Pemalsuan Hadis

Dari wikishia

Pemalsuan Hadis (bahasa Arab: جعل الحديث) adalah aktivitas membuat-buat hadis kemudian menisbatkannya kepada Nabi Muhammad saw atau Aimmah Maksum as. Pemalsuan hadis terkadang dalam bentuk membuat hadis dan terkadang dalam bentuk menambah-nambahkan matan dalam hadis atau mengubah kata-katanya. Awal mula pemalsuan hadis sudah dimulai dari periode Rasulullah saw masih hidup dan kemudian meningkat di masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan.

Diantara motivasi dan tujuan pembuatan hadis palsu adalah mengurangi keutamaan Imam Ali as, melegitimasi kekuasaan Muawiyah dan menyebarkan sekterianisme. Pemalsuan hadis memiliki beberapa dampak. Antara lain adalah jauh dari Ahlulbait as, peniadaan sebagian hadis sahih dan kesulitan menemukan hadis-hadis sahih.

Menurut pendapat ulama Syiah, Abu Hurairah, Ka'ab al-Ahbar, Ubay bin Ka'ab dan Ibn Abi al-'Awja, adalah diantara perawi yang banyak memalsukan hadis.

Banyak karya telah ditulis tentang pemalsuan hadits, diantaranya yang pertama al-Mauḍhu'at (Hadis-hadis palsu) oleh Ibn al-Jauzi (w. 597 H/1200). Al-Akhbar al-Dakhilah (Hadis-hadis yang ditambah-tambahkan) oleh Syaikh Muhammad Taqi Shushtari (w. 1416/1996), Al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar (yang dibuat buat dalam hadis-hadis) oleh Sayid Hasyim Ma'ruf al-Hasani dan Yekshad-u Panjah Shahabeh Sakhtegi (150 Sahabat Fiktif) karya Sayid Murtadha Al-Askari (1293 H) diantara karya lainnya yang menulis mengenai pemalsuan hadis.

Penjelasan Makna Kata

Pemalsuan hadis diartikan aktivitas merekayasa atau membuat-buat hadis. Dalam literatur ilmu hadis pembuatan hadis masuk dalam bahasan "Wadha' Hadits"[1] dan hadis palsu disebut "Hadits Maudhu'". [2] Hadis Maudhu' adalah hadis yang dengan kesengajaan atau kesalahan dibuat lalu kemudian menisbatkannya kepada Nabi Muhammad saw atau Imam Maksum as. [3] Adanya pengakuan dari pembuat hadis akan kepalsuannya, adanya indikasi (qarinah) atas pembuatan hadis [4], adanya matan hadis yang kontradiksi dengan rasionalitas, Alquran dan pokok perkara mazhab [5] adalah diantara tanda-tanda kepalsuan sebuah hadis.

Metode Pemalsuan Hadis

Pemalsuan hadis dilakukan dengan beragam metode, diantaranya: hadis secara keseluruhan adalah dibuat-buat lalu kemudian menisbatkannya kepada Nabi dan Imam Maksum as. Metode lainnya, terkadang matan hadis ditambah-tambahkan, dan juga kadang matan hadisnya yang diubah. [6]

Disebutkan pembuatan hadis palsu secara keseluruhan banyak terkait dengan tema akidah, akhlak, sejarah, pengobatan, fadhilah dan doa-doa. [7] Contoh ditambahkannya teks dalam hadis adalah sebagaimana yang dilakukan al-Manshur, khalifah kedua Abbasiyah pada hadis Nabi saw mengenai Imam Zaman afs. Pada hadis tersebut, Nabi Muhammad saw bersabda, "Allah swt akan memilih seorang laki-laki dari Ahlulbaitku yang namanya adalah sama dengan namaku."[8] Namun al-Manshur dengan maksud hendak menunjukkan bahwa yang dimaksud hadis di atas adalah Muhammad putranya, maka ia menambahkan "dan nama bapaknya, sama dengan nama bapakku", sebab nama al-Manshur sama dengan nama ayah Rasulullah, yaitu Abdullah. [9] Nama lengkap al-Manshur adalah Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur.

