Surah Al-A'raf

Prioritas: b, Kualitas: c
tanpa navbox
tanpa alih
Dari wikishia
(Dialihkan dari Al-A’raf)
Al-A'raf
الاعراف
Ayat 1-11
Informasi
Arti:Tempat Ketinggian
Nama lain:Alif Lam Mim Shad
Klasifikasi:Madaniyah
Surah ke:7
No urut pewahyuan:39
Juz:Juz 8 (ayat 1-87), juz 9 (ayat 88-206)
Statistik
Jumlah ayat:206
Jumlah kata:3346
Jumlah huruf:14437

Surah Al-A'raf (bahasa Arab:سورة الأعراف) adalah surah yang turun di Mekkah (Makkiyah). Berdasarkan urutan penyusunan surah Al-A'raf merupakan surah yang ke-7 dan mengikut pewahyuan adalah surah yang ke-39. Surah ini disebut A'raf lantaran mengisahkan tentang peristiwa Ashab A'raf pada hari Kiamat.

Surah Al-A'raf sebagaimana surah-surah Makkiyah yang lain lebih banyak menyoroti kajian tentang penciptaan dan ma'ad, pembuktian tauhid, pengadilan hari kiamat, melawan syirik, pengokohan kedudukan dan posisi manusia di dunia penciptaan. Tujuan surah ini ialah penguatan akidah dan landasan-landasan iman kaum muslimin. Surah Al-A'raf mengisyaratkan kepada janji-janji Allah yang diambil dari manusia dalam jalan petunjuk dan kemaslahatan, misalnya dalam alam zar. Untuk menunjukkan kekalahan dan kegagalan kaum yang menyimpang dari jalur tauhid, surah ini mengetengahkan kisah kaum-kaum terdahulu dan para nabi seperti Nuh as, Luth as dan Syuaib as.

Ayat 46 mengenai Ashab A'raf, ayat 54-56 terkenal dengan ayat Sukhrah dan ayat 172 terkenal dengan ayat Mitsaq, adalah termasuk dari ayat-ayat ternama surah Al-A'raf. Terkait keutamaan membaca surah ini dimuat, setiap orang yang membaca surah Al-A'raf, niscaya Allah akan membentengi diantara dia dan Iblis, dan Ia akan menjadikan Nabi Adam as sebagai pemberi syafaatnya kelak di hari kiamat.

Pengenalan

Penamaan

Penamaan surah ini dengan nama "Al-A'raf" dikarenakan berbicara tentang A'raf da Ashab A'raf pada hari kiamat.[1] Kata "A'raf" hanya dua kali digunakan dalam Al-Qur'an dan masing-masing disebutkan pada surah ini sebanyak dua kali, yaitu ayat 46 dan 48.[2] Yang dimaksud A'raf dalam surah ini adalah tempat yang luas dan tinggi yang terletak antara surga dan neraka. A'raf ini berada di tengah-tengah. Nama lain surah ini adalah Alif laf mim shad, sebab hanya surah ini yang dimulai dengan huruf-huruf muqhattha'ah ini.[3] Surah ini juga disebut dengan nama Miqat (diambil dari ayat 143) dan Mitsaq (diambil dari ayat 172).[4]

Urutan dan Tempat Turun

Surah Al-A'raf termsuk dari surah Makkiyah. Berkenaan dengan urutan turunnya, surah ini merupakan surah yang ke-39 yang turun kepada Nabi saw. Dalam penyusunan mushaf sekarang, surah ini merupakan surah yang ke-7 dan menempati juz ke-8 dan ke-9 Al-Qur'an.[5] Surah ini turun setelah surah Shad dan sebelum surah Al-Jin.[6]

