Lompat ke isi

Imam Ali al-Ridha as: Perbedaan antara revisi

178 bita ditambahkan ,  18 November 2016
imported>Esmail
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Esmail
Baris 84: Baris 84:
==Imamah==
==Imamah==
Masa imamahnya paska ayahandanya berlangsung selama 20 tahun (183-203 H) yang bertepatan dengan masa khilafah Harun al-Rasyid, Muhammad Amin (3 tahun 25 hari), Ibrahim bin Mahdi yang lebih dikenal sebagai Ibnu Syiklah (14 hari), kemudian kembali Muhammad Amin (1 tahun dan 7 bulan), Makmun (20 tahun dimana 5 tahun akhir usia Imam Ridha [198 hingga 203 H] bertepatan dengan pemerintahan Makmun). <ref>Al-Thabarsi, jld. 2, hlm. 41-42, 1417 H. </ref>
Masa imamahnya paska ayahandanya berlangsung selama 20 tahun (183-203 H) yang bertepatan dengan masa khilafah Harun al-Rasyid, Muhammad Amin (3 tahun 25 hari), Ibrahim bin Mahdi yang lebih dikenal sebagai Ibnu Syiklah (14 hari), kemudian kembali Muhammad Amin (1 tahun dan 7 bulan), Makmun (20 tahun dimana 5 tahun akhir usia Imam Ridha [198 hingga 203 H] bertepatan dengan pemerintahan Makmun). <ref>Al-Thabarsi, jld. 2, hlm. 41-42, 1417 H. </ref>
Sebagian orang yang mengutip hadis-hadis dari Imam Musa bin Ja'far As atas imamah putranya Ali bin Musa al-Ridha adalah: Daud bin Katsir al-Riqqi, Muhammad bin Ishaq bin Ammar, Ali bin Yaqthin, Na'im al-Qabusi, al-Husain bin al-Mukhtar, Ziyad bin Marwan, al-Makhzumi, Daud bin Sulaiman, Nashr bin Qabus, Daud bin Zarbi, Yazid bin Sillith dan Muhammad bin Sanan. <ref>Al-Mufid, hlm. 448. </ref>
Sebagian orang yang mengutip hadis-hadis dari [[Imam Musa bin Ja'far As]] atas imamah putranya Ali bin Musa al-Ridha adalah: Daud bin Katsir al-Riqqi, Muhammad bin Ishaq bin Ammar, Ali bin Yaqthin, Na'im al-Qabusi, al-Husain bin al-Mukhtar, Ziyad bin Marwan, al-Makhzumi, Daud bin Sulaiman, Nashr bin Qabus, Daud bin Zarbi, Yazid bin Sillith dan Muhammad bin Sanan. <ref>Al-Mufid, hlm. 448. </ref>


Di samping banyak dalil riwayat, akseptablitas Imam Ridha As di kalangan Syiah dan keunggulan ilmu dan akhlaknya menetapkan bahwa imamah layak untuk disandang olehnya meski masalah imamah pada akhir-akhir hidup Imam Musa bin Ja'far cukup pelik dan sulit namun kebanyakan sahabat Imam Kazhim As menerima bahwa Imam Ridha As adalah pelanjut dan khalifah mereka yang ditunjuk dari sisi Imam Musa Kazhim As. <ref>Ja’fariyan, 1381 S, hlm. 427. </ref>
Di samping banyak dalil riwayat, akseptablitas Imam Ridha As di kalangan [[Syiah]] dan keunggulan ilmu dan akhlaknya menetapkan bahwa [[imamah]] layak untuk disandang olehnya meski masalah imamah pada akhir-akhir hidup [[Imam Musa bin Ja'far As|Imam Musa bin Ja'far]] cukup pelik dan sulit namun kebanyakan sahabat Imam Kazhim As menerima bahwa Imam Ridha As adalah pelanjut dan khalifah mereka yang ditunjuk dari sisi Imam Musa Kazhim As. <ref>Ja’fariyan, 1381 S, hlm. 427. </ref>


