Pengguna anonim
Ziarah Kubur: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Maitsam (←Membuat halaman berisi ''''Ziarah kubur''' adalah kebiasaan-kebiasaan Islami yang berdasarkan ayat-ayat Al-Quran al-Karim dan berbagai riwayat dari Nabi Mihammad Saw, Para Imam Ma...') |
imported>Maitsam Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Ziarah kubur''' adalah kebiasaan-kebiasaan Islami yang berdasarkan ayat-ayat [[Al-Quran | '''Ziarah kubur''' adalah kebiasaan-kebiasaan Islami yang berdasarkan ayat-ayat [[Al-Quran]] dan berbagai riwayat dari [[Nabi Muhammad Saw]], Para Imam Maksum adalah suatu perbuatan yang mustahab. Ziarah kubur adalah amalan-amalan yang telah menarik perhatian kaum Muslimin, dan terkait dengan hal ini tidak ada perbedaan pendapat di antara [[Ahlu Sunah]] dan Syiah. Sirah Nabi Muhammad Saw, amalan [[sahabat]] [[sirah]] kaum muslimin dan demikian juga [[fatwa-fatwa]] 4 ulama Ahlu Sunah dan madzhab Syiah merupakan dalil-dalil yang paling terang atas fadhilah ziarah kubur. | ||
[[Ibnu Taimiyyah]] dengan berpegang pada riwayat syaddu rihal ziarah syar’i dibatasai hanya dengan [[salam]] dan [[doa]], sedangkan amalan-amalan lainnya misalnya melakukan safar untuk melakukan [[ziarah]] dinilai sebagai [[bid’ah]] dan [[syirik]]. Sangat banyak ulama Sunni dan Syiah yang menyanggah pendapat Ibnu Taimiyyah dalam kitab-kitab karangan mereka. Ibnu Taimiyyah menilai bahwa riwayat syaddu rihal bermakna sebagai fadhilah ziarah tiga masjid sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis. | [[Ibnu Taimiyyah]] dengan berpegang pada riwayat syaddu rihal ziarah syar’i dibatasai hanya dengan [[salam]] dan [[doa]], sedangkan amalan-amalan lainnya misalnya melakukan safar untuk melakukan [[ziarah]] dinilai sebagai [[bid’ah]] dan [[syirik]]. Sangat banyak ulama Sunni dan Syiah yang menyanggah pendapat Ibnu Taimiyyah dalam kitab-kitab karangan mereka. Ibnu Taimiyyah menilai bahwa riwayat syaddu rihal bermakna sebagai fadhilah ziarah tiga masjid sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis. | ||
Baris 11: | Baris 11: | ||
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” <ref>Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | “Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” <ref>Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | ||
Berdasarkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat, kaum Mukminin boleh ber[[istighfar]] di samping pemakaman Nabi Muhammad Saw. Kaum muslimin tidak meyakini adanya perbedaan antara kehidupan dan kewafatan Nabi Saw. Kewafatan Nabi tidak menyebabkan diambilnya makna ayat, sebagaimana memelihara adab-adab hubungan dengan Nabi entah pada saat Nabi hidup dan beliau telah wafat seperti tidak meninggikan suara ketika berada disamping pemakaman beliau. Fi’il “jauka” dalam ayat bersifat syarat yang menunjukkan keglobalan dalam maknanya. Oleh itu, meliputi zaman Nabi ketika beliau masih hidup maupun setelah beliau meninggal dunia. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Aliman Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1392, hal. 142-144. </ref> | Berdasarkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat, kaum Mukminin boleh ber[[istighfar]] di samping pemakaman Nabi Muhammad Saw. Kaum muslimin tidak meyakini adanya perbedaan antara kehidupan dan kewafatan Nabi Saw. Kewafatan Nabi tidak menyebabkan diambilnya makna ayat, sebagaimana memelihara adab-adab hubungan dengan Nabi entah pada saat Nabi hidup dan beliau telah wafat seperti tidak meninggikan suara ketika berada disamping pemakaman beliau. Fi’il “jauka” dalam ayat bersifat syarat yang menunjukkan keglobalan dalam maknanya. Oleh itu, meliputi zaman Nabi ketika beliau masih hidup maupun setelah beliau meninggal dunia. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Aliman Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1392, hal. 142-144. </ref> | ||
