Kebangkitan Mukhtar

Prioritas: a, Kualitas: b
tanpa alih
Dari wikishia

Kebangkitan Mukhtar (bahasa Arab:ثورة المُختار)adalah sebuah gerakan yang dipimpin oleh Mukhtar bin Abi Ubaid al-Tsaqafi, dengan tujuan menuntut darah para syuhada Karbala. Kebangkitan ini dimulai di Kufah pada tahun 66 H. Banyak orang-orang yang ikut andil dalam pembunuhan Imam Husain as dan para sahabatnya terbunuh pada peristiwa ini, seperti Ubaidillah bin Ziyad, Umar bin Sa'ad, Syimr bin Dzil Jausyan dan Sinan bin Anas. Kebangkitan Mukhtar berlangsung dengan nama Muhammad bin Hanafiyah.

Tujuan Kebangkitan

Mukhtar mendekam di penjara saat Peristiwa Karbala terjadi. Setelah bebas, ia menuntut balas para pembunuh Imam Husain as. Awalnya, ia bekerja sama dengan Abdullah bin Zubair, yang bangkit melawan Yazid di Hijaz, namun di pertengahan jalan, Mukhtar tidak sependapat lagi dengannya. Ia pun menjaga jarak dan untuk melakukan kebangkitan, ia bergerak menuju Kufah. [1]

Menyertai Abdullah bin Zubair

Mukhtar yang sebelumnya sempat bertemu dengan Abdullah bin Zubair, dalam menjawab saran orang-orang yang ada di sekitar, mengungkapkan baiatnya kepada Abdullah, sementara tujuan Abdullah tidaklah searah dengan tujuannya, oleh karenanya pembaiatan yang ia lakukan tidaklah bermanfaat. [2] Tetapi atas paksaan orang-orang yang ada di sekitarnya, ia pun akhirnya membaiat Abdullah bin Zubair dengan dua syarat, syarat pertama: Abdullah bin Zubair bermusyawarah dengannya dalam semua kinerja, tidak melakukan pekerjaan sendiri-sendiri,[3] dan tidak menentangnya. [4] Syarat kedua: Jabatan tertinggi dalam pemerintahan diberikan kepada Mukhtar. [5] Saat serangan pasukan Yazid ke Mekah dan pengepungan Abdullah bin Zubair, Mukhtar berada di sampingnya bertempur melawan pasukan Yazid. Menurut penuturan sebagian referensi, ketika Mukhtar melihat Abdullah telah melakukan makar dengannya[6] dan mengklaim khilafah untuk dirinya, maka Mukhtar mengundurkan diri dan menempuh jalan menuju Kufah guna menyiapkan basis-basis kebangkitan. [7]

Pertemuannya dengan Muhammad bin Hanafiyah

Sebelum berangkat menuju Kufah, Mukhtar telah bertemu dengan Muhammad bin Hanafiyah dan memberitahukan tujuannya, yakni kebangkitannya dan meminta tugas darinya. Muhammad bin Hanafiyah dalam kalimat yang global memberikan izin kepadanya dan di samping itu supaya tidak melupakan ketakwaan. [8] Al-Baladzuri mengabarkan adanya izin Muhammad bin Hanafiyah secara gamblang kepada Mukhtar dalam asas kebangkitan tersebut. [9]

Dalam Perjalanan Kufah

Mukhtar dari Mekah bergerak menuju Kufah dan di pertengahan jalan di sebuah tempat dekat Kufah, ia menangis atas musibah-musibah Imam Husain as. Ia berkabung sampai akhirnya orang-orang Syiah melihatnya dan bergabung dengannya. [10] Mukhtar tiba di sungai Hirah pada hari Jumat. Lantas ia mandi, memakai wewangian, memakai surban, mengantungkan pedang dan pergi ke Masjid Sakun di Kindah dan di manapun ia lewat senantiasa memberi kabar gembira akan kemenangannya kepada masyarakat. [11]

Memasuki Kufah

Mukhtar memasuki Kufah setelah enam bulan dari kematian Yazid dan di pertengahan bulan suci Ramadhan. [12] Saat itu juga, Ibnu Zubair mengirim Abdullah bin Muthi' sebagai gubernur Kufah. [13][14]