===Perjalanan ke Khurasan===
===Perjalanan ke Khurasan===
Disebutkan bahwa hijrah Imam Ridha As dari Madinah ke Marw terjadi pada tahun 200 H. <ref> ‘Irfan Manesy, 1374 S, hlm. 18. </ref>
Disebutkan bahwa hijrah Imam Ridha As dari [[Madinah]] ke Moro terjadi pada tahun 200 H. <ref> ‘Irfan Manesy, 1374 S, hlm. 18. </ref>Penulis buku ''Hayāt Fikri wa Siyāsi Imāmān Syiah'' berkata, ''"Imam Ridha hingga tahun 201 berada di Madinah dan pada bulan Ramadhan tahun tersebut tiba di Moro."'' <ref>Ja’fariyan, 1381 S, hlm. 426. </ref>
Penulis buku Hayāt Fikri wa Siyāsi Imāmān Syiah berkata, "Imam Ridha hingga tahun 201 berada di Madinah dan pada bulan Ramadhan tahun tersebut tiba di Marw." <ref>Ja’fariyan, 1381 S, hlm. 426. </ref>


Dalam Tārikh Ya'qubi tertulis bahwa Makmun membawa Imam Ridha As dari Madinah ke Khurasan. Orang yang ditugasi untuk mengantar Imam Ridha As dari Madinah ke Khurasan adalah Raja bin Abi Dhahak kerabat Fadhl bin Sahal. Mereka membawa Imam Ridha As melalui Bashrah hingga sampai di Marw. <ref>Ya'qubi, jld. 2, hlm. 465, 1378 S. </ref>
Dalam ''Tārikh Ya'qubi'' tertulis bahwa Makmun membawa Imam Ridha As dari [[Madinah]] ke Khurasan. Orang yang ditugasi untuk mengantar Imam Ridha As dari Madinah ke Khurasan adalah Raja bin Abi Dhahak kerabat Fadhl bin Sahal. Mereka membawa Imam Ridha As melalui Bashrah hingga sampai di Moro. <ref>Ya'qubi, jld. 2, hlm. 465, 1378 S. </ref>
Jalur yang dipilih oleh Makmun untuk ditempuh oleh Imam Ridha As sampai di Marw adalah jalur yang telah ditentukan supaya Imam Ridha tidak melewati perkampungan Syiah. Makmun menghindari hal itu terjadi sehingga ia menginstruksikan supaya Imam Ridha tidak dibawa melalui Kufah dan harus lewat Bashrah, Khuzistan, Fars hingga Naisyabur. <ref>Ya'qubi, jld. 2, hlm. 465, 1378 S. </ref>
Jalur yang dipilih oleh Makmun untuk ditempuh oleh Imam Ridha As sampai di Moro adalah jalur yang telah ditentukan supaya Imam Ridha tidak melewati perkampungan Syiah. Makmun menghindari hal itu terjadi sehingga ia menginstruksikan supaya Imam Ridha tidak dibawa melalui Kufah dan harus lewat Bashrah, Khuzistan, Fars hingga Naisyabur. <ref>Ya'qubi, jld. 2, hlm. 465, 1378 S. </ref>


Jalur yang dilalui oleh Imam Ridha As sesuai dengan buku Athlās Syiah adalah sebagai berikut: Madinah, Naqrah, Husjah, Nabbaj, Hafr Abu Musa, Basrah, Ahwaz, Bahbahan, Isthkhar, Abrquh, Dahsyir (Farasyah), Yazd, Kharaniq, Ribath Pusytbam, Naisyabur, Qadamgah, Dahsurkh, Thus, Sarkhus, Marw. <ref>Ja'fariyan, hlm. 95, 1387 S. </ref>
Jalur yang dilalui oleh Imam Ridha As sesuai dengan buku Athlās [[Syiah]] adalah sebagai berikut: [[Madinah]], Naqrah, Husjah, Nabbaj, Hafr Abu Musa, Basrah, Ahwaz, Bahbahan, Isthkhar, Abrquh, Dahsyir (Farasyah), Yazd, Kharaniq, Ribath Pusytbam, Naisyabur, Qadamgah, Dahsurkh, Thus, Sarkhus, Marw. <ref>Ja'fariyan, hlm. 95, 1387 S. </ref>
Syaikh Mufid berkata, "Makmun mengundang sekelompok orang dari keluarga Abu Thalib dari Madinah di antaranya adalah Imam Ridha As." Berbeda dengan Ya'qubi, ia menganggap bahwa utusan Makmun itu adalah Jaludi dan katanya ia membawa Imam Ridha ke hadapan Makmun melalui Basrah. Ia menempatkan mereka di sebuah rumah dan Imam Ridha As di tempat lain dengan penuh penghormatan dan takzim. <ref>Al-Mufid, Op cit, hlm. 455. </ref>
[[Syaikh Mufid]] berkata, ''"Makmun mengundang sekelompok orang dari keluarga Abu Thalib dari Madinah di antaranya adalah Imam Ridha As." Berbeda dengan Ya'qubi, ia menganggap bahwa utusan Makmun itu adalah Jaludi dan katanya ia membawa Imam Ridha ke hadapan Makmun melalui Basrah. Ia menempatkan mereka di sebuah rumah dan Imam Ridha As di tempat lain dengan penuh penghormatan dan takzim."'' <ref>Al-Mufid, Op cit, hlm. 455. </ref>


