Perang Hunain

Prioritas: c, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Ghazwah Hunain)
Perang Hunain

Masjid Ji'ranah dibangun di lokasi pertempuran Hunain
Masa kejadian Tahun ke-8 H/630
Tempat kejadian Di kawasan bernama Hunain
Akibat Kemenangan Muslimin, kalah dan kaburnya kaum musyrikin
Alasan Perang Para pemuka suku Hawazin dan Tsaqif takut Rasulullah saw akan memerangi mereka setelah Pembebasan Mekah, lantas mereka cepat-cepat mengambil langkah dan mempercepat perang.
Pihak-pihak yang berperang
12000 kaum Muslimin Dua kabilah kaum Musyrikin yaitu suku Hawazin dan suku Tsaqif
Para Panglima
Dari kaum Muslimin adalah Nabi Muhammad saw Dari kaum Musyrikin adalah Malik bin 'Auf
Para Korban
Dari kalangan Musyrikin ada 70 orang tewas dan tujuh puluh orang dari bani Malik dari suku Tsaqif tewas.


Perang Hunain (bahasa Arab:غزوة حُنين), sebuah perang yang terjadi pasca Fathu Mekah (Pembebasan Mekah) pada tahun 8 H di kawasan Hunain antara kaum muslim yang dipimpin oleh Rasulullah saw sendiri dengan kaum Badui suku Hawazin dan Tsaqif yang tinggal di kawasan Thaif. Di permulaan perang kaum Muslim goyah, karena penyergapan kaum musyrik dan juga kehadiran masyarakat Mekah yang baru masuk Islam sehingga menyebabkan nyawa Nabi saw juga terancam bahaya, namun akhirnya kaum Muslim menang dan memperoleh banyak ghanimah (harta rampasan perang).

Masa dan Nama-nama Perang

Terkait tanggal perang ini dikatakan bahwa saat Rasulullah saw membebaskan kota Mekah pada hari Jumat, sepuluh hari tersisa bulan Ramadhan tahun 8 H, Nabi menetap di Mekah selama lima belas malam, setelah itu, hari Sabtu (6 Syawal) beliau bergerak menuju kawasan Hunain di sebelah timur laut. [1]

Perang ini disebut juga dengan Yaum Hunain (hari Hunain) [2] , Waq'atu Hunain (Peperangan Hunain) [3] , Ghazat Hunain[4] (invansi/serangan Hunain), Ghazwa Hawazin (perang Hawazin) [5] dan Waq'atu Hawazin (Peperangan Hawazin). [6]

Sebab Perang

Sebab terjadinya perang tersebut adalah para pemuka suku Hawazin dan Tsaqif merasa takut bahwa Rasulullah saw akan memerangi mereka setelah Pembebasan Mekah, lantas mereka cepat-cepat mengambil langkah dan mempercepat perang. [7] Dalam sebuah riwayat juga ketika Rasulullah saw bergerak dari Madinah untuk Pembebasan Mekah, suku Hawazin dan Tsaqif berkumpul dan beranggapan bahwa Nabi hendak memerangi mereka dan setelah Pembebasan Mekah mereka mendirikan kemah di Hunain dan berencana memerangi beliau. [8]

Peristiwa-peristiwa Sebelum Perang

Aksi-aksi Kaum Musyrik Sebelum Perang

Mayoritas suku Hawazin seperti bani Nashr, Jusyam, Sa'ad bin Bakar dan kelompok dari bani Hilal berkumpul dengan dipimpin oleh Malik bin 'Auf al-Nashri, namun sebagian suku lainnya yang memiliki nama seperti Ka'ab, Kilab dan bani Numair tidak ikut serta dalam pertemuan tersebut.