Mukhtar dan Kebangkitan Tawwabin

Setelah memasuki Kufah, Mukhtar dengan mendapat undangan dari Sulaiman bin Shurad al-Khuza'i dan Kebangkitan Tawwabin mulai faham bahwa ia melihat tidak adanya keselarasan untuk kebangkitan bersama Sulaiman bin Shurad, maka ia tidak melakukan kerjasama dengan mereka. Ia juga berkata kepada penduduk Kufah, "Sulaiman tidak memiliki kemahiran dalam bidang pertempuran dan tidak mengetahui sandi-sandi pertempuran." Umar bin Sa'ad juga menemui penguasa Kufah saat itu dan mengatakan bahwa kelompok Tawwabin tidaklah membahayakannya, namun Mukhtarlah yang membahayakan bagi Kufah. [15] Karenanya saat terjadi Kebangkitan Tawwabin, Mukhtar berada di penjara para serdadu Abdullah bin Zubair. [16]

Sisa-sisa Kelompok Tawwabin

Setelah kebangkitan Tawwabin gagal, Mukhtar menulis kepada orang-orang tersisa dari mereka dan mengajak mereka untuk bergabung dengannya. Selain menjawab positif permintaan Mukhtar, mereka juga memberikan pesan bahwa mereka siap menyerbu penjara dan membebaskan Mukhtar. Mukhtar meminta mereka supaya menghentikan rencana mereka, karena beberapa hari lagi dirinya akan bebas. Ia menulis kepada Abdullah bin Umar, suami saudarinya, Shafiyyah binti Abi Ubaid, ia memintanya supaya menjadi mediasi baginya dan menyiapkan sarana-sarana kebebasannya, Abdullah bin Umar melakukan hal tersebut dan membebaskan Mukhtar dari penjara.

Komitmen dengan Penguasa Kufah

Penguasa Kufah pada saat itu Ibrahim bin Muhammad tatkala membebaskan Mukhtar, memintanya supaya tidak melakukan tindakan-tindakan yang menentang pemerintahan. Dan berjanji jika melakukan hal-hal tersebut, maka ia akan mengorbankan seribu onta dan akan memerdekakan semua hamba sahayanya, baik laki-laki maupun perempuan. Mukhtar pun berjanji dan ia pun dibebaskan dari penjara.

Setelah bebas, ia berkata berkorban seribu onta dibandingkan dengan tujuanku adalah hal yang sepele, dan demikian juga aku siap untuk sampai kepada tujuanku dan aku sama sekali tidak memiliki hamba sahaya. Ia mengatakan hal tersebut seraya meneruskan perjalananya. [17]

Pendahuluan Kebangkitan

Dengan melihat bahwa para ajudan pemerintah selalu mengawasi gerak gerik Mukhtar, Mukhtar pertama-tama secara sembunyi-sembunyi memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan pasukan. Para duta Mukhtar dan orang-orang terdekatnya adalah sebagai berikut:

Duta Muhammad bin Hanafiyah

Di Kufah, Mukhtar mengumumkan bahwa dirinya adalah duta Muhammad bin Hanafiyah dan menamakan dirinya sebagai amin (kepercayaan), menteri dan pemimpin dari pihaknya, yang atas perintahnya melakukan kebangkitan guna memerangi orang-orang Atheis, dan menuntut darah Ahlulbait as. [18]

Kebimbangan atas Klaim Mukhtar

Sejumlah orang Syiah berkumpul di rumah Si'r bin Abi Si'r Hanafi. Abdurahman bin Syuraih mengatakan, Mukhtar mengkalim sebagai wakil Muhammad bin Hanafiyah, sekarang kita pergi ke Madinah dan mengetahui validitas klaim Mukhtar. [19]

Pertemuan Orang-orang Kufah dengan Ibn Hanafiyyah

Para delegasi yang dipimpin Abdurahman bin Syuraih hendak menuju Madinah dan menemui Muhammad bin Hanafiyah. Mereka mencari berita tentang kebangkitan Mukhtar dan perwakilannya dari pihak Muhammad. Muhammad menjawab; "Demi Allah aku mencintai Allah melalui perantara setiap orang dari para hamba-Nya yang menuntut balas terhadap para musuh-musuh kami." [20]