===Penyampaian Hadis Silsilah al-Dzahab===
===Penyampaian Hadis Silsilah al-Dzahab===
Peristiwa yang paling penting dan terdokumentasi paling baik dari jalur ini adalah penyampaian hadis makruf Silsilah al-Dzahab (Mata Rantai Emas) oleh Imam Ridha di kota Nasiyabur. <ref>Fadhlullah, hlm. 133, 1377 S. </ref>
Peristiwa yang paling penting dan terdokumentasi paling baik dari jalur ini adalah penyampaian hadis makruf ''Silsilah al-Dzahab'' (Mata Rantai Emas) oleh Imam Ridha di kota Nasiyabur. <ref>Fadhlullah, hlm. 133, 1377 S. </ref>


Ishak bin Rahwiyah berkata, “Sewaktu Imam Ridha As dalam perjalanan ke Khurasan dan tiba di Naisyabur, para ahli hadis berkumpul dan berkata, “Wahai Putra Rasulullah anda datang ke kota kami dan anda tidak memanfaatkan itu dengan menjelaskan hadis kepada kami?” Mendengarkan permintaan itu, Imam Ridha As mengeluarkan kepalanya dari tenda dan mengatakan:
Ishak bin Rahwiyah berkata, “Sewaktu Imam Ridha As dalam perjalanan ke Khurasan dan tiba di Naisyabur, para ahli hadis berkumpul dan berkata, “Wahai Putra Rasulullah anda datang ke kota kami dan anda tidak memanfaatkan itu dengan menjelaskan hadis kepada kami?” Mendengarkan permintaan itu, Imam Ridha As mengeluarkan kepalanya dari tenda dan mengatakan:
Aku mendengar dari ayahku Musa bin Ja’far, dia berkata mendengar dari ayahnya, Ja’far bin Muhammad yang berkata mendengar dari ayahnya Muhammad bin Ali yang berkata mendengar dari ayahnya Ali bin al-Husain yang mendengar dari ayahnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As yang berkata mendengar dari Rasulullah Saw yang berkata mendengar dari Jibril As yang berkata, Allah Swt berfirman:  
Aku mendengar dari ayahku Musa bin Ja’far, dia berkata mendengar dari ayahnya, Ja’far bin Muhammad yang berkata mendengar dari ayahnya Muhammad bin Ali yang berkata mendengar dari ayahnya Ali bin al-Husain yang mendengar dari ayahnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As yang berkata mendengar dari [[Rasulullah Saw]] yang berkata mendengar dari Jibril As yang berkata, [[Allah Swt]] berfirman:  
Kalimat Laa ilaha illaLlah adalah pagar dan bentengku. Barang siapa yang masuk kedalamnya maka dia akan aman dari azab.  
Kalimat ''Laa ilaha illaLlah'' adalah pagar dan bentengku. Barang siapa yang masuk kedalamnya maka dia akan aman dari azab.  
Setelah itu Imam Ridha As berkata, “Tapi dengan syarat-syarat, dan aku adalah salah satu dari syarat-syarat itu.” <ref>Shaduq, Tsawāb al-A’māl wa ‘Iqāb al-A’māl, hlm. 21-22. </ref>
Setelah itu Imam Ridha As berkata, “Tapi dengan syarat-syarat, dan aku adalah salah satu dari syarat-syarat itu.” <ref>Shaduq, Tsawāb al-A’māl wa ‘Iqāb al-A’māl, hlm. 21-22. </ref>


