Al-Hadi al-Abbasi

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
Al-Hadi al-Abbasi
Khalifah Abbasiyah
Nama lengkapMusa bin Mahdi bin Mansur
JulukanMusa Athbaq
Lakabal-Hadi
Terkenal denganal-Hadi al-Abbasi
Afiliasi agamaIslam
Garis keturunanBani Abbas
Lahir145 H/762
Meninggal170 H/786
Penyebab
Wafat/Syahadah
Sakit atau dalam sebagian riwayat dibunuh atas perintah ibunya sendiri
EraImam Musa al-Kazhim as
Peran pentingMenumpas pemberontakan Shohib Fakh • Memusuhi Imam Musa al-Kazhim as

Musa bin Mahdi bin Mansur (145-170 H/762-786) atau lebih dikenal dengan al-Hadi al-Abbasi adalah khalifah ke empat dari Bani Abbasiyah. Al-Hadi al-Abbasi berkuasa kurang lebih 14 bulan. Selama masa kekuasaannya, kaum Alawi mendapat pengawasan ketat dan tunjangan mereka diputus. Pada masa kekuasaannya, terjadi pemberontakan di Madinah yang dipimpin Sahib Fakh yang berhasil dipadamkan. Al-Hadi al-Abbasi menuduh Imam Kazhim as sebagai dalang utama dibalik pemberontakan Fakh, yang karena itu menurut sejumlah sumber al-Hadi al-Abbasi memerintahkan agar Imam Kazhim as di bunuh, namun sebelum perintah tersebut terlaksana ia terlebih dahulu meninggal dunia. Kebijakan politik al-Hadi al-Abbasi melanjutkan kebijakan ayahnya, yaitu melakukan tindakan represif terhadap kaum zindiq dan banyak dari mereka dibunuhnya.

Menurut beberapa sumber, al-Hadi al-Abbasi hendak mengangkat putra bungsunya Ja'far untuk menjadi putra mahkota dibanding Harun al-Rasyid, namun ia tidak berhasil. Sepeninggalnya, saudaranya Harun al-Rasyid lah yang menjadi khalifah.

Biografi

Musa bin Mahdi bin Mansur dengan laqab al-Hadi adalah khalifah Abbasiyah ke empat setelah Abu al-Abbas al-Saffah, al-Mansur dan al-Mahdi al-Abbasi. [1] Ayahnya al-Mahdi al-Abbasi, ibunya seorang budak yang bernama Khaizaran. [2] Ia menjadi khalifah di usia 25 tahun pada bulan Muharram tahun 169 H/785. [3] Dengan usia tersebut, ia adalah khalifah termuda dibanding ketiga khalifah sebelumnya. [4]

Al-Mahdi al-Abbasi ayahnya, mencurahkan perhatian yang besar padanya [5] sampai pada usia 16 tahun, ia ditetapkan sebagai putra mahkota dan menjadi komandan pasukan. [6] Menjelang akhir hidupnya, al-Mahdi memutuskan untuk mengganti al-Hadi sebagai putra mahkota dengan putranya yang lain, yaitu Harun, namun sampai ia meninggal dunia, ia tidak berhasil melakukannya. [7]

Pada saat kematian ayahnya, al-Mahdi al-Abbasi sedang berada di Jurjan [8] menghadapi pemberontakan orang-orang Tabaristan [9] dan saudaranya Harun pada hari itu juga memberikan baiat kepadanya. [10] Harun juga mengambil baiat para pembesar dari keluarga Abbasiyah dan semua pimpinan militer untuk al-Hadi al-Abbasi. [11]

Pada saat memegang pucuk kekuasaan, al-Hadi berencana untuk mengalihkan posisi putra mahkota dari saudaranya Harun ke putranya yang saat itu berusia 7 tahun [12] Ja'far. [13] Ia pun berupaya melakukan berbagai cara untuk itu. [14] Al-Hadi berusaha menekan agar Harun sendirilah yang mengundurkan diri dari posisi putra mahkota, namun Harun tidak bergeming dan tidak mau melepas posisinya sebagai putra mahkota yang karena itu ia meninggalkan ibukota dan tidak kembali sampai akhir kehidupan saudaranya. [15]

