Pengguna anonim
Abdul Mutthalib: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Hindr k (Hindr memindahkan halaman Abdul Muththalib ke Abdul Mutthalib) |
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox persona | {{Infobox persona | ||
| nama = Abdul | | nama = Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf | ||
| dikenal sebagai = kakek Nabi Muhammad saw | | dikenal sebagai = kakek Nabi Muhammad saw | ||
| Nama lengkap = Abdul | | Nama lengkap = Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf | ||
| image = Berkas: حجون.jpg | | image = Berkas: حجون.jpg | ||
| image size = | | image size = | ||
Baris 29: | Baris 29: | ||
}} | }} | ||
'''Abdul | '''Abdul Mutthalib''' bin Hasyim bin Abdu Manaf (bahasa Arab: '''عَبْدُ المُطَّلِب''' بن هاشم بن عبد مناف ) adalah kakek [[Nabi Muhammad saw|Rasulullah Muhammad saw]], pembesar kabilah [[Quraisy]] yang sangat disegani dan dihormati di kota [[Mekah]]. Ia lahir di kota [[Madinah|Yatsrib]] dan hijrah ke Mekah pada usia 7 tahun dan menjalani kehidupannya di kota tersebut sampai akhir hayatnya. Ia dikenal dalam peristiwa penyerangan kota Mekah oleh pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah. | ||
==Nasab== | ==Nasab== | ||
Abdul | Abdul Mutthalib berasal dari kabilah Quraisy, putra Hasyim sehingga ia dikenal sebagai pembesar dari [[Bani Hasyim]]. Nasab dan silsilah keluarganya sampai kepada [[Nabi Ibrahim as]]. Ibunya bernama Salma binti ‘Amru dari Bani Najar Khazraj dari Thaifah. Setelah [[Nabi Muhammad saw]] [[hijrah]] ke [[Madinah]], kabilah neneknya tersebut menjadi sahabat dan pembela Rasulullah saw.<ref>''Usdu al-Ghabah'', jld. 6, hlm. 151. </ref> Nasab Aimmah as dan para pembelanya (Bani Ali, Bani Ja’far dan Bani Aqil) berujung pada Abu Thalib bin Abdul Mutthalib dan yang berasal dari nasab Bani Abbas ada 37 orang dari khalifah Dinasti Abbasiyah (132 – 656 H) sampai kepada Abbas bin Abdul Mutthalib dan nasab 17 orang dari khulafa Abbasiyah di Mesir (659 – 923 H). Begitupun khalifah ke 35 Dinasti Abbasiyah di Irak yaitu al-Thahir Billah (622 – 623 H) juga sampai kepada Abbas bin Abdul Mutthalib. <ref>Nasab Bani Harits dan Bani Abi Lahab juga sampai kepada Abdul Muthalib. Dapat dirujuk dalam kitab ‘Amdata al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thālib yang ditulis oleh Jalamuddin Ahmad bin Ali Husaini, yang lebih dikenal dengan nama Ibn Ghanabah (w. 828 H). </ref> | ||
{{Silsilah keluarga Nabi}} | {{Silsilah keluarga Nabi}} | ||
==Nama dan Kunyah== | ==Nama dan Kunyah== | ||
Nabi asli Abdul | Nabi asli Abdul Mutthalib yaitu Syaibah dan kunyahnya adalah Abul Harits.<ref>Ibnu Abdul Barra, jld. 1, hlm. 27. </ref> Disebutkan pula bahwa ia memiliki nama lainnya, diantaranya: Amir, Sayid al-Bathaha’, Saqi al-Hajaij, Saqi al-Ghaits, Ghaits al-Wara fi al-‘Am al-Jadab, Abu al-Sadat al-‘asyarah, Abd al-Muthalib, Hafir Zam-zam <ref>Bihār al-Anwār, jld. 15, hlm. 128. </ref>, Ibrahim Tsani <ref>Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 11, Beirutm 1379 H. </ref> dan Fayyadzh. | ||
Yang menjadi penyebab ia lebih dikenal dengan sebutan Abdul | Yang menjadi penyebab ia lebih dikenal dengan sebutan Abdul Mutthalib: Setelah beberapa tahun pasca wafatnya Hasyim, Muththalib (paman Abdul Mutthalib) membawanya dari kota [[Yastrib]] ke kota [[Mekah]]. <ref>Tārikh al-Thabari/terj, jld. 3, hlm. 802. </ref>Sewaktu warga kota Mekah dan Quraisy melihat Abdul Mutthalib memasuki kota bersama pamannya, mereka menganggapnya sebagai budak yang dibawa Muththalib dari kota Yastrib, dengan itu dinamai Abdul Mutthalib (budak atau hamba sahaya dari Muththalib), meski mereka menyadari kekeliruan itu, nama Abdul Mutthalib oleh penduduk Mekah terus dilekatkan padanya. <ref>Rasul Mahlati, Sayid Hasyim, Zendeghi Muhammad saw, jld. 1, hlm. 91. </ref> | ||