2. Ziarah Kubur Pembesar Agama | 2. Ziarah Kubur Pembesar Agama | ||
Dalam [[surah Al-Hajj]] ayat 32, Allah Swt berfirman: | Dalam [[surah Al-Hajj]] ayat 32, Allah Swt berfirman: | ||
Baris 16: | Baris 17: | ||
“Demikianlah (manasik haji itu). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya tindakan ini adalah sebagian dari tanda ketakwaan hati” . <ref>Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | “Demikianlah (manasik haji itu). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya tindakan ini adalah sebagian dari tanda ketakwaan hati” . <ref>Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | ||
Orang-orang yang membolehkan ziarah kubur dengan menggunakan argumen ayat ini menilai bahwa ziarah kubur tokoh-tokoh agama dan pemuka-pemuka agama merupakan salah satu bentuk-bentuk dari mengagungkan syiar-syiar Allah. Berdasarkan ayat tersebut mengagungkan syiar-syiar Allah adalah tanda-tanda keimanan hati dan pada akhirnya segala sesuatu yang merupakan tanda-tanda dan alamat-alamat Ilahi akan mendekatkan diri kepada Allah Swt. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Aliman Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1392, hal. 146-147. </ref> [[Fadhil Miqdad]] adalah orang-orang pertama yang menilai bahwa ziarah kubur Nabi Muhammad Saw dan para Imam As merupakan bagian dari syiar-syiar Islam. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 148. </ref> | Orang-orang yang membolehkan ziarah kubur dengan menggunakan argumen ayat ini menilai bahwa ziarah kubur tokoh-tokoh agama dan pemuka-pemuka agama merupakan salah satu bentuk-bentuk dari mengagungkan syiar-syiar Allah. Berdasarkan ayat tersebut mengagungkan syiar-syiar Allah adalah tanda-tanda keimanan hati dan pada akhirnya segala sesuatu yang merupakan tanda-tanda dan alamat-alamat Ilahi akan mendekatkan diri kepada Allah Swt. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Aliman Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1392, hal. 146-147. </ref> [[Fadhil Miqdad]] adalah orang-orang pertama yang menilai bahwa ziarah kubur Nabi Muhammad Saw dan para Imam As merupakan bagian dari syiar-syiar Islam. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 148. </ref> | ||
3. Ziarah Pemakaman Kaum Mukminin | 3. Ziarah Pemakaman Kaum Mukminin | ||
Dalam [[surah Al-Taubah]] ayat 84 Allah Swt berfirman: | Dalam [[surah Al-Taubah]] ayat 84 Allah Swt berfirman: | ||
Baris 21: | Baris 23: | ||
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.” <ref> Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | “Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.” <ref> Berdasarkan terjemah Husain Ansariyan. </ref> | ||