Secara fisik, al-Hadi sosok yang kuat. [16]Meski ia terkenal dengan keberanian dan kelihaiannya dalam urusan pemerintahan termasuk sifatnya yang dermawan, namun ia adalah seseorang dengan karakter yang kasar, bertangan besi dan fanatik dengan pendiriannya. [17] Dikarenakan ia memiliki cacat di bibirnya, ia dikenal dengan sebutan Musa Athbaq. [18] Ia tertarik pada sastra Arab dan sejarah dan sangat menyukai nyanyian. [19]

Kematian

Al-Hadi al-Abbasi hanya berkuasa sekitar 14 bulan. Ia menutup usia pada tahun 170 H/786 di Bagdad [20] dalam usia 25 [21] atau 26 tahun. [22] Penyebab kematiannya sebagaimana disebutkan sejumlah sejarawan dikarenakan sakit, namun sebagian lainnya menyebutkan ia dibunuh ketika tidur atas perintah ibunya sendiri. [23] Salat jenazah atasnya diimami oleh saudaranya Harun, dan dimakamkan di 'Isa Abad Bagdad. [24]

Hubungan dengan Alawiyin

Menurut literatur sejarah, al-Hadi al-Abbasi selama kekuasaannya bertindak repressif pada kelompok Alawiyin dan semua tunjangan yang sebelumnya didapatkan oleh Alawiyin di masa kekuasaan al-Mahdi al-Abbasi dihentikannya. [25] Abu al-Faraj al-Isfahani menyebutkan, tindakan tersebut dilakukan al-Hadi karena khawatir Alawiyin melakukan pemberontakan dan menggangu kekuasaannya. [26] Ia memerintahkan agen-agennya untuk melakukan pengawasan ketat semua aktivitas Alawiyin termasuk mengirim agen spionase ke tengah-tengah komunitas Alawiyin. [27] Selama masa kekuasaannya, Alawiyin berada dalam kondisi tertekan dengan aktivitas yang sangat terbatas. Ia memerintahkan agennya untuk Darul Imarah untuk mencatat siapa saja Alawiyin yang ada di tempat tersebut. [28]

Memadamkan Pemberontakan Syahid Fakh

Tindakan repressif rezim al-Hadi al-Abbasi atas Alawiyin di Hijaz memicu lahirnya gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh salah seorang pembesar Alawiyin bernama Husain bin Ali bin Hasan yang dikenal dengan nama Shahib Fakh, salah seorang keturunan Imam Ali as. [29] Banyak sejarawan meyakini, sejak awal Husain bin Ali telah merancang pemberontakan dengan bermaksud merebut kekuasaan karena diyakini sebagai hak Alawiyin. Dengan kezaliman dan penindasan yang dilakukan al-Hadi al-Abbasi atas Alawiyin, memancingnya untuk membangun gerakan pemberontakan. [30]

Husain bin Ali bin Hasan setelah sebelumnya merancang upaya pemberontakan, ia memulai gerakannya pada tahun 169 H/785. [31] Ia mengawali pemberontakannya di Madinah dan berhasil membebaskan para tahanan [32] Para pejabat Abbasiyah dijebloskannya ke dalam penjara [33]. Dengan keberhasilan mengambil alih Madinah, ia mengumumkan, Masjid Nabawi sebagai pusat kekuasaannya. Tidak berapa lama ia hendak beralih ke Mekah dan di ditengah perjalanan ia berhenti disebuah tempat bernama Fakh sekitar 6 mil dari Mekah. [34]

Pada saat itu, pasukan rezim Abbasi yang ditugaskan memadamkan pemberontakan dengan dikomandoi Isa bin Musa juga tiba di Fakh. [35] Di tempat itulah terjadi peperangan yang menyebabkan Husain bin Ali terbunuh beserta semua pengikutnya. [36] Peristiwa ini terkenal dalam sejarah dengan nama peristiwa Fakh dan Husain bin Ali bin Hasan sejak saat itu digelari dengan nama Syahid Fakh (yang syahid di Fakh) atau Shahib Fakh. [37] Menurut riwayat yang disebutkan dari Imam Ridha as, peristiwa tersebut dikatakan sebagai tragedi terpahit setelah Tragedi Karbala bagi para Alawiyin. [38] Untuk mengenang Tragedi Fakh, banyak prosa yang ditulis untuk menggambarkan kepedihan dan kedukaan atas peristiwa tersebut. [39]