Semua suku sekutu Tsaqif dengan dipimpin oleh Qarib bin Aswad dan Dzul Khimar Subai' bin Harits dan saudaranya Ahmar bin Harits (dari bani Malik) juga ikut bergabung dengan mereka. [9]

Ketika Malik bin 'Auf berencana memerangi Rasulullah saw, ia membawa serta harta benda, istri dan anak-anaknya supaya mendorong laki-laki dalam membela mereka. Saat tiba di lembah Authas – tanah yang sulit dan datar serta medan yang tepat untuk parade kuda – Duraid bin ash-Shimmah, laki-laki lanjut usia dari suku Jusyam yang ahli strategi dan ahli perang mengatakan, jika perang ini merupakan sumber kemuliaan, para jawara Ka'ab dan Kilab akan ikut berpartisipasi. Karenanya ia menganjurkan Malik bin 'Auf supaya pergi berperang bersama para lelaki saja, dimana jika menang maka yang lainnya juga akan ikut bergabung dengannya dan jika kalah, maka tidak akan menciderai para wanita dan anak-anak; namun Malik bin 'Auf karena kecongkakannya tidak mempedulikan ucapannya dan menghinanya. [10]

Di lembah Authas, banyak sekali bala bantuan dari segala penjuru kepada mereka. [11] Saat Rasulullah saw mendengar berita tersebut, lantas beliau mengutus Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslami supaya pergi secara diam-diam ke tengah-tengah mereka dan mencari informasi. Ia pun membawa berita bahwa kaum Musyrik ikut bergabung untuk memerangi kaum Muslim. [12]

Aksi-aksi Rasulullah saw sebelum Perang

Dalam riwayat Ibnu Ishaq dari Imam Baqir as, saat Rasulullah saw memutuskan untuk memerangi suku Hawazin, beliau mengutus seseorang menemui Shafwan bin Umayyah (salah seorang pemimpin Quraisy yang masih Musyrik) dan memintanya supaya meminjamkan baju besi dan senjata-senjatanya kepada beliau dan kaum Muslim. Shafwan menerimanya dan memberikan seratus baju besi. [13]

Rasulullah saw bersama sepuluh ribu pasukannya yang ikut serta dalam Fathu Mekah dan dua ribu orang orang Mekah yang baru memeluk Islam keluar dari Mekah untuk memerangi suku Hawazin. [14] Sebagian masyarakat Mekah hanya ingin melihat kemenangan diraih oleh pihak mana, guna mendapatkan rampasan perang dan bahkan sebagian mereka tidak menginginkan Rasulullah saw dan kaum Muslim mengalami kekalahan dalam perang tersebut. [15] Rasulullah, kaum Muslim dan laki-laki Quraisy yang sebagian dari mereka masih Musyrik, tiba di Hunain menjelang malam hari Selasa, tanggal 10 Syawal. [16]

Barisan Dua Pasukan

Malik bin 'Auf mengirim tiga orang untuk mencari informasi tentang kaum muslim. Mereka kembali dengan sangat tercengang saat melihat pasukan Muslim. Kendati demikian, Malik bin 'Auf di malam hari menempatkan pasukannya di lembah Hunain guna menyergap kaum Muslim. Menjelang fajar Rasulullah saw juga merapikan pasukannya dan menyerahkan panji kepada para pemegangnya.

Pemegang Panji Kaum Muslim

Panji kaum Muhajirin dipegang oleh Imam Ali as, panji Khazraj dipegang oleh Hubab bin Mundzir (dan pendapat lain dipegang oleh Sa'ad bin Ubadah) dan panji Aus dipegang oleh Usaid bin Hudhair. Suku-suku kabilah Aus dan Khazraj serta kabilah-kabilah Arab juga memiliki panji-panji tersendiri.

Peristiwa Perang

Dimulainya Perang

Rasulullah saw dengan memakai baju perang mengontrol barisan-barisan pasukannya dan mendorong mereka untuk bertempur dan bersabar serta memberikan kabar gembira akan kemenangan mereka. Kemudian di kegelapan subuh, beliau bersama kaum Muslimin turun dari lembah Hunain. [17]

Kaum Musyrik Hawazin dan Tsaqif yang berlindung di celah-celah tebing dan sekitarnya tiba-tiba menyerang kaum Muslim. Pertama-tama para penunggang kuda bani Sulaim dan kemudian masyarakat Mekah dan lainnya tercerai berai dan mereka melarikan diri. Sampai-sampai tidak ada seorangpun dari mereka yang melihat ke arah belakang mereka. [18]

Rasulullah saw berkali-kali berkata kepada pasukannya supaya datang ke arah beliau, saya adalah Rasulullah, Muhammad putra Abdullah, namun masyarakat tetap tercerai berai dan hanya sedikit sekali dari mereka tetap yang tinggal bersama beliau. [19]