Oleh itu, kepada Nabi Saw diperintahkan bahwa tidak boleh mensalati jenazah [[kaum munafik]] dan berdiri disamping pemakamannya. Sangat banyak dari fuqaha seperti: Fadhil Miqdad, Abul Futuh Husaini Jarjani dan [[Ja’far Subhani]] mengambil kandungan yang ada dalam ayat ini dan menekankan bahwa kesimpulannya adalah melakukan dua perkara ini kepada selain orang munafik adalah suatu hal yang baik dan terpuji. <ref> Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 148-149. </ref> Menurut sebagian mufasir, ayat ini menunjukkan sirah kaum muslimin dan amalan Rasulullah Saw yaitu bahwa apabila Rasulullah Saw tidak melakukan hal ini terhadap orang beriman, maka pelarangan hal itu bagi orang-orang munafik tidak akan memiliki makna yang benar. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 149. </ref> | Oleh itu, kepada Nabi Saw diperintahkan bahwa tidak boleh mensalati jenazah [[kaum munafik]] dan berdiri disamping pemakamannya. Sangat banyak dari fuqaha seperti: Fadhil Miqdad, Abul Futuh Husaini Jarjani dan [[Ja’far Subhani]] mengambil kandungan yang ada dalam ayat ini dan menekankan bahwa kesimpulannya adalah melakukan dua perkara ini kepada selain orang munafik adalah suatu hal yang baik dan terpuji. <ref> Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 148-149. </ref> Menurut sebagian mufasir, ayat ini menunjukkan sirah kaum muslimin dan amalan Rasulullah Saw yaitu bahwa apabila Rasulullah Saw tidak melakukan hal ini terhadap orang beriman, maka pelarangan hal itu bagi orang-orang munafik tidak akan memiliki makna yang benar. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 149. </ref> | ||
==Perkataan, perbuatan dan taqrir (persetujuan) para Imam Maksum== | ==Perkataan, perbuatan dan taqrir (persetujuan) para Imam Maksum== | ||
Berdasarkan riwayat-riwayat Islami, [[Nabi Muhammad Saw]] tidak hanya menganjurkan para sahabatnya untuk pergi berziarah kubur, namun beliau sendiri pergi berziarah kubur. Di dalam [[Sahih Muslim]] menukil dari perkataan [[Aisyah]] Nabi Muhammad Saw pada akhir malam, meninggalkan rumah untuk pergi berziarah ke [[Baqi]] dan berbincang-bincang dengan penghuni kubur. [Catatan pertama] | Berdasarkan riwayat-riwayat Islami, [[Nabi Muhammad Saw]] tidak hanya menganjurkan para sahabatnya untuk pergi berziarah kubur, namun beliau sendiri pergi berziarah kubur. Di dalam [[Sahih Muslim]] menukil dari perkataan [[Aisyah]] Nabi Muhammad Saw pada akhir malam, meninggalkan rumah untuk pergi berziarah ke [[Baqi]] dan berbincang-bincang dengan penghuni kubur. [Catatan pertama] | ||
Baris 27: | Baris 30: | ||
Berbagai kitab tentang ziarah kubur telah ditulis dengan tema Al-Mazar atau Ziarah yang berisi tentang perkataan-perkataan, amalan-amalan dan sunah para maksum tentang ziarah kubur. [[Ibnu Qauluyah Qumi]] [[Syaikh Mufid]], [[Sayid Ibnu Thawus]] dan [[Syahid Awal]] telah menulis kitab yang berkenaan dengan tema ini. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 152.</ref> | Berbagai kitab tentang ziarah kubur telah ditulis dengan tema Al-Mazar atau Ziarah yang berisi tentang perkataan-perkataan, amalan-amalan dan sunah para maksum tentang ziarah kubur. [[Ibnu Qauluyah Qumi]] [[Syaikh Mufid]], [[Sayid Ibnu Thawus]] dan [[Syahid Awal]] telah menulis kitab yang berkenaan dengan tema ini. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 152.</ref> | ||
Para teolog Syiah seperti [[Syaikh Mufid]], [[Sayid Muhsin Amin]] [[Allamah Amini]], [[Ja’far Subhani]] dan [[Sayid Hasan Thahiri Khuram Abadi]] dalam kitab-kitab yang ditulisnya menjawab keraguan-keraguan Ahlusunah dan menyandarkan kepada sunah-sunah para maksum terkait tentang hal ini dan sebagiannya lagi menggunakan riwayat-riwayat dari [[Sahih Muslim]] yang berkenaan dengan riwayat-riwayat tentang fadhilah ziarah kubur. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 153. </ref> | Para teolog Syiah seperti [[Syaikh Mufid]], [[Sayid Muhsin Amin]] [[Allamah Amini]], [[Ja’far Subhani]] dan [[Sayid Hasan Thahiri Khuram Abadi]] dalam kitab-kitab yang ditulisnya menjawab keraguan-keraguan Ahlusunah dan menyandarkan kepada sunah-sunah para maksum terkait tentang hal ini dan sebagiannya lagi menggunakan riwayat-riwayat dari [[Sahih Muslim]] yang berkenaan dengan riwayat-riwayat tentang fadhilah ziarah kubur. <ref>Farmaniyan wa Sedaqat, Ziyārat Qubur wa Dalāil Alimān Syiah bar Masyru’iyat On, Spring 1393, hal. 153. </ref> | ||