Hubungan dengan Imam Kazhim

Pasca peristiwa Fakh, al-Hadi al-Abbasi menuduh keterlibatan Imam Kazhim as dalam upaya pemberontakan tersebut dengan menganggap Imam Kazhim as lah sebagai pihak yang paling patut disalahkan atas peristiwa Fakh. Yang karena itu, menurut sebagian sejarawan, al-Hadi memutuskan untuk menangkap dan membunuh Imam Kazhim as, namun sebelum keputusannya tersebut terlaksana, ia telah meninggal dunia terlebih dahulu. [40]

Hubungan dengan Kaum Zindiq

Sama dengan ayahnya al-Mahdi al-Abbasi, al-Hadi al-Abbasi juga bersikap keras pada kaum zindiq. Ia mengejar, menangkap dan menghukum kaum zindiq. [41] Ia berambisi menghabisi kaum zindiq [42], diantaranya dengan melakukan serangan pada komunitas zindiq yang dipimpin Yazdan bin Badzan dan Ali bin Yaqthin. [43] Demikian pula ia menumpas habis kaum zindiq di wilayah Jazirah yang berupaya melakukan pemberontakan. [44]

Catatan Kaki

  1. Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 324 dan 501-502
  2. Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 324
  3. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 10, hlm. 157
  4. Thaqusy, Daulat Abbasiyan, hlm. 91
  5. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihayah, jld. 10, hlm. 159
  6. Khudhri, Tarikh Khilafat-e Abbasi, hlm. 51
  7. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm.94
  8. Dinawari, Akhbar al-Thiwal, hlm. 386; Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 10, hlm. 157; Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 8, hlm. 371; Ibnu Qutaibah, al-Ma'arif, hlm. 380
  9. Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 8, hlm. 187; Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 6, hlm. 87; Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 8, hlm. 305; Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 3, hlm. 268
  10. Ibnu Jauzi, al-Muntazham, jld. 8, hlm. 305
  11. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 404; Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 324
  12. Ibnu Hazm, Jamharah Ansāb al-'Arab, hlm. 23
  13. Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 333; Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 10, hlm. 158; Ibnu Miskawaih, Tajārub al-Umam, jld. 3, hlm. 490
  14. Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 6, hlm. 96
  15. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm. 94
  16. Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 297
  17. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm. 91
  18. Ibnu al-'Imrani, al-Inba, hlm. 73; Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 6, hlm. 101
  19. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm. 92
  20. Ibnu A'tsam, al-Futuh, jld. 8, hlm. 372
  21. Mas'udi, al-Tanbih wa al-Isyrāf, hlm. 297
  22. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 406; Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 6, hlm. 101
  23. Ibnu Miskawaih, Tajārub al-Umam, jld. 3, hlm. 388; Ibnu 'Imad Hanbali, Syadzarāt al-Dzahab, jld. 2, hlm. 314
  24. Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 8, hlm. 205; Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 406; Dinawari, Akhbār al-Thiwāl, hlm. 386
  25. Isfahani, al-Aghāni, jld. 5, hlm. 6
  26. Isfahani, al-Aghāni, jld. 5, hlm. 6
  27. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm.92
  28. Husain, Tarikh Siyasi Ghaibat-e Imam Davazdahum, hlm. 67
  29. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 404
  30. Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 372
  31. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 10, hlm. 157
  32. Ibnu al-Taqtaqi, al-Fakhri, hlm. 189
  33. Khidri, Tarikh Khilafat-e Abbasi, hlm. 52
  34. Ibnu Taqtaqi, al-Fakhri, hlm. 190
  35. Maqdisi, al-Bad'u wa al-Tarikh, jld. 6, hlm. 99
  36. Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 8, hlm. 192-204; Mas'udi, Muruj al-Dzhahab, jld. 3, hlm. 326-327; Isfahani, Maqātil al-Thālibiyyin, hlm. 264-385
  37. Thaqusy, Daulat-e Abbasiyan, hlm. 93
  38. Ibnu 'Anabah, 'Umdah al-Thalib, hlm. 164
  39. Mas'udi, Muruj al-Dzahab, jld. 3, hlm. 337
  40. Husain, Tarikh Siyasi Ghaibat Imam Davazdahum, hlm. 67
  41. Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 10, hlm. 157
  42. Ibnu Atsir, al-Kāmil, jld. 6, hlm. 89
  43. Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 8, hlm. 190; Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 10, hlm. 33
  44. Khidri, Tarikh Khilafat-e Abbasi, hlm. 52