[[File:Dar_al-Hujjah.jpg|thumbnail|300 px|Serambi Dar al-Hujjah Haram Radhawi]]
[[File:Dar_al-Hujjah.jpg|thumbnail|300 px|Serambi Dar al-Hujjah Haram Radhawi]]


===Wilāyah Ahd Makmun===
===Wilāyah Ahd Makmun===
Setelah Imam Ridha As berdiam di Marw, Makmun mengutus seseorang ke kediaman Imam Ridha As dan menyampaikan bahwa dirinya ingin lengser dari khilafah dan menyerahkan urusan khilafah ini kepada Imam Ridha. Imam Ridha As dimintai pendapat tentang hal ini. Imam dengan tegas menolak usulan Makmun. Setelah itu, Makmun meminta supaya wilāyah ahd ini diserahkan kepadanya usai diterima oleh Imam Ridha. Imam Ridha As tetap menolak dengan tegas. Di sini Makmun meminta Imam Ridha As untuk datang ke rumahnya. Imam Ridha As datang ke kediaman Makmun dimana tiada orang selain Makmun, Imam Ridha dan Fadhl bin Shal Dzu al-Riyāsatain (orang yang merangkap dua jabatan militer dan sipil). "Saya ingin menyerahkan urusan kaum Muslimin kepada Anda dan dan melepaskan diriku dari tanggung-jawab dengan menyerahkannya kepada Anda." Ujar Makmun. "Wahai Amiral Mukminin! Demi Allah! Demi Allah! Saya tidak kuasa memikul beban ini dan juga tidak memiliki kemampuan untuk hal itu." Jawab Imam Ridha As. "Saya akan serahkan urusan wilāyah ahd kepada Anda setelahku." Tawar Makmun lagi. "Maafkanlah saya dari urusan ini wahai Amiral Mukminin." Tegas Imam Ridha As. "Umar bin Khattab membuat syura beranggotakan enam orang untuk memilih khalifah. Di antara mereka terdapat datukmu, Amirul Mukminin, 'Ali bin Abi Thalib. Umar mensyaratkan bahwa siapa yang menentang keputusan syura harus dipenggal kepalanya. Jadi, tidak ada jalan lain kecuali menerima apa yang saya tawarkan kepada Anda." Ujar Makmun dengan nada mengancam. "Aku akan setuju dengan apa yang engkau tawarkan kepadaku, dengan syarat bahwa aku tidak memerintah, tidak memberikan komando, tidak membuat keputusan-keputusan hukum, tidak menjadi hakim, tidak menunjuk, tidak memecat, tidak mengganti apa yang kini sudah ada." Pungkas Imam Ridha As. Makmun menerima semua syarat yang diajukan oleh Imam Ridha As. <ref>Al-Mufid, Op cit, hlm. 455-456, </ref>
Setelah Imam Ridha As berdiam di Moro, Makmun mengutus seseorang ke kediaman Imam Ridha As dan menyampaikan bahwa dirinya ingin lengser dari khilafah dan menyerahkan urusan khilafah ini kepada Imam Ridha. Imam Ridha As dimintai pendapat tentang hal ini. Imam dengan tegas menolak usulan Makmun. Setelah itu, Makmun meminta supaya wilāyah ahd ini diserahkan kepadanya usai diterima oleh Imam Ridha. Imam Ridha As tetap menolak dengan tegas. Di sini Makmun meminta Imam Ridha As untuk datang ke rumahnya. Imam Ridha As datang ke kediaman Makmun dimana tiada orang selain Makmun, Imam Ridha dan Fadhl bin Shal Dzu al-Riyāsatain (orang yang merangkap dua jabatan militer dan sipil). ''"Saya ingin menyerahkan urusan kaum Muslimin kepada Anda dan dan melepaskan diriku dari tanggung-jawab dengan menyerahkannya kepada Anda."'' Ujar Makmun. ''"Wahai Amiral Mukminin! Demi Allah! Demi Allah! Saya tidak kuasa memikul beban ini dan juga tidak memiliki kemampuan untuk hal itu."'' Jawab Imam Ridha As. ''"Saya akan serahkan urusan wilāyah ahd kepada Anda setelahku."'' Tawar Makmun lagi. ''"Maafkanlah saya dari urusan ini wahai Amiral Mukminin."'' Tegas Imam Ridha As. ''"Umar bin Khattab membuat syura beranggotakan enam orang untuk memilih khalifah. Di antara mereka terdapat datukmu, Amirul Mukminin, 'Ali bin Abi Thalib. Umar mensyaratkan bahwa siapa yang menentang keputusan syura harus dipenggal kepalanya. Jadi, tidak ada jalan lain kecuali menerima apa yang saya tawarkan kepada Anda."'' Ujar Makmun dengan nada mengancam. ''"Aku akan setuju dengan apa yang engkau tawarkan kepadaku, dengan syarat bahwa aku tidak memerintah, tidak memberikan komando, tidak membuat keputusan-keputusan hukum, tidak menjadi hakim, tidak menunjuk, tidak memecat, tidak mengganti apa yang kini sudah ada."'' Pungkas Imam Ridha As. Makmun menerima semua syarat yang diajukan oleh Imam Ridha As. <ref>Al-Mufid, Op cit, hlm. 455-456, </ref>