Contoh perubahan pada matan hadis yang juga dilakukan pada hadis Nabi Muhammad as, diantaranya adalah hadis yang berkaitan dengan pujian pada Muawiyah. Dalam hadis disebutkan, "Setiap kalian melihat Muawiyah berbicara di atas mimbarkku, maka terimalah, karena dia adalah orang yang benar dan terpercaya."[10] Pada hakikatnya hadis tersebut berisi kecaman untuk Muawiyah, teks aslinya adalah فاقْتُلُوه artinya bunuhlah dia, namun diubah menjadi فاقبَلِوه artinya terimalah dia. [11]

Pencurian hadis (penukilan riwayat dengan menggunakan nama rawi lain, baik itu dengan nama sendiri atau nama orang lain), memanipulasi kitab-kitab hadis dan menerbitkan salinan palsu, juga disebut sebagai metode lain dalam memalsukan hadis. [12]

Sejarah Singkat

Sebagian dari peneliti mempercayai pemalsuan hadis sudah dimulai sejak Nabi Muhammad saw masih hidup. Mereka menggunakan hadis Nabi yang menyebut bahwa mereka yang menyebarkan hadis palsu dan menisbatkannya kepada Nabi Muhammad saw tempatnya adalah di neraka kelak [13], sebagai bukti yang memperkuat argumentasi mereka. [14] Mereka juga menyebutkan sejumlah contoh hadis palsu yang tersebar pada periode Rasulullah saw. [15] Menurut sebuah riwayat, Imam Ali as menyebut diantara hadis palsu yang tersebar di masa hidup Nabi Muhammad saw. [16]

Namun menurut Hasyim Ma'ruf Hasani, sebagian dari peneliti Ahlusunah tidak sepakat adanya pemalsuan hadis pada periode Rasulullah saw, bahkan sampai pada periode Khulafaur Rasyidin. Pemalsuan hadis menurut mereka baru dimulai pasca syahidnya Imam Ali as. Pada periode tersebut bermunculan kelompok dan firkah-firkah Islam yang masing-masing menggunakan dalil dari Alquran dan sunnah untuk menguatkan pandangan mereka, dan jika mereka tidak menemukannya pada Alquran dan riwayat, maka mereka mengubah-ubah atau membuat hadis palsu. [17]

Disebutkan pembuatan hadis palsu semakin massif dan meningkat pada periode kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan. [18] Menurut Ibnu Abi al-Hadid al-Mu'tazili penulis Syarah Nahjul Balaghah pada abad 7 H, Muawiyah mendukung pembuatan hadis-hadis yang menyebutkan mengenai fadhilah dan keutamaan Utsman dan sahabat yang lainnya dan hadis yang berisi penjelasan mengenai aib dan kekurangan Imam Ali as. [19] Begitupun Bikriyah percaya bahwa hadis yang dijadikan nash bahwa Abu Bakar adalah pengganti Rasulullah saw dan fadhilahnya melebihi Imam Ali adalah hadis palsu untuk mendukung Abu Bakar. [20]

Melawan Pemalsuan Hadis

Menurut Ahmad Pakatchi pada akhir abad 5 H ditulis sejumlah karya mengenai hadis-hadis palsu dan kondisi hadis pada masa itu, namun penelitian mengenai penilaian para rijal Syiah sudah dimulai dari awal-awal abad 4 H dan contoh-contohnya dihimpun oleh Ibnu Uqdah [21] dan Ibnu Walid [22] dan pada abad 5 H oleh Ibnu Ghadairi [23]. Sementara itu, menurut Ahmad Pakatchi dalam bidang hadits Sunni, untuk pertama kalinya para ulama rijal maktab Baghdad menggunakan standar pemalsuan hadits dalam evaluasi atau penilaian mereka. [24]

