah al-Sa'diyah: Perbedaan antara revisi

Dari wikishia
imported>Esmail
←Membuat halaman berisi ''''Halimah al-Sa'diyah''' (bahasa Arab: حَلیمة السَعدیّة) adalah ibu susuan Rasulullah saw, yang setelah Tsuwaibah (ثُوَیبه) bertanggungjawab un...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 17 Desember 2018 05.49

Halimah al-Sa'diyah (bahasa Arab: حَلیمة السَعدیّة) adalah ibu susuan Rasulullah saw, yang setelah Tsuwaibah (ثُوَیبه) bertanggungjawab untuk menyusui Rasulullah saw. Disebutkan setelah pengasuhan Nabi Muhammad saw berada di tangan Halimah termasuk dalam hal menyusui, ia menyaksikan banyak kebaikan dan keberkahan dalam hidupnya.

Nabi Muhammad saw tinggal di kabilah Bani Sa'ad sampai ia berusia 4 atau 5 tahun.Sejarawan mengaitkan peristiwa palsu syaq al-bathn atau syaq al-shadr (dibelahnya dada Nabi Muhammad saw) dengan periode ini. Nabi Muhammad saw sangat menghormati Halimah dan dalam banyak hal sering membantunya dengan murah hati.

Keluarga dan Silsilah

Ayah Halimah bernama Abu Dzuwaib Andullah bin al-Harits bin Syijnah al-Sa'di, dari kabilah Sa'ad bin Bakar bin Hawazin. [1] Suami Halimah bernama Harits bin 'Abd al-'Uzza dan dijuluki Abu Kabsyah. Inilah yang menjadi penyebab Quraisy menyebut Nabi Muhammad saw dengan panggilan Ibn Abi Kabsyah. [2]

Halimah ditugaskan untuk menyusui Muhammad kecil setelah sebelumnya Tsuwaibah (pelayan Abu Lahab) yang menyusuinya dalam beberapa hari. [3]

Periwayatan dalam Periode Menyusui

Peristiwa dalam periode saat Nabi saw masih dalam usia menyusui, oleh semua rujukan bersumber dari periwayatan Halimah. Karena Nabi saw menghabiskan masa bayi dan kanak-kanaknya di tengah-tengah kabilah Bani Sa'ad bin Bakar bin Hawazin, yang diklaim sebagai orang Arab yang paling fasih. [4]

Perawat Nabi

Telah menjadi tradisi penduduk kota Mekah, mengirim anak-anak mereka untuk tinggal di kabilah-kabilah suku Badui untuk mempelajari kefasihan berbicara. Halimah disaat kabilah Bani Sa'ad mengalami peristiwa kelaparan yang dasyhat, bersama dengan 9 perempuan lainnya menuju kota Mekah untuk menawarkan diri sebagai ibu susuan bagi bayi-bayi dari kabilah Mekah yang kaya. Namun dikarenakan unta yang ditungganginya sangat lemah dan kurus, Halimah yang paling akhir tiba di Mekah. Ketika tiba, satu-satunya bayi yang tersisa adalah Muhammad cucu Abdul Muththalib, yang dikarenakan ia lahir sebagai anak yatim, tidak ada yang berminat mengambilnya karena khawatir tidak mendapatkan bayaran yang pantas. [5] Halimahlah yang kemudian mengambil dan mengasuh Muhammad saw.

Keberkahan dalam Kehidupan Halimah

Segera setelah menerima hak pengasuhan dan menyusui Nabi Muhammad saw, Halimah menyaksikan keberkahan dan mendapat limpahan kebaikan dalam hidupnya. Disebabkan karena kemiskinan, awalnya air susunya sangat sedikit bahkan mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya sendiri, namun begitu Muhammad disusuinya, air susunya menjadi melimpah yang bahkan bisa untuk mengenyangkan bayinya sendiri. Bahkan untanya yang kurus dan lemah menjadi kuat dan ketika kembali mampu menyusul teman-temannya yang lebih dulu meninggalkan Mekah. Atas semua keajaiban itu, teman-teman perempuannya bertanya-tanya mengapa hal tersebut terjadi pada Halimah, dan Halimah menjawab bahwa perubahan mendadak tersebut karena keberadaan anak dari Bani Hasyim yang tengah berada di bawah pengasuhannya, dan hal tersebut sering ia jelaskan berkali-kali. [6]

