Hukum-Hukum Syariat

Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Hukum-hukum Syariat atau ahkam syar'i (bahasa Arab: الأحكام الشرعية) adalah aturan-aturan agama yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban setiap manusia. Ahkam syar'i terbagi menjadi 2 bagian, taklifi dan wadh'i: Ahkam taklifi secara langsung menjelaskan tugas dan kewajiban setiap orang; seperti hukum dirikanlah salat dan jangan minum khamer. Sementara ahkam wadh'i berkaitan dengan tugas dan kewajiban setiap orang secara tidak langsung; seperti salat dengan pakaian najis adalah tidak sah.

Ahkam syar'i didapat dari dalil-dalil syar'i yang mana dalil-dalil tersebut adalah: Al-Qur'an, sunah, akal dan ijma'. Bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyimpulkan hukum-hukum dari dalil-dalil tersebut, dikatakan mujtahid. Kini ahkam syar'i juga mencakup apa yang disediakan di dalam buku-buku risalah Taudhih al-Masāil yang memuat pandangan dan fatwa-fatwa para marja' taklid.

Berdasarkan fatwa-fatwa para marja' taklid, mempelajari ahkam atau hukum-hukum di mana seseorang sering bergelut dan berurusan dengannya, hukumnya wajib.

Definisi secara Fikih dan Pembagiannya

Aturan-aturan agama yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan tugas dan kewajiban setiap orang disebut dengan ahkam syar'i. [1] seperti kewajiban mendirikan salat, kewajiban berpuasa, keharaman meminum khamer dan berbagai syarat yang telah dijelaskan untuk benar dan sahnya berbagai permasalahan seperti pernikahan dan jual beli. [2]

Pembagian Ahkam Syar'i

Para fakih telah membuat berbagai pembagian dari ahkam syar'i. di antara pembagiannya adalah hukum taklifi dan wadh'i, hukum awwali dan tsanawi, hukum waqi'i dan zhahiri, [3]dan hukum ta'sisi dan imdha'i. [4]

Hukum Taklifi dan Wadh'i

Hukum taklifi secara langsung menjelaskan tugas setiap orang dalam spesifik tematiknya; misalnya dikatakan kepadanya dirikan salat atau jangan minum khamer. [5] Hukum taklifi memiliki 5 bagian: Wajib, mustahab, haram, makruh dan mubah. [6] pembagian ini disebut dengan ahkam khamsah (hukum-hukum yang lima). [7]

Hukum wadh'i, tidak menjelaskan secara langsung suatu perintah; sebagaimana contohnya adalah menjelaskan syarat sahnya suatu amalan[8] atau contoh lainnya seperti salat dengan baju yang najis adalah batal. [9] Ahkam wadh'i secara tidak langsung berkaitan dengan tugas-tugas dan kewajiban setiap orang. Contohnya, ahkam pernikahan adalah ahkam wadh'i yang hanya menjelaskan tentang syarat sahnya sebuah pernikahan; namun setelah terjadinya pernikahan, masing-masing dari perempuan dan laki-lakinya memiliki tugas-tugas tersendiri yang satu dengan lainnya memiliki hukum-hukum tersendiri yang tugas-tugas itu disebuat dengan hukum taklifi. [10]

Hukum Awwali dan Tsanawi

Yang disebut dengan hukum awwali adalah hukum-hukum yang pada kondisi dan keadaan biasa, berada pada tanggung jawab seseorang; seperti wajibnya melaksanakan salat subuh dan haramnya meminum khamer. Sementara hukum tsanawi adalah suatu hukum berlaku ketika dalam keadaan genting dan darurat atau terpaksa. Seperti diperbolehkannya membatalkan atau tidak berpuasa bagi seorang yang jika berpuasa keselamatannya terancam atau orang-orang memaksanya untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. [11]

Hukum Ta'sisi dan Imdha'i

Hukum ta'sisi adalah berkenaan dengan ahkam yang untuk pertama kali dibuat dan dijadikan sebagai sebuah hukum dalam syariat Islam. [12] Sedangkan hukum imdha'i adalah sebuah hukum yang sudah ada sebelum Islam datang dan Islam masih menetapkan dan melegitimasi hukum tersebut. [13]