Dengan demikian, Makmun pada hari Senin, 7 Ramadhan 201 H memberikan baiat kepada putra makhota setelahnya dan memakaikan pakaian hijau kepada masyarakat sebagai ganti pakaian hitam (pakaian yang dikenakan oleh Abu Muslim Khurasani dan pengikutnya yang boleh jadi mengikuti bendera Rasulullah Saw atau sebagai tanda duka cita para syahid Ahlulbait Rasulullah Saw).  
Dengan demikian, Makmun pada hari Senin, 7 Ramadhan 201 H memberikan baiat kepada putra makhota setelahnya dan memakaikan pakaian hijau kepada masyarakat sebagai ganti pakaian hitam (pakaian yang dikenakan oleh Abu Muslim Khurasani dan pengikutnya yang boleh jadi mengikuti bendera [[Rasulullah Saw]] atau sebagai tanda duka cita para syahid [[Ahlulbait]] Rasulullah Saw).  
Makmun menuliskan instruksi ini di seluruh penjuru kota dan meminta warga masyarakat untuk berbaiat kepada Imam Ridha As serta membacakan namanya di mimbar-mimbar khutbah. Di samping itu, Makmun mencetak koin Dinar dan Dirham dengan nama Imam Ridha As. Seluruh masyarakat mengikuti titah ini kecuali seseorang yang enggan mengenakan pakaian hijau yaitu Ismail bin Ja'far bin Sulaiman bin Ali Hasyimi. <ref>Ya’qubi, Op cit, hlm. 465. </ref>
Makmun menuliskan instruksi ini di seluruh penjuru kota dan meminta warga masyarakat untuk berbaiat kepada Imam Ridha As serta membacakan namanya di mimbar-mimbar khutbah. Di samping itu, Makmun mencetak koin Dinar dan Dirham dengan nama Imam Ridha As. Seluruh masyarakat mengikuti titah ini kecuali seseorang yang enggan mengenakan pakaian hijau yaitu Ismail bin Ja'far bin Sulaiman bin Ali Hasyimi. <ref>Ya’qubi, Op cit, hlm. 465. </ref>


===Penyelenggaraan Majelis Debat ===
===Penyelenggaraan Majelis Debat ===
Setelah membawa Imam Ridha ke Moro, Makmun mengadakan beberapa pertemuan ilmiah dengan menghadirkan ulama dari beberapa mazhab dan agama. Dalam beberapa pertemuan ini, berlangsung perdebatan antara Imam Ridha As dan ulama lainnya yang secara umum berkisar tentang masalah-masalah ideologi dan fikih. Sebagian dari debat ini disebutkan oleh Thabarsi dalam Ihtijāj. <ref>Ja'fariyan, hlm. 442, 1381 S. </ref>
Setelah membawa Imam Ridha ke Moro, Makmun mengadakan beberapa pertemuan ilmiah dengan menghadirkan ulama dari beberapa mazhab dan agama. Dalam beberapa pertemuan ini, berlangsung perdebatan antara Imam Ridha As dan ulama lainnya yang secara umum berkisar tentang masalah-masalah ideologi dan fikih. Sebagian dari debat ini disebutkan oleh Thabarsi dalam ''Ihtijāj''. <ref>Ja'fariyan, hlm. 442, 1381 S. </ref>
Sebagian dari debat (atau ihtijajāj) adalah: <ref>Silakan lihat: al-Tabarsi, jld. 2, 1403 H, hlm. 396 dst. </ref>
Sebagian dari debat (atau ihtijajāj) adalah: <ref>Silakan lihat: al-Tabarsi, jld. 2, 1403 H, hlm. 396 dst. </ref>
*Debat tentang masalah Tauhid dan Keadilan
*Debat tentang masalah [[Tauhid]] dan Keadilan
*Debat tentang masalah Imamah
*Debat tentang masalah [[Imamah]]
*Debat dengan Marwazi
*Debat dengan Marwazi
*Debat dengan Abi Qurah
*Debat dengan Abi Qurah
Baris 127: Baris 125:
*Debat dengan pimpinan Shabaiyyah
*Debat dengan pimpinan Shabaiyyah