Melanjutkan Merawat Nabi Muhammad saw

Ketika Nabi Muhammad saw berusia 2 tahun, Halimah tidak lagi menyusuinya dan membawanya kembali ke sisi ibunya Aminah binti Wahab di Mekah. Namun dengan keberadaan Nabi Muhammad saw selama di bawah pengasuhan Halimah, kambing-kambing Halimah menjadi lebih produktif dibanding kambing-kambing lainnya dari Bani Sa'ad, ia meminta kepada Aminah untuk bisa lebih lama lagi merawat dan mengasuh Muhammad. Akhirnya, atas desakan Halimah dan juga saat itu Mekah terkena wabah kolera, Aminah diyakinkan untuk mengizinkan Halimah kembali membawanya dan merawat Muhammad beberapa tahun lagi. [7]

Peristiwa Syaqq al-Shadr

Disebutkan ketika Nabi Muhammad saw di bawah pengasuhan Halimah, terjadi sebuah peristiwa ajaib yang kemudian dikenal dengan istilah Syaqq al-Shadr. Diriwayatkan, malaikat dalam bentuk seorang laki-laki dengan berpakaian serba putih mendatangi Muhammad saw yang sedang bermain, dan kemudian membelah dada Muhammad dan mengambil gumpalan berwarna hitam dalam hatinya, mencucinya di dalam wadah emas dan meletakkan kembali ke dalam dadanya dan menormalkan kembali dadanya seperti sedia kala. Saudara sepersusuannya yang menyaksikan peristiwa tersebut dari lembah dekat rumah mereka menjadi panik dan segera memberi tahu Halimah kejadian yang baru saja menimpa Muhammad. [8]

Halimah yang tiba-tiba sangat khawatir segera membawa Muhammad ke dukun dan menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi. Dukun setelah mendengarkan cerita tersebut, mengingatkan bahwa Muhammad kelak akan mengubah agama orang-orang. Halimah kemudian menjadi khawatir atas keselamatan Muhammad, dan memutuskan untuk mengembalikannya ke ibunya di Mekah untuk melindunginya. [9]

Namun para peneliti dengan banyak bukti menyangkal terjadinya peristiwa tersebut yang disebutkan terjadi beberapa kali dalam kehidupan Nabi Muhammad saw. Mereka menyebut peristiwa tersebut adalah cerita buatan. [10]

Nabi Muhammad saw berada di kabilah Bani Sa'ad bin Bakar sampai berusia 4 atau 5 tahun. Setelah itu, Halimah mengembalikannya kepada ibu dan kakeknya Abdul Muththalib. [11]

Menghormati Nabi Muhammad saw

Tahun-tahun setelahnya, setelah Nabi Muhammad saw menikah dengan Khadijah, Halimah menemui Nabi Muhammad saw di Mekah dan mengeluhkan kesulitan hidup yang dialaminya. Nabi Muhammad saw kemudian menceritakan hal tersebut kepada Khadijah dan Khadijah menghadiahkan pada Halimah beberapa ekor kambing dan unta. Halimah sangat menghormati Nabi Muhammad saw, setiap ia ditemui Nabi Muhammad saw, ia melepaskan jubahnya ke tanah untuk dijadikan alas duduk untuk Nabi Muhammad saw. [12]

Masuk Islam

Setelah kemunculan Islam, Halimah bersama suaminya menemui Nabi Muhammad saw dan keduanya mennyatakan keislaman dan memberikan baiatnya. [13]

Setelah peristiwa perang Hunain dan Hawazin menderita kekalahan, sebagai bentuk penghormatan Nabi Muhammad saw kepada Halimah dan hubungan historis yang dimilikinya dengan kabilah tersebut, serta permintaan dari saudara sepersusuannya, Syaima, Nabi Muhammad saw membebaskan tawanan dan harta rampasan perang yang telah menjadi bagian untuknya dan Bani Hasyim. Yang kemudian semua sahabat-sahabatnya melakukan hal yang sama. [14]

Wafat

Menurut sebuah riwayat, Halimah meninggal dunia sebelum peristiwa Fathul Mekah yang terjadi pada Ramadhan 8 H. Setelah penaklukkan kota Mekah, Nabi Muhammad saw bertemu dengan saudara sepersusuannya Syaimah dan menanyakan mengenai kabar Halimah. Syaimah mengatakan bahwa Halimah telah meninggal dunia. Mendengar hal tersebut, mata Nabi Muhammad saw mengucurkan airmata, kemudian menanyakan mengenai kondisi kerabat dekatnya. Setelah itu Syaimah meminta bantuan Nabi Muhammad saw, dan Nabi saw memenuhi permintaannya. [15]