==Fatwa-fatwa Fuqaha Ahlusunah== | ==Fatwa-fatwa Fuqaha Ahlusunah== | ||
Ulama Syiah dan Sunni menyebutkan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan ziarah kubur yang sebagiannya berkenaan dengan ziarah kubur dalam makna umum dan sebagian lainnya berkenaan dengan ziarah kubur secara khusus yang dilakukan oleh [[Nabi Muhammad Saw]] | Ulama Syiah dan Sunni menyebutkan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan ziarah kubur yang sebagiannya berkenaan dengan ziarah kubur dalam makna umum dan sebagian lainnya berkenaan dengan ziarah kubur secara khusus yang dilakukan oleh [[Nabi Muhammad Saw]] | ||
Baris 37: | Baris 41: | ||
*Muhyiddin Nawawi (w. 676 H), pensyarah <ref>Sahih Muslim. </ref> dan seorang syarih (penulis komentar) 18, seorang fuqaha Syafi’I berkata bahwa berdasarkan nash-nash Syafi’i, para sahabat bersepakat bahwa ziarah kubur adalah mustahab bagi orang laki-laki. Ia disamping bahwa ziarah kubur adalah mustahab menurut kesepakatan kaum Muslimin, juga menilai bahwa hadis-hadis yang sahih lagi masyhur adalah dalil atas kemustahaban ziarah kubur. <ref>Muhammadi Nejad, Ziyārat Qubur wa Safarhāi Ziyārati az Negāh Ahlu Sunah, Winter, 1393, hl. 136. </ref> | *Muhyiddin Nawawi (w. 676 H), pensyarah <ref>Sahih Muslim. </ref> dan seorang syarih (penulis komentar) 18, seorang fuqaha Syafi’I berkata bahwa berdasarkan nash-nash Syafi’i, para sahabat bersepakat bahwa ziarah kubur adalah mustahab bagi orang laki-laki. Ia disamping bahwa ziarah kubur adalah mustahab menurut kesepakatan kaum Muslimin, juga menilai bahwa hadis-hadis yang sahih lagi masyhur adalah dalil atas kemustahaban ziarah kubur. <ref>Muhammadi Nejad, Ziyārat Qubur wa Safarhāi Ziyārati az Negāh Ahlu Sunah, Winter, 1393, hl. 136. </ref> | ||
*Sayid Muhammad Amin terkenal dengan Ibnu Abidin (w. 1252) seorang ulama Hanafi abad ke-13, menilai bahwa ziarah kubur dalam setiap minggunya adalah mustahab. | *Sayid Muhammad Amin terkenal dengan Ibnu Abidin (w. 1252) seorang ulama Hanafi abad ke-13, menilai bahwa ziarah kubur dalam setiap minggunya adalah mustahab. | ||
==Ziarah Kubur dalam Kebudayaan Islami== | ==Ziarah Kubur dalam Kebudayaan Islami== | ||
Salah satu manfaat ziarah kubur adalah mengingatkan kematian dan melihat bahwa betapa pendek kehidupan manusia. [[Ibnu Sina]] (370-428) dalam kitab “Makna Ziyarah”, menilai bahwa ziarah kubur akan menyebabkan manusia untuk menjauhkan seseorang dari masalah-masalah dunia dan akan membuat manusia untuk kembali kepada Allah Swt. <ref>Abr Ahamaf, Tujiyeh Falsafi Fahruraddin Razi az Ziyārat Qubur, Isfand 1380, hal. 87. </ref> | Salah satu manfaat ziarah kubur adalah mengingatkan kematian dan melihat bahwa betapa pendek kehidupan manusia. [[Ibnu Sina]] (370-428) dalam kitab “Makna Ziyarah”, menilai bahwa ziarah kubur akan menyebabkan manusia untuk menjauhkan seseorang dari masalah-masalah dunia dan akan membuat manusia untuk kembali kepada Allah Swt. <ref>Abr Ahamaf, Tujiyeh Falsafi Fahruraddin Razi az Ziyārat Qubur, Isfand 1380, hal. 87. </ref> | ||