Motif Pembuatan Hadis Palsu

Pemalsuan hadis dilakukan dengan berbagai motif yang diantaranya dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Mengerdilkan keutamaan Imam Ali as: disebutkan yang paling banyak menjadi korban dari pembuatan hadis palsu adalah Imam Ali as. [25] Ibnu Abi al-Hadid al-Mu'tazili dalam syarah Nahjul Balaghah dari Abu Ja'far al-Iskafi seorang mutakallim berpaham Mu'tazilah abad 3 H menukilkan bahwa Muawiyah memerintahkan sekelompok orang dari sahabat dan tabi'in untuk membuat hadis yang mengutuk Imam Ali as. [26] Ia menyebutkan Muawiyah dalam surat yang ditujukan kepada para gubernurnya untuk mengintruksikan agar dibuat hadis palsu mengenai keutamaan sahabat dan tiga khalifah dan menyebarkannya di tengah-tengah masyarakat sehingga tidak ada lagi hadis mengenai keutamaan Imam Ali as yang beredar, kecuali hadis yang juga isinya keutamaan bersama deretan khalifah yang pertama dan sahabat atau yang bertentangan dengan itu. [27]
  • Untuk melegitimasi penguasa dan khalifah: menurut Hasyim Ma'ruf al-Hasani seorang muhaqqiq asal Lebanon abad ke-14 H. Pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah untuk melegitimasi kekuasaan mereka, dibuatlah hadis-hadis yang berisi keutamaan para pembesar mereka atau mengaitkan kekhalifahan mereka dengan Nabi Muhammad saw. [28] Diantara hadis palsu Bani Abbas yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw adalah, "Kekhalifahan akan berada ditangan putra-putra pamanku (Abbas)."[29]
  • Fanatik pada firkah sendiri dan untuk menolak firkah lain: setiap pendukung partai atau firkah untuk menguatkan firkah mereka maka mereka bersandar pada Alquran dan Sunnah, namun jika tidak terdapat pada keduaya, maka mereka akan membuat hadis palsu. [30]

Untuk menghapus agama dan menghilangkan perbedaan antara muslim dengan non muslim [31], menjilat penguasa [32], dan untuk memberi keutamaan pada pribadi tertentu [33] adalah diantara motif lain di balik fenomena pemalsuan hadis. Juga terkadang pemalsuan hadis dengan motif religius seperti memperbaiki masyarakat [34], untuk menyemangati umat agar lebih memperhatikan Alquran [35] dan untuk mendapatkan pahala Ilahi [36]. Demikian pula terjadinya perbedaan pendapat dalam suksesi pengganti Nabi Muhammad saw dan terbentuknya firqah-firqah menjadi motif lain alasan untuk memalsukan hadis. [37]

Efek dan Konsekuensi Pemalsuan Hadis

Diantara efek dan konsekuensi beredarnya hadis-hadis palsu adalah sebagai berikut:

  • Kesulitan mendapatkan hadis sahih: adanya pemalsuan hadis menyebabkan sulitnya menyeleksi hadis sahih dari hadis-hadis palsu. [38]
  • Munculnya penolakan terhadap hadis sahih: sebagian hadis sahih tersingkir atau diabaikan disebabkan karena hadis palsu lebih populer. Sebagai contoh, Ibnu Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H) salah seorang ulama Ahlusunnah dan murid Ibnu Taimiyah menyebut hadis terkait penetapan keimamahan Imam Ali as di Ghadir Khum sebagai hadis-hadis palsu. [39] Sementara menurut Allamah Amini, hadis Ghadir dalam literatur Sunni dan Syiah adalah hadis-hadis yang diriwayatkan secara mutawatir. [40] Demikian pula Ibnu Jauzi (w. 597 H) ulama Ahlusunnah dalam kitab al-Maudhu'at sebagian dari hadis mengenai keutamaan Imam Ali as disebutnya sebagai hadis palsu. [41]
  • Jauhnya umat dari Ahlulbait: merebaknya hadis-hadis palsu yang dinisbatkan kepada Imam menyebabkan munculnya kebencian dan jauhnya umat dari Ahlulbait. Kebanyakan riwayat-riwayat palsu tersebut berasal dari firkah-firkah Syiah seperti Zaidiyah, Fathahiyah, Ghulat dan lain-lain. [42]
  • Lahirnya penulisan kitab-kitab rijal: fenomena hadis palsu memicu aktivitas penulisan kitab-kitab hadis dan penelitian terhadap perawi yang mengklasifikasi hadis dalam berbagai jenis, yang diantaranya adalah mendeteksi hadis-hadis palsu. [43] Fenomena hadis palsu pulalah yang menjadi salah satu alasan kebutuhan akan ilmu rijal yaitu pengetahuan terhadap keadaan para perawi hadis. [44]