Jumlah Ayat dan Ciri-ciri Lain

Surah Al-A'raf terdiri dari 206 ayat,[catatan 1] dan menurut Ridhai Isfahani dalam Tafsir Quran Mehr terdiri dari 3825 kata dan 13877 huruf.[7] Dari sudut pandang isi dan panjang, surah Al-A'raf merupakan salah satu dari tujuh surah yang besar (thiwal) dan salah satu surat panjang Al-Qur'an, yang mana mencakup lebih dari satu juz dan merupakan surah terbesar diantara surah-surah Makkiyah.[8]

Dari sisi urutan penurunan, surah Al-A'raf ialah surah pertama yang huruf muqatta'ahnya lebih dari satu huruf, sebab surah-surah sebelumya seperti surah Qaf, surah Shad dan surah Al-Qalam dimulai dengan satu huruf.[9] Allamah Thabathabai meyakini bahwa dimulainya surah ini dengan huruf muqattha'ah Alif Lam Min Shad adalah untuk menunjukkan bahwa surah Al-A'raf selain mencakup kandungan surah-surah yang dimulai dengan huruf muqattha'ah Alif Lam Min, juga mencakup kandungan-kandungan surah Shad.[10]

Ayat 206 surah Al-A'raf termasuk dari ayat-ayat yang memiliki sajadah yang menurut Imamiyah dan Syafii mustahab, sementara menurut kelompok-kelompok lain itu adalah wajib.[11]

Konten

Para mufasir meyakini bahwa surah Al-A'raf seperti surah-surah lain yang turun di Mekah. 80 hingga 90 surah, dengan memperhatikan kondisi linkungan Mekah, lebih banyak menyoroti masalah awal penciptaan (mabda') dan ma'ad, pembuktian tauhid, pengadilan di hari kiamat, melawan kesyirikan dan pengokohan kedudukan dan posisi manusia dalam dunia penciptaan. Dan, tujuannya adalah penguatan akidah dan landasan-landasan iman kaum muslimin.[12]

Surah Al-A'raf mengisyaratkan kepada janji-janji Allah yang diambil dari manusia dalam jalan petunjuk dan kemaslahan, termasuk diantaranya dalam alam zar, dan juga untuk menunjukkan kekalahan dan kegagalan kaum-kaum yang menyimpang dari jalan tauhid serta mengisahkan nasib kaum-kaum dan para Nabi terdahulu seperti Nuh as, Luth as dan Syu'aib as.[13]

Diperintahkannya Nabi saw untuk memberikan peringatan (indzar) pada ayat-ayat awal surah Al-A'raf, dan juga diperintahkannya beliau untuk berperangai baik dan bersikap lemah lembut pada ayat-ayat terakhir surah ini supaya perkataannya bisa mengena dan tembus dalam hati-hati manusia adalah menunjukkan keterikatan makna antara permulaan dan penutupan surah ini.[14]

Turunnya surah Al-A'raf dalam kondisi tersulit yang dialami kaum muslimin di Mekah dan pada masa pengisolasian ekonomi di syi'bi Abi Thalib, tujuannya ialah untuk mengingatkan sumpah dan janji manusia kepada Allah dan pentingnya kesetiaan pada janji ini.[15]

Kisah dan Narasi Historis

Di dalam surah Al-A'raf dinukil kisah-kisah dari riwayat hidup Adam as dan Hawa di surga, Nuh as, Shaleh as, Luth as, Syu'aib as dan Musa as.