Makmun dengan menyeret Imam Ridha As dalam acara debat bermaksud ingin menghilangkan anggapan dan gambaran masyarakat tentang para imam Ahlulbait sebagai pemilik ilmu khusus misalnya (ilmu ladunni). Syaikh Shaduq dalam hal ini menulis, "Makmun mendudukan ulama level atas dari setiap firkah yang ada untuk berhadap-hadapan (berdebat) dengan Imam Ridha As sehingga dengan demikian ia dapat membuat pamor Imam Ridha As jatuh dengan perantara ulama tersebut. Hal ini dilakukan Makmun karena sifat hasud terhadap imam, kedudukan ilmu dan sosial imam di tengah masyarakat. Namun tiada satu pun dari ulama yang mampu menandingi imam kecuali mengakui keutamaan dan argumen yang disuguhkan Imam Ridha As yang membuat mereka tertegun dan menerimanya." <ref>'Uyūn Akhbār al-Ridhā, jld. 1, hlm. 152, sesuai nukilan dari Ja'fariyan, hlm. 442. </ref>  Buntut dari acara debat ini memunculkan banyak persoalan bagi Makmun. Tatkala ia mengetahui akibat buruk dari pengadaan acaara-acara seperti ini maka ia segera mengambil langkah membatasi gerak Imam Ridha As. Diriwayatkan dari Abdus Salam Harawi bahwa ia mengabarkan kepada Makmun, "Imam Ridha As mengadakan pelajaran-pelajaran teologis sehingga membuat orang-orang menjadi kagum kepadanya." Makmun menugaskan Muhammad bin Amru Thusi untuk menghalau masyarakat supaya tidak menghadiri majelis tersebut. Kemudian Imam mengutuk Makmun atas perbuatan ini<ref>Ja'fariyan, hlm. 442, 1381 S. </ref>
Makmun dengan menyeret Imam Ridha As dalam acara debat bermaksud ingin menghilangkan anggapan dan gambaran masyarakat tentang para imam [[Ahlulbait]] sebagai pemilik ilmu khusus misalnya (ilmu ladunni). [[Syaikh Shaduq]] dalam hal ini menulis, ''"Makmun mendudukan ulama level atas dari setiap firkah yang ada untuk berhadap-hadapan (berdebat) dengan Imam Ridha As sehingga dengan demikian ia dapat membuat pamor Imam Ridha As jatuh dengan perantara ulama tersebut. Hal ini dilakukan Makmun karena sifat hasud terhadap imam, kedudukan ilmu dan sosial imam di tengah masyarakat. Namun tiada satu pun dari ulama yang mampu menandingi imam kecuali mengakui keutamaan dan argumen yang disuguhkan Imam Ridha As yang membuat mereka tertegun dan menerimanya."'' <ref>'Uyūn Akhbār al-Ridhā, jld. 1, hlm. 152, sesuai nukilan dari Ja'fariyan, hlm. 442. </ref>  Buntut dari acara debat ini memunculkan banyak persoalan bagi Makmun. Tatkala ia mengetahui akibat buruk dari pengadaan acaara-acara seperti ini maka ia segera mengambil langkah membatasi gerak Imam Ridha As. Diriwayatkan dari Abdus Salam Harawi bahwa ia mengabarkan kepada Makmun, ''"Imam Ridha As mengadakan pelajaran-pelajaran teologis sehingga membuat orang-orang menjadi kagum kepadanya."'' Makmun menugaskan Muhammad bin Amru Thusi untuk menghalau masyarakat supaya tidak menghadiri majelis tersebut. Kemudian Imam mengutuk Makmun atas perbuatan ini<ref>Ja'fariyan, hlm. 442, 1381 S. </ref>