Para Pembuat Hadis Palsu

Allamah Amini dalam kitabnya al-Ghadir menuliskan sekitar 700 orang pembuat hadis palsu beserta hadis-hadis buatan mereka. Sebagian dari mereka membuat lebih dari seratus ribu hadis palsu. [45] Dalam kitab al-Ghadir nama-nama pemalsu hadis tersebut ditulis dalam bab al-Wadhdha'un wa Ahaditsuhum al-Maudhu'ah yang kemudian dicetak dalam kitab yang terpisah. [46]

Berikut diantara yang dikenal sebagai pemalsu hadis:

  • Abu Hurairah: Dalam kitab-kitab hadis lebih dari 5374 hadis yang dinukil melalui jalurnya [47]. Padahal dia sendiri hanya sekitar 3 tahun bersama Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, diantara dari sahabat seperti, Imam Ali as, Umar, Usman dan khususnya Aisyah pernah memprotes karena banyaknya Abu Hurairah meriwayatkan hadis. Aisyah berkata, dia meriwayatkan banyak hadis yang tidak pernah aku dengar dari Rasulullah. [48]
  • Ka'ab al-Ahbar: Menurut Sayid Murtadha al-Askari, banyak dari kisah Israiliyat, pujian terhadap Ahlulkitab dan banyak pujian atas Yerusalem masuk ke dalam literatur Islam melalui perantaraannya. [49]
  • Ubay bin Ka'ab: sejumlah riwayat darinya yang menyebutkan fadhilah surah-surah dari Alquran diakuinya sebagai hadis-hadis yang dibuat-buatnya sendiri. [50]
  • Nuh bin Abi Maryam al-Marwazi: dia juga menyebutkan banyak keutamaan surah melalui hadis palsu yang dibuatnya. Dia menyebut berpalingnya masyarakat dari Alquran dan lebih disibukkan oleh fiqh Abu Hanifah dan al-Maghazi nya Ibnu Ishaq memicunya memalsukan hadis. [51]
  • Ibn Abi al-Awja: disebutkan ia telah merekayasa hadis sebanyak 4 ribu hadis. [52]