  • Kisah penciptaan Adam as, berdiam di dalam surga dan pemanfataan nikmat-nikmat surgawi, makan buah terlarang dan juga nasib Iblis (ayat 11-27).
  • Kisah Nuh as: misi (risalah), percakapan dengan umat, topan (ayat 59-64)
  • Kisah Shaleh as: misi, percakapan dengan umat, mukjizat unta, azab umatnya dengan gempa (ayat 73-79)
  • Kisah Luth as: percakapan dengan umat, azab yang turun atas mereka dengan hujan batu (ayat 80-84)
  • Kisah Syu'aib as: misi, percakapan dengan umat, azab yang turun atas umat dengan gempa (ayat 85-92)
  • Kisah Musa as: seruan untuk Firaun, mukjizah berubahnya tongkat menjadi ular dan tangan bersinar putih, bertanding melawan para penyihir, ancaman Firaun, derita bani Israel, azab kaum Firaun dan tenggelamnya mereka di dalam laut dan melintasnya bani Israel, pertemuan (miqat) Musa as di gunung Thur, turunnya alwah untuk Musa, anak sapi Samiri, dipilihnya 70 orang dari bani Israel untuk bertemu, dua belas kelompok bani Israel dan sumber mata air dua belas, perubahan kalimat yang diwahyukan, pelanggaran hari Sabtu, terkutuk dan terasingkannya bani Israel (ayat 103-169)

Sebab Turunnya Sebagian Ayat

Disebutkan beberapa sebab turun untuk sebagian ayat dari surah Al-A'raf:

Menghiasi Badan saat Beribadah

Orang-orang badui pada masa jahiliyah melakukan tawaf di sekitar Ka'bah dengan telanjang dan tanpa busana. Oleh sebab itu, ayat 31 surah Al-A'raf «یابَنىِ ءَادَمَ خُذُواْ زِینَتَكمُ‏ْ عِندَ كلُ‏ِّ مَسْجِد؛اى فرزندان آدم، به هنگام هر» turun untuk menunjukkan keburukan perbuatan ini dan diminta dari mereka supaya mengenakan pakaian saat beribadah kepada Allah serta menghiasi diri mereka.[16]

Meruginya Bal'am Ba'ura

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan beberapa mufasir yang lain mengatakan bahwa ayat 175 surah Al-A'raf « وَاتْلُ عَلَیهِمْ نَبَأَ الَّذِی آتَینَاهُ آیاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّیطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِینَ» turun berkenaan dengan seorang lelaki dari bani Israel bernama Bal'am Ba'ura yang hidup di kota para durjana. Saat Musa as dan bani Israel memasuki kota ini, kaum Bal'am berkata dari keegoan Musa dan pasukan besarnya, bahwa bila ia meguasai kami maka ia akan membunuh kami, lalu mereka meminta kepada Bal'am untuk mengutuk Musa. Bal'am berkata, jika aku berdoa demikian niscaya dunia dan akhiratku akan sirna, namun kaumnya terus mendesaknya sehingga Bal'am mengutuk Musa dan bala tentaranya, akhirnya Allah menarik inayah dan anugerah-Nya dari Bal'am dan jadilah dia dari kelompok orang-orang yang merugi.[17]

Mengetahui Hari Kiamat

Terkait turunnya ayat 187 surah Al-A'raf «یسَْلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَیانَ مُرْسَئهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبىّ‏ِ لَا یجَُلِّیهَا لِوَقْتهَِا إِلَّا هُوَ» dimuat bahwa beberapa orang dari kaum Yahudi atau beberapa orang dari Quraisy datang menjumpai Nabi saw dan bertanya tentang waktu kiamat, dan ayat ini turun dalam rangka menjawab pertanyaan mereka.[18]

Allah Pemilik Ilmu Ghaib

Penduduk Mekah bertanya kepada Nabi saw: Hai Muhammad! Apakah Tuhanmu memberi tahu kamu harga-harga murah sebelum menjadi mahal sehingga kamu membelinya dan mendapat keuntungan? dan apakah Dia memberi tahu kamu tentang tempat pengembalaan dan tanah sebelum rusah dan kering sehingga kamu pergi ke tempat rindang? Ayat 188 «قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسىِ نَفْعًا وَ لَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَ لَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَیبَ لاَسْتَكْثرَْتُ مِنَ الْخَیرِْ» surah ini turun untuk menjawab orang-orang tersebut.[19]