Para Pembela Rasulullah dan Orang-orang yang Melarikan Diri dari Perang

Referensi yang ada berselisih tentang jumlah orang yang tetap komitmen di samping Rasulullah saw. Sebagian riwayat hanya menuturkan empat orang saja: Imam Ali as, Abbas bin Abdul Mutthalib dan Abu Sufyan bin Haris bin Abdul Mutthalib dari bani Hasyim dan Ibnu Mas'ud. Menurut riwayat lain, hanya sepuluh atau sembilan orang dari bani Hasyim bersama Rasulullah saw, termasuk 3 orang yang sudah disebutkan di atas dan ditambah satu orang dari selain bani Hasyim, yakni Aiman bin Ummu Aiman. [20]

Sejarawan menulis jumlah orang-orang yang melarikan diri dari perang adalah seratus sampai tiga ratus orang. [21] Sebagian masyarakat Mekah Thulaqa yang kabur seperti Abu Sufyan bin Harb dan Kaladah bin al-Hanbal menampakkan kebenciannya terhadap Islam dan kaum muslim dan bahkan Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah yang ayahnya tewas dalam perang Uhud berusaha mengincar nyawa Rasulullah namun gagal. [22]

Solusi Rasulullah untuk Mengembalikan Orang-orang yang Melarikan Diri

Saat melihat demikian, lantas Rasulullah saw berkata kepada Abbas bin Abdul Mutthalib, yang memegang kekang tunggangan beliau dan memiliki suara lantang dan tegas supaya berteriak: Wahai Anshar, wahai regu Samurah, wahai masyarakat surah Al-Baqarah. Setelah itu, orang-orang yang kabur di setiap penjuru kembali menemui Rasulullah[23], sampai-sampai di situ berkumpul seratus orang di sampingnya dan Nabi saw secara kesatria bertempur melawan kaum musyrik dibantu dengan mereka. [24] Dan lambat laun para sahabat memenuhi seruan dan bergegas kembali dari setiap pejuru. [25]

Keberanian Imam Ali as

Dalam perang tersebut juga, seperti dalam semua perang-perang era permulaan Islam lainnya, dalam perang Ali as lebih kuat dan lebih berani ketimbang selainnya.[26] Beliau menyerbu pemegang panji musuh dan berhasil membunuhnya dan setelah itu kaum Musyrik kabur dan tercerai berai. [27] Menurut riwayat, Ali as berhasil membinasakan empat puluh musuh. [28]

Bantuan-bantuan Ghaib dalam Perang

Menurut riwayat, Rasulullah saw mengambil segenggam tanah dan meniupkannya ke arah musuh dan bekata, "Demi Rabb Muhammad, kalian telah kalah…!" dan hal ini menyebabkan kekalahan dan kaburnya mereka. [29] Demikian juga berdasarkan penegasan Alquran[30] dan riwayat-riwayat Islam[31] pada hari Hunain para malaikat Allah swt turun untuk membantu kaum muslim dan ikut bertempur bersama mereka.

Orang-orang yang Tewas dan Para Tawanan Musuh

Saat kaum musyrik kabur, tujuh puluh orang bani Malik dari suku Tsaqif tewas. [32] Dalam sebagian riwayat ditulis jumlah orang yang tewas dari suku Hawazin sejumlah orang Quraisy yang tewas dalam perang Badar, yakni tujuh puluh orang[33] , namun Ma'sudi menulis sekitar 150 orang. [34] Dalam perang ini, kaum muslim menawan enam ribu wanita dan anak-anak kaum Musyrik, dan mendapatkan rampasan perang 24 ribu unta, lebih dari empat puluh ribu kambing dan empat ribu ons perak. [35]

Peristiwa Pasca Perang

Suratan Kaum Musyrik Pasca Perang

Kaum Musyrik bersama Malik bin Auf kembali ke Thaif. Sebagian dari mereka juga mendirikan kemah di lembah Authas dan sebagian yang lainnya pergi ke Nakhlah. Rasulullah saw mengirim sekelompok pasukan untuk mengejar kaum musyrik yang kambali ke Nakhlah[36] dan mengutus Abu Amir al-Asy'ari supaya mengejar kaum Musyrik yang kembali ke Authas. Abu Amir gugur dalam pengejaran tersebut dan anak pamannya, Abu Musa al-Asy'ari bertempur melawan kaum Musyrik dan mengalahkan mereka. [37]