Catatan Kaki

  1. Sebagai contoh silakan lih. Allamah Hilli, Rijal, hlm. 255
  2. Sebagai contoh lih. Mamaqani, Miqbas al-Hidayah, jld. 1, hlm. 292; Syahid Tsani, Syarh al-Bidayah fi 'Ilm al-Dirayah, tanpa tahun, jld. 1, hlm. 155
  3. Mamaqani, Miqbas al-Hidayah, jld. 1, hlm. 292; Syahid Tsani, Syarh al-Bidayah fi 'Ilm al-Dirayah, tanpa tahun, jld. 1, hlm. 155
  4. Mamaqani, Miqbas al-Hidayah, jld. 1, hlm. 293
  5. Mudir Senahchi, 'Ulum al-Hadits, hlm. 131-132
  6. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 162-166
  7. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 163
  8. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 51, hlm. 82
  9. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 165; Syausytari, al-Akhbar al-Dakhliyah, hlm. 229
  10. Khatib, Baghdadi, Tarikh Baghdad, jld. 1, hlm. 275
  11. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 166; Syausytari, al-Akhbar al-Dakhilah, hlm. 230-231
  12. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 167-172
  13. Lih. Bukhari, Shahih Bukhari, jld. 1, hlm. 33
  14. Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 231
  15. Sebagai contoh lih. Ibnu Sa'ad, al-Thabaqat al-Kubra, jld. 7, hlm. 44-45
  16. Shaduq, al-I'tiqad al-Imamiyah, hlm. 118
  17. Ma'ruf Hasani, al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar, hlm. 90-91
  18. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 60
  19. Lih. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj Al-Balaghah, jld. 11 hlm. 45
  20. Lih. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj Al-Balaghah, jld. 11 hlm. 49
  21. Sebagai contoh lih. Allamah Hilli, Rijal, hlm. 214
  22. Sebagai contoh lih. Najasyi, Rijal, hlm. 338; Allamah Hilli, Rijal, hlm. 255
  23. Sebagai contoh lih. Allamah Hillli, Rijal, hlm. 214
  24. Pakatchi, Hadits, hlm. 260
  25. Amini, al-Ghadir, jld. 8, hlm. 55-56
  26. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj Al-Balaghah, jld. 4 hlm. 63
  27. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj Al-Balaghah, jld. 11 hlm. 45
  28. Ma'ruf Hasani, al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar, hlm. 138-141
  29. Ma'ruf Hasani, al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar, hlm. 141
  30. Ma'ruf Hasani, al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar, hlm. 90-91
  31. Ma'ruf, Tafsir wa Mufassiran, jld. 2, hlm. 28
  32. Hasyimi Khui, Minhaj al-Bara'ah, jld. 14, hlm. 36
  33. Lih. Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, jld. 1, hlm. 13
  34. Hasyimi Khui, Minhaj al-Bara'ah, jld. 14, hlm. 36
  35. Syahid Tsani, al-Ra'ayah, hlm. 157
  36. Hasyimi Khui, Minhaj al-Bara'ah, jld. 14, hlm. 37
  37. Ahmad Amin, Fajr al-Islam, hlm. 233
  38. Rafi'i, Darsnameh Wadh' Hadits, hlm. 270
  39. Ibn Qayyim, al-Manar al-Munif, hlm. 57
  40. Amini, al-Ghadir, jld. 1, hlm. 19
  41. Ibnu Jauzi, al-Maudhu'at, jld. 1, hlm. 338 dst
  42. Ma'ruf Hasani, al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar, hlm. 148-151
  43. Lih. Pakatchi, Hadits, hlm. 260
  44. Subhani, Kulliyat fi 'Ilm al-Rijal, hlm. 25-26
  45. Mishbah Yazdi, Amuzesy 'Aqaid, hlm. 305
  46. الوضاعون و احادیثهم الموضوعه
  47. Ibn Hazm, Jawami' al-Sirah wa Khums Rasail Ukhra, hlm. 275
  48. Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, hlm. 41
  49. Askari, Naqsy Aimmah dar Ahya Din, jld. 1, hlm. 484
  50. Lih. Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 1, hlm. 79
  51. Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Quran, jld. 1, hlm. 78-79
  52. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jld. 4, hlm. 96