Membaca Pelan Zikir-zikir dalam Salat Berjamaah

Berkenaan dengan sebab turunnya ayat 204 surah Al-A'raf «وَ إِذا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَ أَنْصِتُوا» dimuat bahwa, kaum muslimin dalam salat jamaah membaca Al-Qur'an bersama dengan imam jamaah. Ayat di atas turun dan memerintahkan supaya mereka diam dan memperhatikan bacaan Al-Qur'an oleh imam jamaah.[20] Thabrisi juga berkata bahwa kaum muslimin berbicara saat melakukan salat dan ketika ada orang masuk dan bertanya, Anda sedang dalam rakaat keberapa? mereka menjawabnya. Ayat ini turun dan melarang untuk berbicara dalam salat.[21]

Poin-Poin Tafsir

Beberapa ayat dari surah Al-A'raf seperti ayat «یا بنی آدم» dan ayat «لن ترانی» mengandung poin-poin tafsir terkait akidah dan akhlak, diantaranya adalah:

Ayat-ayat «یا بنی آدم»

Setelah Allah menjelaskan dalam beberapa ayat (26, 27, 30, 31, 34 dan 35) tetang kisah Nabi Adam as dan Hawa sa dan pertemuan mereka dengan setan, Ia memberikan empat perintah kepada manusia yang mana perintah-perintah itu menjamin kesenangan dan kebahagiaan manusia. Ayat-ayat yang diawali dengan ungkapan «یا بنی آدم»; "Hai Bani Adam", berkaitan dengan faktor-faktor tergelincirnya Adam dan Hawa. Atas dasar ini, manusia diminta untuk menjaga poin-poin penting ini supaya aman dari kesesatan dan ketergelinciran. Empat dasar/perintah tersebut ialah janji-janji Allah dengan manusia yang berkenaan dengan penjagaan takwa (ayat 26), tidak mengikuti setan (ayat 27-30), meniti jalan moderat dalam kehidupan dan menjauhi penghamburan dan sikap berlebihan (ayat 31-34) dan mengikuti perintah-perintah Ilahi (ayat 35).[22]

Pengingkar Ayat-ayat Allah Musthail Masuk Surga

Allah swt dalam ayat 40 surah Al-A'raf melalui dua kalimat menolak kemungkinan masuk surganya para pengingkar ayat-ayat-Nya:

  • Kalimat:«لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا یدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ یلِجَ الْجَمَلُ فِی سَمِّ الْخِیاطِ» menegaskan nasib orang-orang yang sombong dan angkuh yangmana mereka tidak patuh kepada ayat-ayat Ilahi dan tidak pula tunduk di depan kebenaran.[23] Allamah Thabathabai menafsirkan "tidak dibukanya pintu-pintu langit kepada para pengingkar ayat-ayat Tuhan" dengan tidak diterimanya perbuatan-perbuatan mereka, tidak naiknya ruh-ruh mereka dan tidak masuknya mereka ke dalam surga.[24]
  • Kalimat:«حَتَّىٰ یلِجَ الْجَمَلُ فِی سَمِّ الْخِیاطِ» adalah kiasan untuk menunjukkan kemustahilan para pengingkar ayat-ayat Tuhan untuk masuk surga, supaya mereka secara indra merasakan hal itu dan tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. Sebab, musthail unta yang berbadan besar bisa lewat di lubang jarum yang kecil.[25] Ungkapan semacan ini salah satu percontohan untuk sesuatu yang mustahil. Orang-orang Arab mengungkapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dengan contoh seperti ini.[26]

Pelarangan Tugas (taklif) diluar Kemampuan

Pembahasan "tugas diluar kemampuan" termasuk dari pembahasan-pembahasan teologis yang terdapat beragam pandangan di dalamnya. Imamiyah dan Mu'tazilah termasuk dari kelompok yang menentang "tugas diluar kemampuan" dengan beberapa argumentasi, diantaranya ayat 42 surah Al-A'raf. Berdasarkan ayat ini, Allah swt memberikan tugas kepada setiap orang sesuai dengan kemampuannya.[27]

Takut dan Harapan

Terdapat beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan untuk takut dan berharap yang bersamaan. Diantaranya, pada ayat 56 surah Al-A'raf terjadi pengulangan perintah ini, dimana di hadapan Allah harus ada rasa takut dan harapan akan ampunan-Nya.