Namun riwayat lain menyebutkan bahwa Halimah masih hidup setelah peristiwa Perang Hunain pada bulan Syawal tahun 8 H. Dengan sebuah riwayat yang menyebut Halimah menemui Nabi Muhammad saw di al-Ji'irannah dan memberikan penghormatan pada Nabi Muhammad saw. [16] [17] Ada juga riwayat yang menyebutkan, Halimah masih hidup sampai periode kekhalifahan Abu Bakar dan Ujmar dan keduanya memperlakukan Halimah dengan hormat. [18]

Makam

Dibagian timur laut Pemakaman Baqi', terdapat sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Halimah al-Sa'diyah. Catatan-catatan sejarah tidak menyebutkan mengenai waktu meninggal dan dimana Halimah dimakamkan. Catatan dari Qaddi 'Ayyadh yang menceritakan mengenai pertemuan Halimah dengan Abu Bakar dan Umar [19] dan Maqrizi yang menyebut Halimah telah meninggal dunia sejak periode Nabi Muhammad saw yang membuat Nabi Muhammad saw sedih atas kepergiannya. [20]

Ibnu Batutah menyebut makam Halimah terdapat di Bashrah namun dalam catatan-catatan terbaru [21] menyebut makam Halimah terdapat di Pemakaman Baqi' di area makam Utsman bin Affan. [22] Di atas makamnya dibangun kubah dan telah mengalami beberapa kali renovasi. Tahun pembagunnya tidak diketahui kapan dimulai. Diantara renovasi tersebut, pusara makam dibuat dari kayu dan dipasang pada makam. [23] Naib al-Shadr dalam catatan perjalanannya saat menunaikan haji tahun 1305 H menyebutkan terdapat dua potongan syair Turki yang tertulis di makam tersebut. [24]

Catatan Kaki

  1. Ibnu Ishaq, hlm. 25; Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 110; Ibn Habib, hlm. 130; Baladzuri, jld. 1, hlm. 106 Harits bin Abdullah bin Syijnah
  2. Lih. Ibnu Habib, hlm. 12913; juga lih. Baladzuri, jld. 1, hlm. 104
  3. Thabari, jld. 1, hlm. 158; Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 260-261
  4. Lih. Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 176; Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 113; Ibnu Qutaibah, hlm. 132
  5. Ibnu Ishaq, hlm. 26; Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 110-111; Baladzuri, jld. 1, hlm. 106-107; Thabari, jld. 2, hlm. 158-159; Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 261
  6. Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 172-173; Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 111, 151; Baladzuri, jld. 1, hlm. 107; Thabari, jld. 2, hlm. 159
  7. Ibnu Ishaq, hlm. 27; Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 173; Thabari, jld. 2, hlm. 159-160; Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 262-263
  8. Ibnu Ishaq, hlm. 27; Ibnu Hisyam, jld. 1, hlm. 173-174; Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 112; Ya'qubi, jld. 2, hlm. 10
  9. Thabari, jld. 2, hlm. 163; Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 267; Ibnu Atsir, jld. 1, hlm. 264-265
  10. Untuk contoh lih. Abu Rayyah, hlm. 187-188; Hasani, hlm. 46; Amili, jld. 2, hlm. 167-172
  11. Ya'qubi, jld. 2, hlm. 10; Ibnu Qutaibah, hlm. 132; Baladzuri, jld. 1, hlm. 107; Mas'udi, Tanbih, hlm. 229-230
  12. Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 270; Dzahabi, hlm. 48
  13. Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 270
  14. Ya'qubi, jld. 2, hlm. 63; Mas'udi, Tanbih, hlm. 229; lih. Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 114-115
  15. Ibnu Atsir, jld. 1, hlm. 460
  16. Lih. Ibnu Atsir, jld. 7, hlm. 69
  17. Ya'qubi, jld. 2, hlm. 63 menyebut Syaimah, saudara sepersusuan Nabi Muhammad saw dalam peristiwa ini, bukan Halimah.
  18. Lih. Ibnu Sa'ad, jld. 1, hlm. 114
  19. Qadhi 'Ayyadh, jld. 2, hlm. 115
  20. Maqrizi, jld. 2, hlm. 6
  21. Vartsilani, jld. 2, hlm. 539; Ja'far Khalili, jld. 3, hlm. 282; Ja'fariyan, jld. 5, hlm. 178
  22. Ja'fariyan, jld. 5, hlm. 478-479
  23. Ja'fariyan, jld. 5, hlm. 424
  24. Ja'fariyan, jld. 5, hlm. 479

Daftar Pustaka