Allamah Majlisi menukil dari Ibnu Nama, Muhammad bin Hanafiyah membawa mereka menemui Imam Sajjad as guna mendapatkan kewajiban. Imam Sajjad as berkata; "Wahai paman, jika seorang hamba dari Zanzibar bangkit membela kami, maka wajib bagi masyarakat untuk membantunya dan aku menjadikanmu sebagai wakil, dengan demikian apa yang baik maka lakukanlah." [21]

Mereka keluar dari Madinah dan mengatakan sesungguhnya Imam Zainal Abidin dan Muhammad bin Hanafiyah telah memberikan izin kepada kita.[22][23] Dan setelah kembali, merekapun membenarkan klaim Mukhtar. [24]

Mungkin dengan berdasarkan riwayat tersebut, dimana sebagian para ulama besar Syiah seperti Ayatullah Khu'i[25] dan al-Mamaqani [26] meyakini bahwa kebangkitan Mukhtar dengan izin khusus Imam Zainal Abidin as.

Peran Ibrahim bin Malik al-Asytar

Mukhtar demi kemajuan tujuan-tujuan kebangkitan, dengan saran para pemimpin Syiah mengajak Ibrahim bin Malik al-Asytar untuk bergabung dalam kebangkitannya. [27] Awal mulanya Ibrahim bin Malik Asytar bimbang, namun setelah melihat surat Muhammad bin Hanafiyah yang mendukung Mukhtar dan kesaksian sejumlah pembesar Syiah akan validitas surat tersebut, akhirnya iapun membaiat Mukhtar. [28] Ia merupakan tokoh kedua, yang memiliki peran signifikan dalam kebangkitan tersebut.

Tanggal Dimulainya Kebangkitan

Dengan perencanaan para pemimpin, diputuskan kebangkitan dimulai hari Kamis tanggal 14 Rabiul Awwal,[29] namun dengan terjadinya bentrokan antara Ibrahim dengan Ayas bin Mazarib, pemimpin pasukan militer Kufah yang menyebabkan ia tewas, maka kebangkitan diajukan menjadi hari Selasa, 12 Rabiul Awwal tahun 66 H/686. [30]

Semboyan

Mukhtar memerintahkan Abdullah bin Syaddad supaya memulai kebangkitan dengan semboyan "Ya Manshur, Amit", yakni Oh menang! bawa kematian.[31] Semboyan ini dilontarkan oleh Rasulullah saw dalam Perang Badar[32] dan Bani Mushthaliq.[33] Salah satu cabang kebangkitan-kebangkitan Syiah berikutnya juga menggunakan semboyan tersebut. Selanjutnya semboyan ini juga dipakai dalam kebangkitan Zaid bin Ali, [34][35] Muhammad Nafsu Zakiyah, Ibrahim bin Abdullah. Demikian juga Mukhtar memerintahkan Sufyan bin Laila dan Qudamah bin Malik agar memakai semboyan "Ya Latstsaratal Husain", yakni Penuntut Darah Husain. [36]

Selanjutnya, kebangkitan dilakukan secara terang-terangan dan akhirnya setelah beberapa hari konflik, Abdullah bin Muthi' penguasa Kufah kabur. [37][38] Abdullah bin Muthi' dilantik oleh Abdullah bin Zubair sebagai penguasa baru Kufah guna menumpas kebangkitan tersebut.[39][40]

Memasuki Istana Kufah

Mukhtar memasuki istana Kufah pada hari Jumat 15 Rabiul Awwal tahun 66 H/686, dan Salat Jumat dilaksanakan dengan dipimpin olehnya sendiri. Sebelum salat ia mengutarakan dua khutbah dan di situ ia menjelaskan tujuan-tujuan kebangkitannya, dan selanjutnya diselenggarakan acara baiat.