Ungkapan "Lan Tarani"

Ayat 143 surah Al-A'raf mengisyaratkan kepada permintaan Musa sebagai perwakilan Bani Israel untuk melihat Allah dan jawaban-Nya.[28] Para mufasir berkenaan dengan alasan permintaan Musa untuk melihat Allah dan juga kalimat لن تراني; "kaum tidak akan melihat-Ku", melontarkan kajian-kajian teologis dan tafsir yang banyak. Makarim Syirazi dalam Tafsir Nemuneh mengungkapkan bahwa landasan permintaan Musa ini -padahal ia tahu Allah tidak mungkin bisa dilihat- adalah hanya mewakili Bani Israel saja dan bahwa mereka akan beriman dengan melihat Allah. Dengan bersandar pada sebuah riwayat dari Imam Ridha as, ia juga meyakini bahwa permintaan tersebut merupakan perintah Allah kepada Musa supaya semua mendengar jawaban Allah.[29]

Allamah Thabathabai dalam Tafsir al-Mizan meyakini bahwa permintaan untuk melihat Allah dalam ayat ini adalah bukan permintaan melihat secara indera dan lahiriah, yangmana hal ini tidak sesuai dengan kedudukan Musa sebagai Nabi Ulul Azmi, sebab tujuan Musa bukan melihat secara indera dan lahiriah biasa. Dia meyakini bahwa maksud dari permintaan Musa untuk melihat Allah adalah tingkat ilmu yang paling pasti dan jelas, dimana pengungkapan dengan kata "melihat" merupakan bukti mubalaghah dalam kejelasan dan kepastiannya. Allamah Thabathabai menamakan pengetahuan yang hadir dalam jiwa manusia dan tidak perlu pemikiran dengan "ru'yat" (melihat).[30]

Ayat-Ayat Terkenal

Ayat 46 yang berkenaan dengan Ashab A'raf, ayat 142 yang berkenaan dengan pertemuan Nabi Musa as dengan Allah swt dan ayat 172 dengan nama Ayat Mitsaq adalah diantara ayat-ayat tersohor dari surah Al-A'raf.

Ayat 43

﴾وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّـهِ الَّذِی هَدَانَا لِهَـٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِی لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّـهُ...﴿۴۳

Allah menyebutkan perkataan ini dari perkataan para penghuni surga yang sama sekali tidak ada rasa saling dengki satu sama lain di dalam hati mereka dan terjalin hubungan damai, harmonis dan cinta diantara mereka serta mereka hidup di sisi sungai surgawi[31] Perkataan ini merupakan bentuk syukur atas karunia-karunia Ilahi, dan oleh karena ini menjadi terkenal.[32]

Ayat A'raf (46)

﴾وَبَینَهُمَا حِجَابٌ ۚ وَعَلَى الْأَعْرَ‌افِ رِ‌جَالٌ یعْرِ‌فُونَ كُلًّا بِسِیمَاهُمْ ۚ وَنَادَوْا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَن سَلَامٌ عَلَیكُمْ ۚ لَمْ یدْخُلُوهَا وَهُمْ یطْمَعُونَ﴿۴۶

A'raf adalah sebuah daerah pemisah surga dan neraka.[33] Dalam ayat ini dibicarakan tentang manusia-manusia yang berada di atas A'raf dan menyaksikan para penghuni neraka dan surga.[34]