==Hari Kelahiran== | ==Hari Kelahiran== | ||
Hasyim ayah Abdul Muthalib dalam perjalanannya ke Yastrib, ia menikah dengan Salma binti ‘Amru bin Zaid dari Thaifah Bani Najar. <ref>Ansāb al-asyrāf, jld. 1, hlm. 65. </ref> | Hasyim ayah Abdul Muthalib dalam perjalanannya ke Yastrib, ia menikah dengan Salma binti ‘Amru bin Zaid dari Thaifah Bani Najar. <ref>Ansāb al-asyrāf, jld. 1, hlm. 65. </ref> | ||
Sebelum kelahiran puteranya Abdul Muthalib (Syaibah), Hasyim melakukan perjalananan ke kota Gaza Palestina namun meninggal dunia di kota tersebut, dan di tempat itu pula ia dimakamkan. <ref>Ansāb al-asyrāf, jld. 1, hlm. 65. </ref> Beragam pendapat dari ahli sejarah menyebutkan Abdul | Sebelum kelahiran puteranya Abdul Muthalib (Syaibah), Hasyim melakukan perjalananan ke kota Gaza Palestina namun meninggal dunia di kota tersebut, dan di tempat itu pula ia dimakamkan. <ref>Ansāb al-asyrāf, jld. 1, hlm. 65. </ref> Beragam pendapat dari ahli sejarah menyebutkan Abdul Mutthalib bersama ibunya di kota Yastrib selama 7 tahun, ada pula yang menyebut lebih dari itu. <ref>Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 137. </ref> Tidak berselang lama, Muththalib pamannya sengaja ke kota [[Yastrib]] untuk menjemputnya dan membawanya kembali ke kota [[Mekah]]. <ref>Rasuli Mahlati, Sayid Hasyim, Zendeghi Muhamamd saw, jld. 1, hlm. 91. </ref> | ||
==Menjadi Pembesar di Kota Mekah== | ==Menjadi Pembesar di Kota Mekah== | ||
Muththalib setelah kematian saudaranya Hasyim, ia kemudian menjadi pengganti kedudukannya sebagai kepala kabilah. Setelah beberapa tahun berlalu, sewaktu berada di Yaman disebuah perkampungan bernama Radiman, ia meninggal dunia sehingga kedudukannya sebagai kepala kabilah jatuh ke tangan keponakannya, Abdul Muththalilb. Abdul | Muththalib setelah kematian saudaranya Hasyim, ia kemudian menjadi pengganti kedudukannya sebagai kepala kabilah. Setelah beberapa tahun berlalu, sewaktu berada di Yaman disebuah perkampungan bernama Radiman, ia meninggal dunia sehingga kedudukannya sebagai kepala kabilah jatuh ke tangan keponakannya, Abdul Muththalilb. Abdul Mutthalib berkat kecakapan, kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, semua kaum Quraisy ridha dengan kepemimpinannya.<ref>Ibn Sa’ad, al-Thabaqāt al-Kubra, jld. 1, hlm. 77, Tārikh Ibn Khaldun, jld. 1, hlm. 365. </ref> | ||
==Kepribadian Abdul | ==Kepribadian Abdul Mutthalib== | ||
Ya’qubi mengatakan, ''“Abdul | Ya’qubi mengatakan, ''“Abdul Mutthalib sewaktu memegang kedudukan sebagai kepala kabilah, tidak disertai dengan persaingan. Allah swt tidak memberikan kecakapan dan kemampuan memimpin pada siapapun dizamannya sebagaimana yang ia miliki. Dari [[sumur Zam-zam]] di Mekah sampai Dzu al-Haram di Thaif ia jamin kenyamanannya. Kaum Quraisy sendiri memberikan masing-masing hartanya kepada Abdul Mutthalib untuk dikelolah dan dibawah manajemennya tidak ada seorangpun warga yang mengalami kelaparan meskipun burung-burung di pegunungan juga tidak pernah ada yang kekurangan makanan. Mengenai hal tersebut, Abu Thalib pernah berkata, “Betapa kami memberikan makanan kepada masyarakat, sampai burung-burungpun merasa dikeyangkan oleh kedermawanan kami.”'' | ||