Pembagian Kedudukan Pemerintah

  • Abdullah bin Harits Nakha'i, paman Ibrahim bin Malik, gubernur Armenia
  • Muhammad bin Umar, gubernur Azerbaijan
  • Abdul Rahman bin Said bin Qais, gubernur Mosul
  • Ishak bin Mas'ud, gubernur Madain
  • Said bin Hudzaifah bin Yaman, gubernur Halawan
  • Abdullah bin Malik Tha'i, hakim Kufah
  • Abu Umrah Kaisan, pemimpin pasukan militer di dalam Kufah

Membalas Para Pembunuh

Terkabulnya Kutukan Imam Sajjad as

Minhal bin 'Amr mengatakan, aku menemui Imam Sajjad as di Madinah. Beliau bertanya tentang Harmalah. Saat saya di Kufah ia masih hidup, ucapku. Imam berkata; "Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya, Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya, Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya…"[41]

Surat Jaminan Umar bin Sa'ad

Umar bin Sa'ad mengutus Abdullah bin Ja'dah, salah seorang kerabat dekat Imam Ali as untuk menemui Mukhtar guna meminta jaminan keamanan untuknya. Mukhtar dengan mempertimbangkan kemaslahatan memberikan keamanan untuknya, dengan syarat tidak keluar dari rumahnya dan tidak membuat kesalahan.

Saat berita kekhawatiran Muhammad bin Hanafiyah tentang kebebasan Umar bin Sa'ad sampai ke telinga Mukhtar.[42] Suatu hari Umar bin Sa'ad keluar dari rumahnya dan pergi ke suatu tempat. Dan setelah itu ia kembai lagi ke rumahnya. Ketika kabar ini terdengar oleh Mukhtar, iapun memanfaatkan kondisi ini untuk membunuh Umar bin Sa'ad. Mukhtar mengutus Abu Umrah ke rumah Umar binb Sa'ad untuk membunuhnya. Setelah Abu Umrah membunuhnya ia memenggal kepalanya dan membawanya ke hadapan Mukhtar. [43]

Pertempuran dengan Pemerintahan Syam

Mayoritas pembunuh para syuhada Karbala yang ada di Kufah sudah menemui ajal dan sedikit sekali dari mereka yang berhasil kabur dan selamat. Setelah itu, Mukhtar bertekat untuk membalas para pelaku utama kesyahidan Imam Husain as, yakni Bani Umayyah, ia berencana melawan pemerintah Syam. Menurut sebagian keterangan, setelah tewasnya para pembunuh Imam Husain as, harapan terbesar Mukhtar adalah persiapan dan pengiriman pasukan Ibrahim menuju Syam. [44]

Pengiriman Ibrahim bin Malik

Mukhtar, dua hari setelah pembasmian para pembunuh Imam Husain as, pada bulan Dzulhijjah tahun 66 H. berpamitan dengan Ibrahim dan mengutusnya menuju Syam. [45][46] Dari sisi lain juga Ubaidillah bin Ziyad dengan jumlah pasukan yang banyak dikirim untuk melawan Ibrahim dan dua pasukan saling bertemu di dekat Mosul.

Pasukan Ibrahim berjumlah 120.000 orang, sementara 8.000 orang asal Iran dan 4.000 dari masyarakat berbahasa Arab.[47] Dalam sebagian laporan diprediksikan jumlah pasukan Ibrahim mencapai 20.000-30.000 orang. [48]

Berhadap-hadapan dengan Ibnu Ziyad

Pasukan Ibrahim berhadapan dengan 80.000 pasukan Ibnu Ziyad[49] di sekitar Mosul. Pertempuran tersebut dimenangkan oleh Ibrahim. Orang-orang seperti Abdullah bin Ziyad, Hushain bin Numair dan Syarhabil bin Dzi al-Kila’ tewas[50] dalam pertempuran tersebut, Ubaidillah bin Ziyad tewas pada hari Asyura tahun 67 H. [51] Jasad Ubaidillah bin Ziyad dibakar[52] dan kepalanya dibawa ke hadapan Mukhtar di Kufah dan dari situ ia mengirim kepala tersebut ke Madinah untuk Imam Sajjad as dan Muhammad bin Hanafiyah. [53]