Dalil-dalil Ahkam Syar'i

Ahkam syar'i dapat diperoleh dengan bantuan ilmu pengetahuan seperti ilmu dirayah, rijal, ushul fikih dan fikih. [14] para fakih untuk menyimpulkan ahkam syar'i merujuk pada empat sumber: Al-Qur'an, sunah, akal dan ijma' yang mana kesemuanya itu dinamakan dengan adillah al-arba'ah. [15] Adapun yang dimaksud dengan sunah adalah riwayat-riwayat yang menukil tentang perkataan dan tidakan para maksum. [16] Dalam fikih ahlusunah hanya bersandar pada sunah Nabi saja; namun dalam fikih Syiah, selain sunah Nabi saw, mereka juga merujuk kepada sunah para imam maksum. [17] dalam fikih Syiah Imamiyah, Al-Qur'an dan riwayat-riwayat para imam maksum adalah dua sumber utama dalam hukum-hukum agama.[18]

Penyimpulan ahkam syar'i dari berbagai sumber ini berada di tangan seorang mujtahid. Mujtahid adalah seseorang yang sudah sampai pada derajat ijtihad, yaitu memiliki kemampuan untuk menyimpulkan ahkam syar'i dari adillah al-arba'ah. [19]

Kewajiban untuk mengenal dengan ahkam syar'i

Sesuai dengan fatwa-fatwa para fakih, mempelajari sebagian hukum-hukum syar'i yang kebanyakan kita bergelut dan berurusan dengannya adalah suatu kewajiban.[20] Demikian pula, merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang, kalau dia bukan mujtahid yang dia sendiri memiliki kemampuan untuk menyimpulkan dan mengambil hukum-hukum syar'i dari dalil-dalil yang ada, atau dia harus bertaklid kepada seorang marja' taklid, dan atau dia mendapat keyakinan dari jalan ihtiyat (kehati-hatian) dalam menjalankan tugas dan kewajiban syariatnya; misalnya sebuah amalan yang sebagian dari para mujtahid meyakini keharamannya dan sebagian lagi membolehkannya, maka dalam hal ini untuk kehatia-hatian, ia tidak melakukannya atau sebuah amalan yang sebagian dari para mujtahid mewajibkannya dan sebagian lagi memperbolehkan, maka ia wajib melakukannya. [21]

Buku-buku Khusus Ahkam

Kini ahkam syar'i telah tersedia dalam bentuk buku-buku risalah fatwa atau taudhih al-Masail yang ditulis oleh para marja' taklid. [22] Marja' taklid adalah seorang yang orang lain bertaklid kepadanya; yaitu praktek amalan-amalan keagamaannya dilaksanakan berdasarkan dengan pandangan-pandangan fikihnya (fatwa-fatwa) dan pembayaran zakat serta khumusnya diserahkan kepadanya atau ke para perwakilannya. [23]