Daftar Pustaka

  • Dinawari, Abu Hanifah Ahmad bin Dawud. Akhbār ath-Thiwāl. Riset: Abu al-Man'am 'Amir. Qom: Mansyurat al-radhi, 1368 HS.
  • Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. Tarikh al-Islam wa Wafayāt al-Masyāhir wa al-A'lām. Riset: Umar Abdul Salam Tadmiri. Cet. II. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1413 H.
  • Husain, Jasim. Tarikh-e Siyasi Ghaibat-e Imam Davazdahum. Terj. Sayid Muhammad Taqi Ayatullahi. Tehran: Amir Kabir, 1376 HS.
  • Ibnu 'Anabah, Ahmad bin Ali. 'Umdah ath-Thalib fi Ansāb Al Abi Thalib. Qom: Anshariyan, 1417 H.
  • Ibnu 'Imad Hanbali, Syahab al-Din Abu al-Falah. Syadzarāt adz-Dzahab fi Akhbār min Dzahab. Riset: al-Arnauth. Cet. I. Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1406 H
  • Ibnu A'tsam al-Kufi, Abu Muhammad Ahmad. Al-Futuh. Riset: Ali Syiri. Cet. I. Beirut: Dar al-Adhwa, 1411 H.
  • Ibnu al-'Imrani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. Al-Inba fi Tarikh al-Khulafa. Riset: Qasim al-Samara. Dar al-Afaq al-'Arabiyah, 1421 H.
  • Ibnu al-Taqtaqi, Muhammad bin Ali. Al-Fakhri. Riset: Abdul Qadir Muhammad Mayu. Darul Qalam al-'Arabi, 1418 H.
  • Ibnu Atsir, 'Izzuddin. Al-Kāmil. Beirut: Dar Shadr, 1965.
  • Ibnu Hazm. Jamharah Ansāb al-'Arab. Beirut: Dar al-Kutub al-'Alamiyah, 1403 H.
  • Ibnu Jauzi, Abu al-Faraj Abdul Rahman bin Ali. Al-Muntazham fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abdul Qadir 'Atha dan Mustafa Abdul Qadir 'Atha. Beirut: Dar al-Kutub al-'Alamiyah, 1412 H.
  • Ibnu Katsir. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Beirut: Dar al-Fikr, tanpa tahun.
  • Ibnu Khaldun, Abdurrahman bin Muhammad. Tarikh Ibnu Khaldun. Riset: Khalil Syahadah. Cet. II. Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H.
  • Ibnu Miskawaih, Abu Ali Miskawaih al-Razi. Tajārub al-Umam. Riset: Abul Qasim Imami. Tehran: Surusy, 1379 HS.
  • Ibnu Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim. Al-Ma'ārif. Riset: Tsarwat 'Akasyah. Cet. II. Kairo: al-Haiyah al-Mishriyah al-'Ammah al-Kitab, 1992.
  • Isfahani, Abu al-Faraj Ali bin Husain. Al-Aghāni. Beirut: Dar Ahya al-Turats al-'Arabi, 1994.
  • Isfahani, Abu al-Faraj Ali bin Husain. Maqātil ath-Thālibiyyin. Riset: Sayid Ahmad Shaqr. Beirut, Dar al-Ma'rifah, tanpa tahun.
  • Khidri, Sayid Ahmad Reza. Tarikh Khilafat-e Abbasi. Teheran: Samt, 1383 HS.
  • Maqdisi, Muthahar bin Thahir. Al-Bad'u wa at-Tarikh. Beirut, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah, tanpa tahun.
  • Mas'udi, Abu al-Hasan Ali bin Husain. Muruj adz-Dzahab wa Ma'ādin al-Jauhar. Riset: As'ad Dagir. Qom: Dar al-Hijrah, 1409 H.
  • Mas'udi, Ali bin al-Husain. At-Tanbih wa al-Isyrāf. Edit: Abdullah Ismail al-Shawi. Kairo, Dar: Shawi, tanpa tahun.
  • Tabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Riset: Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar al-Turats, 1387 H.
  • Thaqusy, Sahil. Daulat-e Abbasiyan. Terj. Hujjatulah Judaki. Qom: Lembaga Penelitian Hauzah dan Universitas, 1380 HS.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ya'qubi. Tarikh Ya'qubi. Beirut: Dar Shadr, tanpa tahun.