Kepala Ibnu Ziyad di Madinah

Saat kepala Ibnu Ziyad tiba di hadapan Imam Sajjad as, beliau sedang makan. Beliau mengatakan, saat kami dibawa ke hadapan Ziyad, ia sedang makan dan kepala ayahku ada di hadapannya. Kemudian saya berkata, ya Allah, janganlah Engkau ambil nyawaku sampai Engkau perlihatkan kepala Ibnu Ziyad kepadaku. [54]

Pasukan Khasyabiyyah

Abdullah bin Zubair, Muhammad bin Hanafiyah dan Abdullah bin Abbas beserta 17 orang Bani Hasyim, termasuk Hasan al-Mutsanna dipenjarakan dalam sebuah goa bernama Syi’ib ‘Arim dan mengancam akan membakar mereka jika tidak berbaiat. Muhammad bin Hanafiyah mengirim sebuah pesan kepada Mukhtar dan meminta bantuanya, Mukhtar pun mengirim sebuah pasukan ke Mekah yang bersenjatakan kayu semata. Kelompok ini terkenal dengan Khasyabiyyah, yakni para pemilik kayu. [55] Bersenjatakan kayu dikarenakan menjaga kemuliaan kota Mekah dan tidak memasuki kota tersebut dengan pedang. [56]

Urwah bin Zubair dalam menjustifikasi kinerja saudaranya terkait pembakaran Bani Hasyim mengatakan, ia melakukan hal tersebut agar tidak terjadi perpecahan dan konflik dan juga kaum muslim sama lain saling bersatu dan mereka (Bani Hasyim) juga mentaatinya dan hasilnya mereka saling bersatu, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Umar bin Khattab terhadap Bani Hasyim, saat mereka berlambat-lambat dalam membaiat Abu Bakar. [57]

Pertempuran Mush'ab dan Mukhtar

Beberapa pembunuh Imam Husain as berhasil kabur. Mereka yang dikepalai oleh Muhammad bin al-Asy’ats dan Syabts bin Rub’i pergi menuju Bashrah dan memprovokasi Mush’ab bin Zubair agar memerangi Mukhtar.

Pertempuran di luar Kufah

Awalnya dua pasukan saling berhadap-hadapan di sebuah kawasan bernama Mazar. Pasukan Mukhtar dengan dipimpin oleh Ahmar ibnu Shamit dan bantuan Abdullah bin Kamil dan kehadiran Abu Umrah Kaisan serta pasukan Mush’ab dengan dipimpin oleh Mush’ab dan kehadiran Muhallab bin Abi Shufrah dalam medan pertempuran menyebabkan pasukan Mukhtar mengalami kekalahan telak. Ibnu Shamit, Ibnu Kamil dan Abu Umrah serta banyak sekali orang-orang Iran tewas dalam pertempuran tersebut.

Kemudian berlangsung pertemuan dengan dihadiri Mukhtar di luar Kufah, sementara dalam pertempuran tersebut juga pasukan Mukhtar mengalami kekalahan besar dan mundur ke Kufah. Muhammad bin Asy’ats tewas dalam pertempuran tersebut.

Pertempuran di dalam Kota

Pasukan Mush’ab bergerak menuju kota dan setelah konflik di dalam kota, akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Mukhtar dan mereka mengepung Dar al-Imarah. 6.000 orang bersama Mukhtar berada dalam Darul Imarah. Mukhtar menyarankan supaya menyerbu musuh dan terbunuh secara mulia, namun mereka tidak menerimanya.

Pembunuhan Mukhtar

Mukhtar bersama 19 orang keluar dari istana dan tewas setelah pertempuran tidak seimbang tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Ramadhan tahun 67 H. [58]

Termasuk orang-orang yang ikut tewas pada hari itu adalah Abdullah dan Abdur Rahman, putra Hujr bin Adi[59] dan Saib bin Malik Asy’ari, datuk Asy’ariyyun Qom. [60]

Nasib Orang-orang yang Dikepung

Orang-orang yang tidak bersedia melaksanakan perintah Mukhtar dan tidak mau terbunuh secara mulia dalam konflik dengan pasukan Mush’ab, setelah Mukhtar, 6.000 orang tersebut ditangkap dan dipancung. [61] Suatu hari Mush’ab melewati Abdullah bin Umar. Abdullah berkata kepadanya, engkau adalah orang yang telah membunuh 6000 penduduk ahli Kiblat. Mush’ab menjawab, mereka adalah kafir. Abdullah mengatakan, jika dengan bilangan tersebut engkau bunuh kambing yang didapat dari warisan ayahmu, maka ini hal yang mubazir dan haram, terlebih-lebih terhadap kaum muslim. [62][63]