Mengenai siapa yang termasuk dari Ashab A'raf terjadi perbedaan pendapat antara Ahlusunnah dan Syiah. Menurut Ahlusunnah, mereka adalah orang-orang yang dosa-dosa mereka seimbang dengan kebajikan-kebajikan mereka, namun mayoritas ulama Syiah dengan bersandar pada ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat-riwayat meyakini bahwa mereka adalah para Nabi dan para Imam yang suci.[35] Sebagian mufassir juga meyakini bahwa mereka adalah sekelompok Malaikat di atas A'raf yang memandang orang-orang dan mengenali masing-masing dari mereka melalui wajahnya.[36]

Ayat Turunnya Berkah (96)

﴾وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَ‌ىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَیهِم بَرَ‌كَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْ‌ضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا یكْسِبُونَ﴿۹۶

Ayat 96 surah Al-A'raf diyakini oleh para mufassir sebagai konklusi dari ayat-ayat terdahulu terkait nasib beberapa Makarim Syirazikaum seperti kaum Hud, Shaleh, Syuaib dan Nuh.[37] Dalam ayat ini secara tegas dijelaskan bahwa turunnya berkah-berkah langit dan bumi serta jauhnya murka Allah merupakan hasil dari takwa kepada-Nya.[38] Allamah Thabathabai meyakini bahwa turunnya berkah-berkah tersebut merupakan hasil dari keimanan dan ketakwaan semua masyarakat dan bukan keimanan beberapa individu dalam masyarakat, sebab menurut dia kekafiran dan kemunafikan mayoritas individu-individu masyarakat plus keimanan dan ketakwaan beberapa orang tidak begitu berpengaruh.[39]

Ayatul Ahkam

Fukaha menggunakan beberapa ayat dari surah Al-A'raf untuk menyimpulkan hukum-hukum fikih yang mana kebanyakan hukum-hukum tersebut berkaitan dengan hukum-hukum salat. Ayat-ayat yang tersirat di dalamnya hukum-hukum syariat atau bisa digunakan dalam penyimpulan hukum-hukum syariat dinamakan ayatul Ahkam.[40]Berikut ini diisyaratkan kepada beberapa ayatul Ahkam di dalam surah Al-A'raf:

Nomer Ayat Ayat Bab Tema
26
یا بَنِی آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَیكُمْ لِبَاسًا یوَارِ‌ی سَوْآتِكُمْ وَرِ‌یشًا
Pakaian dan busana Kewajiban menutup aurat
29
...وَأَقِیمُوا وُجُوهَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِینَ لَهُ الدِّینَ...
Salat Mendirikan salat menghadap ke kiblat
31
یا بَنِی آدَمَ خُذُوا زِینَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Salat Kewajiban menutup aurat tatkala melakukan salat dan di dalam masjid
199
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ‌ بِالْعُرْ‌فِ وَأَعْرِ‌ضْ عَنِ الْجَاهِلِینَ
Amar ma'ruf nahi mungkar Kewajiaban amar ma'ruf dan nahi mungkar
204
وَإِذَا قُرِ‌ئَ الْقُرْ‌آنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ...
Salat Diam saat salat jamaah dan mendengarkan bacaan imam jamaah

Keutamaan

Mengenai keutamaan membaca surah Al-A'raf dinukilkan dari Nabi saw bahwa, "Setiap orang yang membaca surah Al-A'raf niscaya Allah membatasi antara dia dan Iblis, dan menjadikan Nabi Adam as sebagai pemberi syafaatnya kelak di hari kiamat."[41] Juga diriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa, "seseorang yang membaca surah Al-A'raf setiap bulan, maka pada hari kiamat ia termasuk dari golongan orang-orang yang tidak takut dan tidak pula sedih."[42]

Catatan

  1. Menurut para qari Kufah dan Hijaz terdiri dari 206 ayat sementara dalam pandangan para qari (qurra) Basrah dan Syam terdiri dari 205 ayat, sebab ayat pertama Alif Lam Mim Shad tidak dihitung ayat mandiri. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 4, hlm. 608