Baris 43: | Baris 48: | ||
Meskipun demikian, orang-orang seperti Amir bin Syarahil Sya’bi dan Ibrahim Nakha’i menilai bahwa ia tidak suka terhadap ritual ziarah kubur bahkan menilai bahwa ziarah kubur merupakan perbuatan yang dikutuk. Berdasarkan sebagian laporan, [[Hasan Mutsanna]] dan cucu [[Imam Hasan As]] juga tidak setuju dengan adanya ziarah kubur. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> | Meskipun demikian, orang-orang seperti Amir bin Syarahil Sya’bi dan Ibrahim Nakha’i menilai bahwa ia tidak suka terhadap ritual ziarah kubur bahkan menilai bahwa ziarah kubur merupakan perbuatan yang dikutuk. Berdasarkan sebagian laporan, [[Hasan Mutsanna]] dan cucu [[Imam Hasan As]] juga tidak setuju dengan adanya ziarah kubur. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> | ||
Berdasarkan riwayat-riwayat Syiah, orang-orang yang telah meninggal akan merasa gembira dengan orang-orang yang menziarahinya dan mereka merindukannya dari tempat yang jauh. Dalam sebagian riwayat yang lainnya dinukilkan bahwa para penghuni kubur mengucapkan selamat datang kepada mereka dan apabila orang-orang yang datang menziarahinya bertingkah laku yang baik, mereka akan bergembira dan apabila orang-orang yang menziarahinya bertingkah laku buruk, mereka akan bersedih. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> Mengingat penyandaran tentang kebiasaan orang-orang muslimn berasal dari abad ke-4 dan ke-5 dapat disimpulkan bahwa dengan berlalunya zaman tidak hanya mereka tidak meninggalkan ziarah kubur, namun telah berubah menjadi kebiasaan yang umum dilakukan. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> | Berdasarkan riwayat-riwayat Syiah, orang-orang yang telah meninggal akan merasa gembira dengan orang-orang yang menziarahinya dan mereka merindukannya dari tempat yang jauh. Dalam sebagian riwayat yang lainnya dinukilkan bahwa para penghuni kubur mengucapkan selamat datang kepada mereka dan apabila orang-orang yang datang menziarahinya bertingkah laku yang baik, mereka akan bergembira dan apabila orang-orang yang menziarahinya bertingkah laku buruk, mereka akan bersedih. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> Mengingat penyandaran tentang kebiasaan orang-orang muslimn berasal dari abad ke-4 dan ke-5 dapat disimpulkan bahwa dengan berlalunya zaman tidak hanya mereka tidak meninggalkan ziarah kubur, namun telah berubah menjadi kebiasaan yang umum dilakukan. <ref>Khani, Mafhum Ziyārat wa Jāigah On dar Farhang Islami, 1392 S. </ref> | ||
==Para arif dan sufi== | ==Para arif dan sufi== | ||
[[Para arif]] dan [[ahli tasawuf]] entah dalam madzhab Syiah maupun Sunni menjelaskan bahwa ziarah kubur merupakan bagian dari suluk kepada Allah Swt dan menjelaskan dalil-dalil atas dibolehkannya ziarah kubur dalam tulisannya. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> | [[Para arif]] dan [[ahli tasawuf]] entah dalam madzhab Syiah maupun Sunni menjelaskan bahwa ziarah kubur merupakan bagian dari suluk kepada Allah Swt dan menjelaskan dalil-dalil atas dibolehkannya ziarah kubur dalam tulisannya. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> | ||
Baris 49: | Baris 56: | ||
