Watan

Prioritas: c, Kualitas: c
tanpa navbox
Dari wikishia

Watan (bahasa Arab:وطن) dalam istilah fikih, adalah tempat kelahiran atau tempat tinggal seseorang. Seseorang yang menetap di watan harus mengerjakan salat secara sempurna dan ketika bulan Ramadhan harus mengerjakan puasa. Sementara jika keluar dari watan, seseorang dihukumi sebagai musafir dan dalam pelaksanaan salat dan puasanya harus sesuai dengan hukum musafir yang telah ditentukan. Menurut fikih Syiah, seseorang dapat meninggalkan watannya dan memilih tempat lain sebagai watannya yang baru, demikian pula bisa memiliki watan lebih dari satu.

Defenisi Watan

Watan dalam istilah fikih adalah tempat kelahiran (tumpah darah) desa atau kota atau tempat menetap seseorang dalam menjalani kehidupannya. [1] Penentuan watan, penting untuk mengetahui kewajiban ketika seseorang melakukan safar (perjalanan). Setiap orang yang berada di watannya sendiri harus mengerjakan salat secara sempurna dan wajib berpuasa kecuali jika dalam keadaan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat yang lain yang keluar dari watannya ataupun sekedar melewati watannya dan tidak memiliki niat untuk menetap. Dalam aturan fikih Syiah, watan terbagi atas tiga jenis [2] yang masing-masing memiliki hukum dan ketentuan sendiri.

Watan Asli

Watan asli seseorang adalah watan asalnya, yaitu tempat ayah dan ibunya atau tempat ia dilahirkan dan menetap di tempat tersebut dalam beberapa waktu. [3]

Watan 'Urf atau Mustajad

Watan 'Urfi atau mustajad adalah tempat yang dipilih seseorang sebagai watannya dikarenakan sebagai tempat menetap meskipun itu bukan tempat kelahirannya. Istilah lain yang biasanya digunakan adalah watan ikhtiari atau watan ittikhadzi. [4]

Watan Syar'i

Dalam defenisi para fukaha, watan syar'i adalah tempat seseorang dilahirkan atau dijadikan tempat menetap dan memiliki properti di tempat tersebut. Menurut pendapat yang masyhur dari kalangan fukaha Syiah, watan syar'i memiliki hukum yang sama dengan watan 'urf dan tidak dikatakan sebagai musafir jika berada di tempat tersebut. [5] Banyak dari fukaha yang tidak mengakui adanya watan syar'i dan berpendapat salat harus diqashar di tempat tersebut dan dikenai hukum sebagai musafir sehingga tidak wajib baginya berpuasa. Mereka berpendapat memiliki properti di sebuah tempat tidak menjadikan tempat tersebut serta merta mejadi watan. [6]

Watan Hukmi

Watan hukmi adalah tempat seseorang menetap lama namun tidak memiliki niat untuk tetap berada di tempat tersebut. Menurut sebagian fukaha, dikarenakan berada di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama maka ia dihukumi seperti watan 'urf dan seseorang wajib mengerjakan salat secara sempurna dan puasa di tempat tersebut. [7] Sementara sejumlah lainnya berpendapat watan hukmi tidak sebagaimana watan 'urf dan ketika berada di tempat tersebut dihukumi sebagai musafir. [8]

Meninggalkan Watan

Berdasarkan fatwa fukaha Syiah, seseorang dapat meninggalkan watan aslinya dan memutuskan untuk tidak menjadikan watan aslinya sebagai tempat menetap lagi yang dengan itu ia menentukan watan 'urf baginya. Setelah keluar dari watan aslinya, maka jika kembali di tempat tersebut untuk sementara waktu salat wajibnya dikerjakan secara qashar dan tidak diwajibkan baginya berpuasa. [9] Fukaha yang menerima adanya watan syar'i berpendapat tidak mungkin seseorang bisa mengabaikan watan syar'i dan dengan keberadaan propertinya di watan syar'i maka wajib baginya mengerjakan salat secara sempurna di tempat tersebut. [10]