Dalam perang ini, Syaima putri Haris bin Abdul Uzza, saudari sesusu Rasulullah jatuh ke tangan kaum Muslim. Karena ia dibawa ke hadapannya, maka Nabipun menghormatinya dan dengan permintaan dia sendiri, ia pun dikembalikan ke kaumnya. [38] Dinukilkan bahwa dialog Syaima dengan Rasulullah dan mediasinya tentang para tawanan Hawazin termasuk salah satu dalil pembebasan para tawanan. [39]

Aksi-aksi Kaum Muslim pasca Perang

Seusai perang, Rasulullah saw mengizinkan kepada setiap kaum Muslimin untuk membunuh seorang Musyrik dan mengambil baju besinya untuk dirinya. [40] Kemudian mereka mengumpulkan para tawanan dan rampasan perang di hadapan beliau. Rasulullah saw berkata supaya para tawanan dan harta benda yang ada dibawa ke Ji'rana di barat daya tebing Hunain dan disimpan di situ. [41] Pasca perang, Rasulullah pergi ke Ji'rana pada hari Kamis malam (5 Dzulkaidah) tahun 8 H. [42]

Pembebasan Para Tawanan

Di situ utusan Hawazin menemui Rasulullah dan dengan perantara sanak sesusu beliau meminta kebebasan mereka. Karena beliau memberikan saham para tawanannya sendiri dan saham bani Abdul Muththalib kepada mereka, lantas kaum Muhajirin dan Anshar juga merelakan sahamnya dan menyerahkannya kepada Nabi. Beberapa orang yang tidak menerima, setelah itu juga memerdekakan para tawanannya. [43]

Pembagian Harta Rampasan Perang

Rasulullah saw saat membagikan harta rampasan perang, pertama-tama Nabi membagi kepada para pemuka Quraisy dan kabilah Arab supaya hati dan kabilah mereka condong terhadap Islam. Kemudian ia memberi sebagian mereka 100 unta seperti Abu Sufyan dan memberi 50 atau 40 unta kepada selainnya. Lantas beliau berkata supaya menjumlah orang-orang dan harta rampasan serta memberi saham kepada setiap orang. Sekelompok Anshar melakukan protes karena Nabi memberi saham besar kepada para pemuka Quraisy dan Arab. Ia berkhotbah di tengah-tengah Anshar dan membuat mereka menjadi malu serta memuji dan mendoakan hak mereka. [44] [45]

Berangkat Menuju Madinah

Akhirnya Rasulullah setelah menetap di Ji'ranah selama 13 malam, beliau melakukan umrah pada hari Rabu malam (18 Dzulkaidah) dan hari Kamis beliau berangkat menuju Madinah. [46]