Terbunuhnya Istri Mukhtar

Pasca kematian seluruh tawanan, Mush’ab mendatangi dua istri Mukhtar, Ummu Tsabit binti Samurah bin Jundub dan Umrah binti Nu’man bin Basyir dan meminta mereka supaya menjelek-jelekkan Mukhtar. [64] Ummu Tsabit melakukannya dan ia pun dibebaskan; namun Umrah mengatakan, semoga Allah merahmatinya, sedangkan ia termasuk salah seorang hamba salih Allah; dengan demikian Mush’ab memerintahkan supaya membunuhnya, dan seseorang bernama Mathar membunuhnya. Ya’qubi menulis, Mush’ab meminta pendapat Umrah terkait Mukhtar, ia menyebut baik Mukhtar dan mengatakan, sesungguhnya ia orang yang bertakwa, suci dan sering berpuasa. Mush’ab memerintahkan supaya membunuhnya. Umrah adalah wanita pertama dalam Islam yang dipenggal lehernya. [65]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Razavi Ardakani, Mahiyat-e Qiyam-e Mukhtar hlm. 262
  2. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 378.
  3. Afarinesh wa Tārikh, Terjemahan. jld. 2, hlm. 908.
  4. Tārikh Ibn Khaldun, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 37.
  5. Tārikh Thabari, jld. 5, hlm. 575.
  6. ‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 317.
  7. Afarinesh wa Tārikh, Terjemahan. jld. 2, hlm. 910.
  8. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 380.
  9. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 380.
  10. Al-Kāmil, jld. 4, hlm. 174.
  11. Tārikh Thabari, jld. 5, hlm. 578.
  12. Tārikh Ibnu Khaldun, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 43.
  13. Afarinesh wa Tārikh, Terjemahan. jld. 2, hlm. 911.
  14. Tārikh Ibn Khaldun, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 44.
  15. Al-Kāmil, jld. 4, hlm. 172.
  16. Imtā’ al-Asmā' , jld. 12, hlm. 251.
  17. Tajārub al-Umam , jld. 2, hlm. 137.
  18. Imtā' al-Asmā', jld. 12, hlm. 250. Tārikh al-Islām, jld. 5, hlm. 62.
  19. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 384.
  20. Tārikh Thabari, jld. 6, hlm. 14.
  21. Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 365.
  22. Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 365.
  23. Riyadh al-Abrar fi Manaqib al-Aimmah al-Athhar, jld. 1, hlm. 298.
  24. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 384. Tārikh Thabari’, jld. 6, hlm. 14.
  25. Mu'jam al-Rijāl, jld. 18, hlm. 100.
  26. Tanqih al-Maqāl, jld. 3, hlm. 101.
  27. Tārikh Thabari, jld. 6, hlm. 15.
  28. Tārikh Thabari, jld. 6, hlm. 15, hlm. 16.
  29. Tajarib al-Umam, jld. 2, hlm. 147.
  30. Thabari, jld. 7, hlm. 183.
  31. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 309.
  32. Thabaqat, jld. 2, hlm. 10; Imtā' al-Asmā', jld. 1, hlm. 106.
  33. Al-Isti'ab, jld. 2, hlm. 656.
  34. Thabari, jld. 7, hlm. 183.
  35. Maqatil, hlm. 133.
  36. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 390.
  37. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 392.
  38. Thabari, jld. 6, hlm. 27.
  39. Afarinesh wa Tārikh, Terjemahan. jld. 2, hlm. 911.
  40. Tārikh Ibn Khaldun, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 44.
  41. Kasyf al-Ghummah fi Ma'rifah al-Aimmah, jld. 2, hlm. 112.
  42. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 6, hlm. 62.
  43. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 6, hlm. 62
  44. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 423.
  45. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 423
  46. Al-Amāli (Thusi), hlm. 240.
  47. Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 334.
  48. Al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 293.
  49. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 363.
  50. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 426.
  51. Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 386.
  52. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 426.
  53. Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 386.
  54. Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 336.
  55. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 284.
  56. Al-Kāmil, jld. 4, hlm. 251.
  57. Syarh Nahjul Balaghah li Ibni Abil Hadid, jld. 20, hlm. 147.
  58. Tarikh Qom, hlm. 290.
  59. Al-Ishabah, jld. 2, hlm. 34.
  60. Tarikh Qom, hlm. 290.
  61. Al-Muntadzam, jld. 6, hlm. 66.
  62. Al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 8, hlm. 289.
  63. Ansāb al-Asyrāf, jld. 6, hlm. 445.
  64. Al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 309.
  65. Tārikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 264.