Catatan Kaki

  1. Khuraamsyahi, Surah A'raf, hlm. 1238
  2. Muhaqqiqiyan, Surah A'raf hlm. 688
  3. Muhaqqiqiyan, Surah A'raf hlm. 688
  4. Firus Abadi, Bashair Dzawi al-Tamyiz, jld. 1, hlm. 203-204
  5. Ma'rifat, Amuzisy Ulume Quran, jld. 2, hlm. 166
  6. Muhaqqiqiyan, Surah A'raf, hlm. 688
  7. Ridhai Isfahani, Tafsi Quran Mehr, jld. 7, hlm.23
  8. Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran, jld. 1, hlm. 138
  9. Daruzah, al-Tafsir al-Hadits, jld. 2, hlm. 361-362
  10. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 6
  11. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 4, hlm. 793; al-Juzairi, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba'ah, jld. 1, hlm. 604
  12. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 74
  13. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 75
  14. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 379
  15. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 6
  16. Wahidi Naisyaburi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 228
  17. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 4, hlm. 768; Wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 230
  18. Fakhrurrazi, Mafatih al-Ghaib, jld. 15, hlm. 423
  19. Wahidi, Naisyaburi, Asbab Nuzul al-Quran, hlm. 222
  20. Syaikh Thusi, al-Tibyan fi Tafsir al-Quran, jld. 5, hlm. 67
  21. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 4, hlm. 791
  22. Khomehgar, Surah A'raf, hlm. 66
  23. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 169
  24. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 114-115
  25. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 170
  26. Mughniyah, al-Kasyif, jld. 3, hlm. 328
  27. Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Quran, jld. 8, hlm. 115
  28. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 355
  29. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld.6, hlm.355
  30. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 238-239
  31. Qaraati, Tafsir Nur, jld. 3, hlm. 67
  32. Mughniyah, Tafsir al-Kassyaf, jld. 3, hlm. 329
  33. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 6, hlm. 186
  34. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 121
  35. Fakhrurrazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 14, hlm. 190; Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan wa Rauh al-Janan, jld. 8, hlm. 204
  36. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 129
  37. Makarim Syirazi, Tafsir Nimuneh, jld. 6, hlm. 265
  38. Makarim Syirazi, Tafsir Nimuneh, jld. 6, hlm. 265
  39. Thabathabai, al-Mizan, jld. 8, hlm. 201
  40. Mu'ini, Ayat al-Ahkam, hlm. 1
  41. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 4, hlm. 408
  42. Bahrani, al-Burhan fi Tafsir al-Quran, jld. 2, hlm. 515

Daftar Pustaka

  • Ibnu Thawus, Ali bin Musa. Al-Iqbal bi al-A'mal al-Hasanah. Editor: Jawad Qayyumi Isfahani. Qom: Daftar Tablighat Islami, 1376 HS.
  • Ibnu Fahd Hilli, Ahmad bin Muhammad. 'Uddah al-Da'i. Teheran: Dar al-Kutub al-Islami, 1407 H.
  • Abu al-Futuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinan wa Rauh al-Janan fi Tafsir al-Quran. Masyhad: Astane Qudse Rezavi, Bonyad Pazuhesyhaye Islami, 1408 H.
  • Arbili, Ahmad bin Muhammad. Zubdah al-Bayan fi Ahkam al-Quran. Peneliti: Muhammad Baqir Behbudi. Teheran: Maktabah al-Murtadhawiyah, tanpa tahun.
  • Bahrani, Sayid Hasyim. Al-Burhan fi Tafsir al-Quran. Teheran: Bonyad Bi'tsat, cet. I, 1416 H.
  • Al-Quran, Terjemahan Persia Muhammad Mahdi Fuladmand. Tehran: Dar al-Qur'an al-Karim, 1418 H/1376 HS.
  • Dānesynameh Qur'ān wa Qur'ān Pazyuhi, disusun oleh Bahauddin Khuramsyahi. Tehran: Dustan-Nahid, 1377 HS.

Pranala Luar