Pemakaman Hujwiri di [[Lahore]], Nidhamuddin Auliya di New Delhi dan pemakaman Gaisu Daraz di Gulbargah [[Haidar Abad Deccan]] adalah sebagian pemakaman-pemakaman kaum sufi. Pemakaman-pemakaman ini selain diziarahi oleh kaum muslimin juga diziarahi oleh pemeluk agama lain seperti pemeluk agama Hindu. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> Tempat-tempat ziarah di Afrika merupakan pemakaman para syaikh Sufi dan mihrab untuk beribadah dan tempat untuk membaca al-Quran dan beriktikaf bagi para peziarah. Tempat-tempat itu disebut dengan Zawiyah. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> | Pemakaman Hujwiri di [[Lahore]], Nidhamuddin Auliya di New Delhi dan pemakaman Gaisu Daraz di Gulbargah [[Haidar Abad Deccan]] adalah sebagian pemakaman-pemakaman kaum sufi. Pemakaman-pemakaman ini selain diziarahi oleh kaum muslimin juga diziarahi oleh pemeluk agama lain seperti pemeluk agama Hindu. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> Tempat-tempat ziarah di Afrika merupakan pemakaman para syaikh Sufi dan mihrab untuk beribadah dan tempat untuk membaca al-Quran dan beriktikaf bagi para peziarah. Tempat-tempat itu disebut dengan Zawiyah. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 94. </ref> | ||
Sebagian dari pemakaman-pemakaman ini di [[Afrika]], bahkan sebagiannya merupakan pemakaman perempuan yang belajar di tempat ini dan telah mencapai kedudukan yang tinggi. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 98. </ref> Pemakaman keluarga [[Ahlul Bait As]] dan ulama Syiah di Mesir, terdapat pula di [[Mesir]] yang merupakan tempat diadakannya kegiatan-kegiatan tasawuf. Semenjak akhir abad ke 13 dan pada seluruh abad ke 14 Hijriyah, ciri penting dari tasawuf di Mesir adalah mengadakan perayaan kelahiran Nabi, Ahlul Bait dan Auliya di pemakaman-pemakaman dan masjid-masjid. <ref> Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 97. </ref> | Sebagian dari pemakaman-pemakaman ini di [[Afrika]], bahkan sebagiannya merupakan pemakaman perempuan yang belajar di tempat ini dan telah mencapai kedudukan yang tinggi. <ref>Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 98. </ref> Pemakaman keluarga [[Ahlul Bait As]] dan ulama Syiah di Mesir, terdapat pula di [[Mesir]] yang merupakan tempat diadakannya kegiatan-kegiatan tasawuf. Semenjak akhir abad ke 13 dan pada seluruh abad ke 14 Hijriyah, ciri penting dari tasawuf di Mesir adalah mengadakan perayaan kelahiran Nabi, Ahlul Bait dan Auliya di pemakaman-pemakaman dan masjid-masjid. <ref> Sedaqat, Syāyistegi Ziyārat Ahli Qubur, Akidah Musytarak Arifan wa Sufiyan Tasyayu wa Tasanun, Summer 1391, 97. </ref> | ||
==Ibnu Taimiyah dan Ziarah Kubur== | ==Ibnu Taimiyah dan Ziarah Kubur== | ||
Ibnu Taimiyyah (661-707 H) adalah orang yang pertama kali mengharamkan safar untuk berziarah kepada pusara Nabi, [[berdoa]] dan [[meminta hajat]] disamping pusara Nabi Saw. Menurut pengakuannya, barang siapa yang meniatkan safarnya untuk berziarah kepada pusara Nabi Saw, maka ia telah melawan kesepakatan kaum muslimin dan telah keluar dari syariat Nabi. Ia berkenaan dengan mengusap, mencium dan menempelkan muka di pemakaman mengklaim bahwa semua kaum muslimin melarangnya dan tidak ada seorang kaum salafi pun yang mengerjakan hal itu. Ia menilai bahwa hal ini adalah syirik. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 100 dan 101. </ref> | Ibnu Taimiyyah (661-707 H) adalah orang yang pertama kali mengharamkan safar untuk berziarah kepada pusara Nabi, [[berdoa]] dan [[meminta hajat]] disamping pusara Nabi Saw. Menurut pengakuannya, barang siapa yang meniatkan safarnya untuk berziarah kepada pusara Nabi Saw, maka ia telah melawan kesepakatan kaum muslimin dan telah keluar dari syariat Nabi. Ia berkenaan dengan mengusap, mencium dan menempelkan muka di pemakaman mengklaim bahwa semua kaum muslimin melarangnya dan tidak ada seorang kaum salafi pun yang mengerjakan hal itu. Ia menilai bahwa hal ini adalah syirik. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 100 dan 101. </ref> | ||