[[File:Ravaqdarhujjah.jpg|thumbnail|400 px|right|Serambi Dar al-Hujjah Haram Radhawi]]
[[File:Ravaqdarhujjah.jpg|thumbnail|400 px|right|Serambi Dar al-Hujjah Haram Radhawi]]
Baris 141: Baris 139:
}}
}}


Usai dibaiat sebagai calon pengganti khalifah (pada 7 Ramadhan 201). Setelah beberapa hari, tibalah hari pertama dari bulan Syawal, yaitu Hari Raya Idul Fitri. Satu hari sebelumnya, Makmun meminta Imam Ridha As untuk menjadi imam shalat Id. Namun Imam Ridha As berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati sebelumnya menolak untuk menjadi imam salat Id. Makmun mendesak dan Imam Ridha As mau tak mau menerima dan berkata, "Kalau begitu saya akan menunaikan salat (Id) sebagaimana Rasulullah Saw." Orang-orang menantikan keluarnya Imam Ridha As laksana menantikan para khalifah dengan adab dan perayaan tertentu namun tercengang melihat berjalan dengan kaki telanjang sembari berkata takbir. Para pemimpin lasykar yang mengenakan pakaian resmi dan biasanya perayaan berlaku seperti ini, dengan melihat kondisi yang ada, turun dari kuda-kuda mereka dan melepaskan sepatu-sepatunya mengikuti imam sambil menangis dan membaca takbir. Setiap langkah yang diayunkan oleh Imam Ridha diiringi dengan tiga kali ucapan takbir. Disebutkan bahwa Fadhl berkata kepada Makmun, "Apabila Imam Ridha seperti ini sampai di tempat salat, maka orang-orang akan semakin banyak berkerumun dan mengaguminya. Lebih baik Anda memintanya untuk kembali." Makmun segera mengutus seseorang dan meminta Imam Ridha As untuk kembali. Lalu Imam Ridha As meminta sepatunya kemudian memasangnya lalu menaiki kendaraan dan kembali. <ref>Ja'fariyan, hlm. 443-444, 1381 S. </ref>
Usai dibaiat sebagai calon pengganti khalifah (pada 7 Ramadhan 201). Setelah beberapa hari, tibalah hari pertama dari bulan [[Syawal]], yaitu [[Idul Fitri|Hari Raya Idul Fitri]]. Satu hari sebelumnya, Makmun meminta Imam Ridha As untuk menjadi imam shalat Id. Namun Imam Ridha As berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati sebelumnya menolak untuk menjadi imam salat Id. Makmun mendesak dan Imam Ridha As mau tak mau menerima dan berkata, "Kalau begitu saya akan menunaikan salat (Id) sebagaimana [[Rasulullah Saw]]." Orang-orang menantikan keluarnya Imam Ridha As laksana menantikan para khalifah dengan adab dan perayaan tertentu namun tercengang melihat berjalan dengan kaki telanjang sembari berkata takbir. Para pemimpin lasykar yang mengenakan pakaian resmi dan biasanya perayaan berlaku seperti ini, dengan melihat kondisi yang ada, turun dari kuda-kuda mereka dan melepaskan sepatu-sepatunya mengikuti imam sambil menangis dan membaca takbir. Setiap langkah yang diayunkan oleh Imam Ridha diiringi dengan tiga kali ucapan takbir. Disebutkan bahwa Fadhl berkata kepada Makmun, ''"Apabila Imam Ridha seperti ini sampai di tempat salat, maka orang-orang akan semakin banyak berkerumun dan mengaguminya. Lebih baik Anda memintanya untuk kembali."'' Makmun segera mengutus seseorang dan meminta Imam Ridha As untuk kembali. Lalu Imam Ridha As meminta sepatunya kemudian memasangnya lalu menaiki kendaraan dan kembali. <ref>Ja'fariyan, hlm. 443-444, 1381 S. </ref>


==Kesyahidan==
==Kesyahidan==
Pengguna anonim