Sejumlah besar dari fukaha Syiah meyakini meninggalkan watan adalah tindakan yang disengaja yang sebelumnya telah diniatkan memutuskan untuk tidak lagi menetap di tempat tersebut. [11] Sejumlah lainnya, menyebutkan meninggalkan watan adalah tindakan praktis yang artinya sewaktu seseorang beberapa tahun menetap di tempat yang baru maka tempat kelahiran atau tempat tinggalnya sebelumnya maka tidak lagi dihukumi sebagai watan kecuali jika memiliki niat untuk suatu waktu kembali lagi ke tempat tersebut untuk menetap. [12]

Memiliki Beberapa Watan

Berdasarkan fatwa fukaha Syiah seseorang dapat memiliki dua atau tiga watan lainnya selain watan asli. [13] Sementara beberapa fukaha lainnya tidak membolehkan seseorang memiliki dua watan. [14]

Hadis Hubbul Watan

Populer dikalangan masyarakat ucapan حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإیمانِ(mencintai tanah air bagian dari iman) dan dikenal sebagai hadis namun dalam kitab-kitab hadis klasik Syiah, kalimat ini tidak ditemukan. Kalimat ini terdapat dalam kitab Minhaj al-Bara'ah [15] yang merupakan kitab yang mensyarah Nahjul Balaghah yang ditulis pada abad 14 H dan juga terdapat dalam kitab Safinah al-Bahar [16] yang dinukil dari Mukaddimah Amal al-Amil Syaikh Hurr al-Amili. Namun kedua kitab tersebut tidak menuliskan sanadnya.

Catatan Kaki

  1. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 471-472
  2. Subhani, Dhiya al-Nazhir, hlm. 222
  3. Subhani, Dhiya al-Nazhir, hlm. 227
  4. Subhani, Dhiya al-Nazhir, hlm. 227
  5. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 473
  6. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 473
  7. Untuk contoh, lih. Markaz Melli Pasukhgui (Ahkam Musafir), hlm. 53, 68, 79 dan 113
  8. Untuk contoh, lih. Markaz Melli Pasukhgui (Ahkam Musafir), hlm. 19, 38, 45 dan 60
  9. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 472
  10. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 473
  11. Untuk contoh, lih. Burujerdi, Ta'liq bar al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 474
  12. Site Ayatullah Makarim Shirazi
  13. Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 3, hlm. 473-474
  14. Naini, al-'Urwah al-Wutsqa ma'a al-Ta'liqat, jld. 3, hlm. 474; Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 1, hlm. 285
  15. Khui, Minhaj al-Bara'ah, jld. 21, hlm. 394
  16. Qomi, Safinah al-Bahar, jld. 8, hlm. 524

Daftar Pustaka

  • Burujerdi, Muhammad Husain. Al-'Urwah al-Wutsqā. Qom: Muasssisah an-Nasyr al-Islami, 1420 H.
  • Khui, Habibullah. Minhāj al-Barā'ah fī Syarh Nahj al-Balāghah. Tehran: Maktabah al-Islamiyyah, 1400 H.
  • Khumeini, Ruhullah. Tahrīr al-Wasīlah. Qom: Muassisah Mathbu'ati Dar al-'Ilm.
  • Markaz-e Melli Pasukhguyi. Ahkām-e Musāfer. Cet. II. Qom: Nasyr-e Farakama, 1391 HS (2012).
  • Na'ini, Muhammad Husain. Al-'Urwah al-Wutsqā. Qom: Muasssisah an-Nasyr al-Islami, 1420.
  • Qummi, Abbas. Safīnah al-Bihār wa Madīnah al-Hikam wa al-Ātsār. Qom: Entesyarat-e Usweh, 1414 H.
  • Subhani, Ja'far. Dhiyā' an-Nādzir fī Ahkām Shalāh al-Musāfir. Qom: Muassisah Imam Shadiq, 1376 HS (1997).
  • Yazdi, Muhammad Kadzim. Al-'Urwah al-Wutsqā. Qom: Muasssisah an-Nasyr al-Islami, 1420.