Menurut keyakinan Ibnu Taimiyah, jika melakukan safar dengan niat berziarah kepada pusara nabi, maka safarnya merupakan safar maksiat dan salat dalam keadaan ini, dikerjakan dengan cara qasar. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 101. </ref> | Menurut keyakinan Ibnu Taimiyah, jika melakukan safar dengan niat berziarah kepada pusara nabi, maka safarnya merupakan safar maksiat dan salat dalam keadaan ini, dikerjakan dengan cara qasar. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 101. </ref> | ||
Tim pengeluar fatwa di [[Arab Saudi]] yang memiliki kedudukan paling tinggi keagamaan di negara itu dengan mendasarkan kepada pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan [[Muhammad Abdul Wahab]] terkait dengan ziarah kubur mengumumkan bahwa tidak boleh melakukan safar dengan niat berziarah kepada pusara Nabi dan apabila seseorang melakukan safar ke Madinah untuk kepentingan berjualan, atau mencari ilmu dan semisalnya, maka ia bisa pula berziarah ke pusara nabi dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Tim fatwa ini mendasarkan fatwanya kepada hadis syaddu rihal. Dalam hukum ini, doa-doa dan istighasah kepada Nabi setelah wafat, dinilai seperti berdoa dan istighasah kepada orang-orang selain mati dan termasuk [[syirik]]. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 101. </ref> | Tim pengeluar fatwa di [[Arab Saudi]] yang memiliki kedudukan paling tinggi keagamaan di negara itu dengan mendasarkan kepada pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan [[Muhammad Abdul Wahab]] terkait dengan ziarah kubur mengumumkan bahwa tidak boleh melakukan safar dengan niat berziarah kepada pusara Nabi dan apabila seseorang melakukan safar ke Madinah untuk kepentingan berjualan, atau mencari ilmu dan semisalnya, maka ia bisa pula berziarah ke pusara nabi dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Tim fatwa ini mendasarkan fatwanya kepada hadis syaddu rihal. Dalam hukum ini, doa-doa dan istighasah kepada Nabi setelah wafat, dinilai seperti berdoa dan istighasah kepada orang-orang selain mati dan termasuk [[syirik]]. <ref>Abasi, Rad Nadhar Whabiyat az Sui Ahli Sunat dar Hurmate Ziyarat Qubur, Autumn dan Winter 1391, hal. 101. </ref> | ||
==Riwayat Syaddu Rihal== | ==Riwayat Syaddu Rihal== | ||
Berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin, sekelompok kecil orang-orang dengan mendasarkan kepada riwayat syaddu rihal, melakukan safar ziarah Baqi untuk bertabaruk kepada pusara para Nabi, para Imam dan Auliya adalah [[makruh]] [[haram]] atau menganggap bahwa hal itu tidak memiliki dasar hukum syar’i. Teks riwayat yang ada di sumber-sumber Ahlusunah seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan bin Majah dan sebagian sumber-sumber lain adalah: | Berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin, sekelompok kecil orang-orang dengan mendasarkan kepada riwayat syaddu rihal, melakukan safar ziarah Baqi untuk bertabaruk kepada pusara para Nabi, para Imam dan Auliya adalah [[makruh]] [[haram]] atau menganggap bahwa hal itu tidak memiliki dasar hukum syar’i. Teks riwayat yang ada di sumber-sumber Ahlusunah seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan bin Majah dan sebagian sumber-sumber lain adalah: |