Daftar Pustaka

  • Arbeli, Ali bin Isa. Kasyf al-Ghummah fi Ma’rifah al-Aimmah. (cet – al-Qadimah), Arbeli, Rasuli Mahallati, Hasyim, Tabrizi, cet. I, 1381 H.
  • Baladzuri, Ahmad bin yahya. Kiab Jumal min Ansāb al-Asyrāf. Riset: Suhail Zakar, Riyadh Zarikli. Beirut: Dar al-Fikr, cet. I, 1417/1996.
  • Ibn Atsir, Ali bin Abi al-Karam. Al-Kāmil fi al-Tarikh. Beirut: Dar Shadir – Dar Beirut, 1385/ 1965.
  • Ibn Katsir, Ismail bin Umar. Al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr, 1407/ 1986.
  • Ibn Khaldun. Al-'Ibar Tārikh Ibn Khaldun. Penj. Abdul Muhammad Ayati. Mu’assasah Muthaleat wa Tahqiqat Farhanggi, cet. I, 1363 HS.
  • Ibnu Abi al-Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah. Syarh Nahjul Balaghah li Ibni Abil Hadid. Riset: Ibrahim, Muhammad Abu al-Fadhl. Qom: Maktabah Ayatullah al-Mar’asyi al-Najafi, cet. I, 1404 H.
  • Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali Asqalani. Al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah. Riset: Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Muawwadh. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyyah, cet.I, 1415/1995.
  • Ibnu Maskawaih, Abu Ali al-Razi, Tajarib al-Umam, Riset. Abul Qasim Amami, Tehran, Surush, cet. 2, 1379 S.
  • Jazairi, Sayid Ni’matullah. Riyadh al-Abrar fi Manaqib al-Aimmah al-Athhar. Beirut: Mu’assasah al-Tarikh al-Arabi, cet. I, 1427 H – 2006 M.
  • Khu’i, Abul Qasim. Mu’jam Rijal al-Hadis wa Tafshil Thabaqat al-Ruwat. Qom: Markaz Nasyr al-Tsaqafah al-Islamiyyah.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar. Dar Ihya al-Turats al-Arabi, cet. II, 1403 H.
  • Mamaqami, Abdullah. Tanqih al-Maqal fi ‘Ilm al-Rijal. Najaf: Mathba’ah al-Murtadhawiyyah, 1349 H.
  • Muqaddasi, Muhthir bin Thahir. Afarinesh wa Tārikh. Penj. Mohammad Reza Shafiei Kadkani. Tehran: Agah, cet. I, 1374 HS.
  • Muqrizi, Taqiyyuddin Ahmad bin Ali. Imtā’ al-Asmā’l bi ma li al-Nabi min al-Ahwal wa al-Amwal wa al-Hafadah wa al-Mata. Riset: Abdul Hamid al-Numaisi, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet. 1, 1420/1999.
  • Qummi, Hasan bin Muhammad. Tarikh Qom. Terj. Hasan bin Ali bin Hasan bin Abdul Mulk al-Qummi (805). Riset: Sayid Jalaluddin Tehrani. Tehran: Tus, 1361 HS.
  • Thusi, Muhammad bin al-Hasan. Al-Amali. Qom: Dar al-Tsaqafah, Cet. I, 1414 H.
  • Ya’qubi, Ahmad bin Abi Ya’qub. Tarikh Ya’qubi. Dar Shadir, tanpa tahun.