Daftar Pustaka

  • Ahmad Amin. Fajr al-Islam Yabhats 'an al-Hayah al-'Aqliyah fi Shadr al-Islam ila Akhar al-Daulah al-Umawiyah. Kairo: Muassasah Handawi li al-Ta'lim wa al-Tsaqafah, 2012.
  • Al-Wadh' fi al-Hadits. Kitabkhaneh-e Daneshgah-e Emam Shadiq, dilihat: 13 Azar 1398 S.
  • Al-Wahdhdha'un wa Ahaditsuhum al-Maudhu'ah min Kitab al-Ghadir lil Syekh al-Amini Ta'lif al-Sayid Rami Yuzbaqi. Kitabkhaneh Madrasah Fuqahat, dilihat: 16 Azar 1398 S.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Rijal al-'Allamah al-Hilli. Revisi: Muhammad Shadiq Bahr al-'Ulum. Qom: Al-Syarif al-Radhi, 1402 H.
  • Amini, Abd al-Husain. Al-Ghadir. Qom: Markaz-e al-Ghadir, 1416 H.
  • Askari, Sayid Murtadha. Naqsy-e Aimmah dar Ihya Din. Teheran: Markaz-e Farhanggi-e Intisyarati-e Munir, 1382 S.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansab al-Asyraf. Riset: Abd al-Aziz al-Duwri, Beirut: Jami'ah al-Mustasyriqin al-Alamaniyah, 1398 H/1978.
  • Bukhari, Muhammad bin Ismail. "Shahih al-Bukhari. Riset: Muhammad Zuhair bin Nashr al-Nashir, Dar Tawq al-Najah, 1422 H.
  • Ibn Hazm, Ali bin Ahmad, Jawami' al-Sirah wa Khums Rasail Ukhra li Ibn Hazm. Riset: Ihsan Abbas. Mesir: Dar al-Ma'arif, 1900.
  • Ibn Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abi Bakar. Al-Manar al-Munif fi al-Shahih wa al-Dha'if. Riset: Abd al-Fatah Abu Ghadah, Maktabah al-Mathbu'at al-Islamiyah, 1390 H/1970
  • Ibn Sa'ad, Muhammad bin Sa'ad. Al-Thabaqat al-Kubra. Riset: Muhammad Abd al-Qadir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiah, 1410 H/1990.
  • Ibnu Abi al-Hadid, Abd al-Hamid bin Habatullah. Syarh Nahj al-Balaghah. Riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Qom: Maktabah Ayatullah al-Mara'asyi al-Najafi, 1404 H
  • Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali. Lisan al-Mizan. Riset: Dairah al-Muarrif Hind. Beirut: Muassasah al-'Ilmi li al-Mathbu'at, 1390 H/1971.
  • Ibnu Jauzi, Abd al-Rahman bin Ali. Al-Maudhu'at. Riset: Abd al-Rahman Muhammad bin Utsman. Madinah: Muhammad Abd al-Muhsin Shahib al-Maktabah al-Salafiah bi al-Madinah al-Munawarah, 1386 H/1966.
  • Ibnu Qutaibah, Dinawari, Abdullah bin Muslim. Ta'wil Mukhtalif al-Hadits. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 1406 H/1985.
  • Khatib Baghdadi, Ahmad bin Ali. Tarikh Baghdad atau Madinah al-Islam. Riset: Abd al-Qadir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiah, tanpa tahun.
  • Ma'ruf al-Hasani, Hasyim. Al-Maudhu'at fi al-Atsar wa al-Akhbar. Beirut: Dar al-Ta'arif li al-Mathbu'at, 1987 H/1407 H.
  • Ma'ruf, Muhammad Hadi. Tafsir wa Mufassirin. Qom: Muassasah Farhanggi al-Tamhid, 1379 S.
  • Mamaqani, Abdullah. Miqbas al-Hidayah fi 'Ilm al-Dirayah. Qom: Dalil-e Ma, 1385 S.
  • Misbah Yazdi, Muhammad Taqi. Amuzesy 'Aqaid. Qom: Dar al-Tsaqalain, 1378 S.
  • Mudirsenahchi, Kazhim. 'Ilm al-Hadits. Qom: Daftar Intisyarat-e Eslami di bawah pengawasan Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom, 1381 S.
  • Pakatchi, Ahmad. Hadits. jld. 20. Teheran: Dar Dairah al-Ma'arif Buzurgh Islami, 1391 S.
  • Qurthubi, Muhammad bin Ahmad. Al-Jami' li Ahkam al-Quran. Teheran: Intisyarat Nashr Khusru, 1364 H.
  • Rafi'i Muhammad, Nashir. Darsnameh Wadh' Hadits. Qom: Markaz-e Jahani-e 'Ulum-e Eslami, 1384 S.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. I'tiqadat al-Imamiyah. Qom: Kongres Syekh Mufid, 1414 H.
  • Subhani, Ja'far. Kulliyat fi 'Ilm al-Rijal. Qom: Muassasah al-Nashr al-Islami, tanpa tahun.
  • Syahid Tsani, Zain al-'Abidin bin Ali. Syarh al-Bidayah fi 'Ilm al-Dirayah. tanpa penerbit, tanpa tahun.
  • Syausytari, Muhammad Taqi. Al-Akhbar al-Dakhilah. Riset: Ali Akbar Ghaffari, Teheran: Maktabah al-Shaduq, 1415 H.
  • Najasyi, Ahmad bin Ali. Rijal al-Najasyi. Riset: Musa Syubairi Zanjani. Qom: Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1365 S.
  • Hasyimi Khui, Mirza Habibullah. Minhaj al-Bara'ah fi Syarh Nahj al-Balaghah. Teheran: Maktabah al-Islamiyah, 1400 H.