Semasa hidupnya, Abdul | Semasa hidupnya, Abdul Mutthalib sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Ia meyakini tauhid dan memiliki ilmu ma’rifat mengenai [[Allah swt]] sehingga jika ia bernadzar atau bersumpah maka ia niatkan karena Allah swt. Sebagian dari sunnah yang dijaganya, disebutkan dalam [[Al-Qur’an]]. <ref>Terj. Tarikh Ya’qubi, jld. 1, hlm. 363. </ref> | ||
Ya’qubi meriwayatkan hadis yang sanadnya sampai ke [[Nabi Muhammad saw]], bahwa ia bersabda, ''“Allah swt mengumpulkan pada kakek saya –Abdul | Ya’qubi meriwayatkan hadis yang sanadnya sampai ke [[Nabi Muhammad saw]], bahwa ia bersabda, ''“Allah swt mengumpulkan pada kakek saya –Abdul Mutthalib- silsilah kenabian dan keagungan para bangsawan.”'' <ref>Terj. Tarikh Ya’qubi, jld. 1, hlm. 363. </ref> | ||
==Pasukan Bergajah== | ==Pasukan Bergajah== | ||
Berdasarkan catatan sejarah, baik dalam periwayatan Islam maupun kesaksian warga setempat, peristiwa penyerangan ke kota [[Mekah]] oleh tentara Abrahah yang dikenal dengan istilah ''ashab al-Fil'' (Pasukan Bergajah) yang hendak menghancurkan [[Ka’bah]] terjadi pada masa Abdul | Berdasarkan catatan sejarah, baik dalam periwayatan Islam maupun kesaksian warga setempat, peristiwa penyerangan ke kota [[Mekah]] oleh tentara Abrahah yang dikenal dengan istilah ''ashab al-Fil'' (Pasukan Bergajah) yang hendak menghancurkan [[Ka’bah]] terjadi pada masa Abdul Mutthalib sebagai kepala kabilah dan pimpinan di kota Mekah. <ref>Akhbār al-Thawāl/terj. hlm. 92. </ref> Sewaktu memasuki kota Mekah, tentara Abrahah merampas unta-unta milik penduduk Mekah. Ketika mendapatkan laporan tersebut, Abdul Mutthalib menemui Abrahah dan memprotes tindakannya. Ia meminta agar unta-unta yang dirampas tentara Abrahah untuk segera dikembalikan kepada pemiliknya. Abrahah mengatakan, “Aku pikir kamu datang untuk berdialog untuk mencegah niatku menghancurkan Ka’bah.” | ||
Abdul | Abdul Mutthalib, ''“Saya adalah penanggungjawab dan penjaga dari unta-unta yang tentara anda rampas. Sementara Ka’bah, ada pemiliknya sendiri yang akan menjaganya.”'' | ||
Sehabis menyampaikan hal tersebut, ia kembali ke kota Mekah dan memerintahkan kepada penduduk kota Mekah untuk berlindung di balik bukit sembari membawa harta benda mereka untuk diselamatkan. <ref>Affarinasy wa Thārikh/terj, jld. 1, hlm. 532. </ref> Hari berikutnya, terjadilah peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika pasukan bergajah Abrahah hendak menghancurkan Ka’bah, tiba-tiba berdatangan sekelompok burung dari langit yang menyerang pasukan tersebut sehingga pasukan tersebut kocar-kacir. Banyak dari pasukan bergajah tersebut yang tewas dan sebagian kecil dari mereka melarikan diri.<ref>Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 47. </ref> | Sehabis menyampaikan hal tersebut, ia kembali ke kota Mekah dan memerintahkan kepada penduduk kota Mekah untuk berlindung di balik bukit sembari membawa harta benda mereka untuk diselamatkan. <ref>Affarinasy wa Thārikh/terj, jld. 1, hlm. 532. </ref> Hari berikutnya, terjadilah peristiwa yang sangat menakjubkan. Ketika pasukan bergajah Abrahah hendak menghancurkan Ka’bah, tiba-tiba berdatangan sekelompok burung dari langit yang menyerang pasukan tersebut sehingga pasukan tersebut kocar-kacir. Banyak dari pasukan bergajah tersebut yang tewas dan sebagian kecil dari mereka melarikan diri.<ref>Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 47. </ref> |