Catatan Kaki

  1. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 889; Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 137, 150; Baladzuri, Ahmad bin Yahya, Ansāb al-Asyraf, jld. 1, hlm. 438.
  2. QS. At-Taubah: 25; Ibn Hazm, Jawāmi' al-Sirah wa Khamsu Rasāil Ukhrā (lima risalah lainnya), hlm. 241.
  3. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 62.
  4. Ahmad bin Yahya Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 1, hlm. 438.
  5. Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 149; Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 269.
  6. Ibn Hazm, Jawāmi' al-Sirah wa Khamsu Rasāil Ukhra (lima risalah lainnya), hlm. 241.
  7. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitab al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 885; Baladzuri, Ahmad bin Yahya, Ansāb al-Asyraf, jld. 1, hlm. 438.
  8. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, hlm. 70.
  9. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 885; Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 80; Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 270.
  10. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 80-82.
  11. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 886-887.
  12. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 82-83.
  13. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, hlm. 73; bandingkan al-Shalihi al-Syami, Muhammad bin Yusuf, Subul al-Huda wa al-Rasyād fi Sirah Khair al-Ibād, jld. 5, hlm. 312.
  14. Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 150; Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 62.
  15. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitab al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 894-895.
  16. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 892; Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 150.
  17. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitab al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 895-897; Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 150-151.
  18. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 83.
  19. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 85.
  20. Ya'qubi, Tārikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 62; Thabarsi, Fadhl bin Hasan, I'lām al-Warā bi A'lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 386.
  21. An-Nuwairi, Ahmad bin Abdul Wahab, Nihāyah al-Arab fi Funun al-Adab, jld. 17, hlm. 328.
  22. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 86-87.
  23. Waqidi, Muhammad bin Umar, kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 898-899.
  24. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, hlm. 75-76.
  25. Waqidi, Muhammad bin Umar, kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 900-901; Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, hlm. 75-76.
  26. Al-Shalihi al-Syami, Muhammad bin Yusuf, Subul al-Huda wa al-Rasyad fi Sirah Khair al-Ibād, jld. 5, hlm. 324.
  27. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 63; Ibn Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 2, hlm. 263.
  28. Kulaini, Ushul al-Kāfi, jld. 8, hlm. 376; Thabarsi, Fadhl bin Hasan, I'lām al-Warā bi A'lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 387.
  29. Thabari, Tārikh Thabari, jld. 3, hlm. 78.
  30. QS. At-Taubah: 26.
  31. An-Nuwairi, Ahmad bin Abdul Wahab, Nihāyah al-Arab fi Funun al-Adab, jld. 17, hlm. 334.
  32. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 92.
  33. Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Tārikh al-Islām wa Wafayāt al-Masyāhir wa al-A'lām, jld. 1, hlm. 582.
  34. Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, jld. 1, hlm. 270.
  35. Ibn Sa'ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld, 2, hlm. 155.
  36. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 914.
  37. Baladzuri, Ahmad bin Yahya, Ansāb al-Asyraf, jld. 1, hlm. 439-440.
  38. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitāb al-Maghāzi, jld. 3, hlm. 913-914.
  39. Ya'qubi, Tārikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 63.
  40. Waqidi, Muhammad bin Umar, Kitab al-Maghazi, jld. 3, hlm. 908.
  41. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 101.
  42. Ibn Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 154.
  43. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 130-133.
  44. Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, jld. 4, hlm. 154.
  45. Ibn Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 152-156.
  46. Ibn Sa'ad, Thabaqāt al-Kubrā, jld. 2, hlm. 154.

Daftar Pustaka

  • Shalihi Syami, Muhammad bin Yusuf. Subul al-Huda wa ar-Rasyād fi Sirah Khair al-Ibād. Beirut: Cet. Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Muawwad, 1414 H/ 1993.
  • Nuwairi, Ahmad bin Abdul Wahab. Nihāyah al-Arab fi Funun al-Adab. Kairo: 1923 – 1990.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansāb al-Asyrāf. Damaskus: cet. Mahmud Firdaus 'Adzm, 1996 – 2000.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tārikh al-Islam wa Wafayāt al-Masyāhir wa al-'Alām, al-Maghazi. Beirut: cet. Umar Abdus Salam Tadmuri, 1407 H/ 1987.
  • Ibn Hazm. Jawāmi' as-Sirah wa Khamsu Rasāil Ukhra. Kairo: cet. Ihsan Abbas dan Nashiruddin Asad, 1950.
  • Ibn Hisyam. As-Sirah an-Nabawiyyah. Beirut: cet. Mustafa al-Saqa, Ibrahim al-Abyari, dan Abdul Hafiz al-Syalbi, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
  • Ibn Sa'ad. Ath-Thabaqāt al-Kubrā. Beirut: Dar Shadir, 1968.
  • Ibnu Abi Syaibah. Al-Mushannaf fi al-Ahādits wa al-Ātsār. Beirut: cet. Said Muhammad al-Lahham, 1409 H/ 1989.
  • Mas'udi, Ali bin Husain. At-Tanbih wa al-Isyrāf. Terj. Abul Qasim Payandeh. Teheran: Intisyarat Ilmi wa Farhanggi, 1365 HS.
  • Thabari, Muhammad bin Jurair. Tārikh Thabari. Beirut: tanpa tahun.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. I'lām al-Wara bi A'lām al-Huda. Qom: 1417 H.
  • Waqidi, Muhammad bin Umar. Kitab al-Maghāzi. London: cet. Marsden Jones, 1996. Kairo: cet. Offset,tanpa tahun.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ishaq. Tārikh Ya'qubi. Terj. Muhammad Ibrahim Ayati. Teheran: Intisyarat Ilmi wa Farhanggi, 1382 HS.