Catatan Kaki

  1. Hakim, al-Ushul al-'Amah li al-Fiqh al-Muqaran, hlm.51-52.
  2. Shadr, al-Ma'alim al-Jadidah li al-Ushul, jld.1, hlm.124.
  3. Wala'i, Farhang-e Tasyrihi Ishtilahat-e Ushul, hlm.177 dan 178.
  4. Wala'i, Farhang-e Tasyrihi Ishtilahat-e Ushul, hlm.175 dan 176.
  5. Shadr, al-Ma'alim al-Jadidah li al-Ushul, jld.1, hlm.123-124.
  6. Shadr, Durusun fi ilmi al-Ushul, jld.1, hlm.63-64; Shadr, al-Ma'alim al-Jadidah li al-Ushul, jld.1, hlm.124-125.
  7. Sajjadi, Farhang-e Ulum, hlm.29.
  8. Shadr, al-Ma'alim al-Jadidah li al-Ushul, jld.1, hlm.124.
  9. Husaini Syirazi, al-Wushul ila Kifayati al-Ushul, jld.5, hlm.83.
  10. Shadr, al-Ma'alim al-Jadidah li al-Ushul, jld.1, hlm.124-125.
  11. Misykini, Ishtilahāt al-Ushul, hlm.124.
  12. Muhaqqiq Damad, Qawaid Fiqh, jld.1, hlm.6.
  13. Muhaqqiq Damad, Qawaid Fiqh, jld.1, hlm.6.
  14. Makarim Syirazi, Dairatu al-Ma'arif Fiqh-e Muqaran, jld.1, hlm.176, 323-330.
  15. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, jld.1, hlm.51.
  16. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, jld.3, hlm.64.
  17. Muzhaffar, Ushul al-Fiqh, jld.3, hlm.64.
  18. Makarim Syirazi, Dairatu al-Ma'arif Fiqh-e Muqaran, jld.1, hlm.172-176.
  19. Wala'i, Farhang-e Tasyrihi Ishtilahat-e Ushul, hlm.38.
  20. Bani Hasyim Khomaini, Taudhih al-Masil Maraji, jld.1, hlm.24.
  21. Bani Hasyim Khomaini, Taudhih al-Masail Maraji', jld.1, hlm.11-12.
  22. Yazdani, Mururi bar Risaleha-e Amaliyeh, hlm.292.
  23. Yazdi, al-Urwah al-Wutsqa, jld.1, hlm.4; Rahman Setayesy, Taqlid, hlm.789.

Daftar Pustaka

  • Bani Hasyimi Khomeini, Muhammad Husain. Taudhīh Al-Masā'il Maraje' Muthqbeq ba Fatawa-e Sizdah Nafar az Maraje' Muazzam-e Taqlid. Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami Wabaste be Jame'-e Mudarrisin Hauze Ilmiyye, 1424 H.
  • Hakim, Muhammad Taqi. Al-Ushūl Al-'A'mmah fī Al-Fiqh Al-Muqāran. Qom: Majma'-e Jahani-e Ahle Beit, 1418 H.
  • Husaini Syirazi, Muhammad. Al-Wushūl ilā Kifāyah Al-Ushūl. Qom: Dar Al-Hikmah, 1426 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir. Dayirah Al-Ma'ārif Feqh-e Muqaran. Qom: Entesyarat-e Madrese-e Emam Ali bin Abi Thalib, 1427 H.
  • Misykini, Ali. Ishtilāhāth Al-Ushūl wa Mu'dzham Abhātsihā. Qom: Al-Hadi, 1374 HS/1416 H.
  • Mudhzaffar, Muhammad Ridha. Ushūl Al-Fiqh. Qom: Entesyarat-e Eslami, 1430 H.
  • Muhaqqiq Damad, Mushtafa. Qawa'ed-e Feqhi. Tehran: Markaz-e Nasyr-e Ulum-e Eslami, 1406 H.
  • Rahman Setayesy, Muhammad Kazem. Taqlid-e 1 Jurnal Jahan-e Eslam, hlm. 789 Tehran: Bunyad-e Dayirah Al-Ma'arif Eslami, 1382 HS/1424 H.
  • Sajjadi, Ja'far. Farhangg-e Ulum, Syamel-e Estelahat-e Adabi, Fiqhi, Ushuli, Ma'ani-e Bayan wa Dasturi. Tehran: Muassese-e Mathbuati-e Elmi, 1344 HS/1385 H.
  • Shadr, Muhammad Baqir. Al-Ma'ālim Al-Jadīdah li Al-Ushul. Qom: Konggere-e Syahid Shadr, 1379 HS/1421 H.
  • Shadr, Muhammad Baqir. Durūs fī 'Ilm Al-Ushūl. Qom: Entesyarat-e Eslami, 1418 H.
  • Wilayi, Isa. Farhangg-e Tasyrihi-e Estelahat-e Ushul. Tehran: Nasyr-e Ney, 1387 HS/1429 H.
  • Yazdani, Abbas. Mururi dar Resaleha-e Ilmiyye (2). Jurnal Kawasyi-e Nuw dar Feqh. Vol: 15 & 16, hal. , 1377 HS/1419 H.